Rupiah Menguat 4 Hari Beruntun Plus Terkuat di Asia!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 April 2019 16:57
Sentimen Domestik Jadi Penopang Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Dolar AS sudah bangun dari istirahatnya. Pada pukul 16:23 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,05%.  

Pelemahan yang terjadi sejak pagi hari membuat koreksi dolar AS dinilai sudah cukup dalam. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index sudah turun 0,06%. Mata uang Negeri Paman Sam yang sudah murah membuatnya menarik untuk dikoleksi.

Akibatnya, mayoritas mata uang Asia melemah. Namun rupiah relatif imun dengan sentimen tersebut. Sebab faktor domestik terbukti mampu menjadi peredam yang efektif. 

Selepas akhir kuartal I, kebutuhan valas korporasi sudah tidak lagi banyak sehingga beban rupiah berkurang signifikan. Rupiah pun jadi punya lebih banyak ruang untuk menguat. 

Selain itu, arus modal juga terus masuk terutama di pasar obligasi pemerintah. Pada pukul 16:30 WIB, imbal hasil (yield) obligasi surat utang seri acuan tenor 10 tahun turun 1 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan. 

Sepertinya pasar obligasi masih merasakan dampak positif dari rilis data inflasi. Pada Maret 2019, laju inflasi tercatat 2,48% year-on-year (YoY) yang merupakan laju paling lambat sejak November 2009. 

Artinya keuntungan riil dari obligasi tetap terjaga. Dengan yield obligasi 10 tahun yang saat ini ada di 7,594%, jika dikurangi inflasi maka keuntungan riil-nya adalah di 5,11%. Masih sangat menggiurkan. 

Bandingkan dengan negara-negara Asia yang satu kelompok dengan rupiah. Misalnya Filipina, yield obligasi pemerintah 10 tahun di sana adalah 5,909%. Namun karena inflasi di sana adalah 3,8% YoY (posisi akhir Februari), pendapatan riil hanya 2,11%. 

Lalu di India, yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun ada di 7,326%. Sementara inflasi di Negeri Bollywood ada di 2,57% YoY (Februari) sehingga keuntungan riil adalah 4,76%. 

Oleh karena itu, investor masih terus menyukai obligasi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Derasnya arus modal ke instrumen Surat Berharga Negara (SBN) sangat membantu menopang keperkasaan rupiah. 

Kemudian, perkembangan harga minyak juga mendukung penguatan rupiah. Pada pukul 16:36 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet turun masing-masing 0,42% dan 0,35%. 


Saat harga minyak turun, ada harapan tekanan di transaksi berjalan (current account) akan ikut berkurang. Transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi rupiah, karena menggambarkan aliran devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Ketika pos ini membaik, maka rupiah pun punya ruang untuk menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular