
Terendah Sejak Juli 2017, Harga Batu Bara Masih Loyo
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
02 April 2019 11:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara Newcastle pada penutupan perdagangan Senin (1/4/2019) terus amblas akibat adanya pembatasan impor batu bara di Negeri Panda.
Harga batu bara Newcastle kontrak April ditutup melemah sebesar 2,6% ke posisi US$ 82,5/metrik ton, setelah juga amblas 2,87% pada akhir pekan lalu (29/4/2019).
Pada posisi terakhir, harga batu bara berada pada posisi paling rendah sejak Juli 2017. Selain itu sejak awal tahun 2019, harga batu bara sudah anjlok 19,16%.
Sebagai catatan, mulai tanggal 1 April kemarin kontrak acuan harga batu bara berganti menjadi kontrak bulan April dari yang sebelumnya kontrak bulan Mei. Alhasil, bila melihat pola pergerakan harga batu bara akan terlihat penurunan harga yang sangat tajam pada tanggal 1 April.
Meskipun demikian, energi negatif yang masih membayangi keseimbangan fundamental di pasar batu bara juga memainkan peran yang cukup.
Pembatasan impor batu bara asal Australia yang masih terus berlangsung di China membuat harga masih terus mendapat tekanan yang kuat.
Dilansir dari laporan dari S&P Global Platts, jumlah pelabuhan yang memperpanjang waktu pemeriksaan (custom clearance) bertambah.
Berdasarkan keterangan dari beberapa pelaku industri, beberapa pelabuhan baru yang diketahui menjalankan aksi tersebut adalah pelabuhan Fuzhoudi provinsi Fujian, pelabuhan Rizhao di Qindao, dan Yingkou di Dalian.
Bahkan pada tanggal 5 Maret, Platts melaporkan bahwa pelabuhan Fangcheng di provinsi Guanxi mengimplementasikan prosedur yang lebih ketat bagi batu bara Australia.
"Pelabuhan yang berbeda bisa memberlakukan prosedur yang berbeda," berdasarkan eksekutif perusahaan pengiriman yang berbasis di Singapura, seperti yang dikutip dari Platts.
Sebagai catatan harga batu bara Newcastle asal Australia sering dijadikan acuan transaksi batu bara di pasar global. Ini karena Australia merupakan eksportir terbesar di dunia.
Namun kini sentimen yang berpotensi mengangkat harga batu bara mulai bermunculan.
Kemarin, rilis data makroekonomi Amerika Serikat (AS) dan China bisa dikatakan cemerlang.
Angka Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur China versi Caixin periode Maret yang dibacakan di posisi 50,8 dan merupakan yang tertinggi sejak 8 bulan terakhir.
Sama halnya dengan PMI manufaktur AS versi ISM periode Maret yang dibacakan di posisi 55,3 atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.
Nilai PMI di atas 50 berarti terjadi ekspansi dan merupakan indikasi perekonomian AS dan China sudah sedikit pulih. Pasalnya sektor manufaktur merupakan salah satu tulang punggung perekonomian kedua negara.
Karena keduanya merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia, ekonomi global juga berpotensi melaju lebih kencang.
Gairah industri manufaktur yang meningkat berpotensi meningkatkan permintaan batu bara. Apalagi China merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia.
Di samping itu, pemerintah China juga dikabarkan akan melakukan inspeksi keselamatan tambang batu bara sepanjang bulan April hingga Juni berdasarkan pernyataan yang ditulis di laman resmi otoritas setempat.
Selain mengutamakan tambang yang telah berhenti beroperasi cukup lama, inspeksi tersebut juga akan menyasar tambang yang memiliki risiko tinggi.
Disebutkan bahwa tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan menghentikan aktivitas pertambangan liar.
Dengan begitu, setidaknya pasokan batu bara lokal China tidak akan melonjak dalam waktu dekat. Kekhawatiran kelebihan pasokan pun bisa diredam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Harga batu bara Newcastle kontrak April ditutup melemah sebesar 2,6% ke posisi US$ 82,5/metrik ton, setelah juga amblas 2,87% pada akhir pekan lalu (29/4/2019).
Pada posisi terakhir, harga batu bara berada pada posisi paling rendah sejak Juli 2017. Selain itu sejak awal tahun 2019, harga batu bara sudah anjlok 19,16%.
Meskipun demikian, energi negatif yang masih membayangi keseimbangan fundamental di pasar batu bara juga memainkan peran yang cukup.
Pembatasan impor batu bara asal Australia yang masih terus berlangsung di China membuat harga masih terus mendapat tekanan yang kuat.
Dilansir dari laporan dari S&P Global Platts, jumlah pelabuhan yang memperpanjang waktu pemeriksaan (custom clearance) bertambah.
Berdasarkan keterangan dari beberapa pelaku industri, beberapa pelabuhan baru yang diketahui menjalankan aksi tersebut adalah pelabuhan Fuzhoudi provinsi Fujian, pelabuhan Rizhao di Qindao, dan Yingkou di Dalian.
Bahkan pada tanggal 5 Maret, Platts melaporkan bahwa pelabuhan Fangcheng di provinsi Guanxi mengimplementasikan prosedur yang lebih ketat bagi batu bara Australia.
"Pelabuhan yang berbeda bisa memberlakukan prosedur yang berbeda," berdasarkan eksekutif perusahaan pengiriman yang berbasis di Singapura, seperti yang dikutip dari Platts.
Sebagai catatan harga batu bara Newcastle asal Australia sering dijadikan acuan transaksi batu bara di pasar global. Ini karena Australia merupakan eksportir terbesar di dunia.
Namun kini sentimen yang berpotensi mengangkat harga batu bara mulai bermunculan.
Kemarin, rilis data makroekonomi Amerika Serikat (AS) dan China bisa dikatakan cemerlang.
Angka Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur China versi Caixin periode Maret yang dibacakan di posisi 50,8 dan merupakan yang tertinggi sejak 8 bulan terakhir.
Sama halnya dengan PMI manufaktur AS versi ISM periode Maret yang dibacakan di posisi 55,3 atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.
Nilai PMI di atas 50 berarti terjadi ekspansi dan merupakan indikasi perekonomian AS dan China sudah sedikit pulih. Pasalnya sektor manufaktur merupakan salah satu tulang punggung perekonomian kedua negara.
Karena keduanya merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia, ekonomi global juga berpotensi melaju lebih kencang.
Gairah industri manufaktur yang meningkat berpotensi meningkatkan permintaan batu bara. Apalagi China merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia.
Di samping itu, pemerintah China juga dikabarkan akan melakukan inspeksi keselamatan tambang batu bara sepanjang bulan April hingga Juni berdasarkan pernyataan yang ditulis di laman resmi otoritas setempat.
Selain mengutamakan tambang yang telah berhenti beroperasi cukup lama, inspeksi tersebut juga akan menyasar tambang yang memiliki risiko tinggi.
Disebutkan bahwa tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan menghentikan aktivitas pertambangan liar.
Dengan begitu, setidaknya pasokan batu bara lokal China tidak akan melonjak dalam waktu dekat. Kekhawatiran kelebihan pasokan pun bisa diredam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Most Popular