
Sentimen Campur Aduk, Obligasi Rupiah Bergerak Dua Arah
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
02 April 2019 10:26

Jakarta CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pada pembukaan perdagangan hari Selasa (2/4/2019) masih variatif dengan kecenderungan menguat.
Hal tersebut tercermin dari pergerakan imbal hasil (yield) dari empat seri acuan Surat Utang Negara (SUN) yang dilansir dari data Refinitiv.
Empat seri SUN yang menjadi acuan adalah FR0077dengan tenor 5 tahun, FR0078 dengan tenor 10 tahun, FR0068 dengan tenor 15 tahun, dan FR0079 dengan tenor 20 tahun.
Pada pagi hari ini, SUN dengan seri FR0068 menguat sendirian dengan diantara seri acuan yang lain. Ditandai dengan adanya koreksi yield sebesar 2,4 basis poin (bps) menjadi sebesar 8,02% dari yang kemarin sebesar 8,044%.
Sedangkan untuk seri FR0077 (tenor 5 tahun) dan FR0078 (tenor 10 tahun) masih melemah dengan peningkatan yield masing-masing sebesar 0,4 dan 0,3 bps.
Adapun yield obligasi seri FR0079 yang bertenor 20 tahun masih berada di posisi 8,128% atau tidak bergerak dari posisi penutupan perdagangan kemarin (1/4/2019).
Akan tetapi empat obligasi acuan tersebut masih bisa dibilang menguat karena pergerakan yield secara rata-rata masih terkoreksi sebesar 0,425 bps.
Yield Obligasi Negara Acuan 2 April 2019
Sebagai informasi, variabel harga dan yield di pasar obligasi akan berbanding terbaik. Kala harganya menguat, maka yield akan turun. Berlaku pula sebaliknya.
Yield juga lebih lumrah dijadikan acuan perdagangan obligasi karena dapat menyampaikan informasi kupon, tenor dan risiko dalam satu angka.
Perlu dicatat bahwa SUN adalah Surat Berharga Negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domersik. Oleh sebab itu, pergerakan harga SUN dapat dijadikan acuan kondisi pasar obligasi secara umum.
Faktor yang membuat harga obligasi rupiah cenderung menguat adalah kekhawatiran investor akan perlambatan ekonomi global yang sudah semakin surut.
Kemarin, data Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur China versi Caixin periode Maret yang dibacakan di posisi 50,8 dan merupakan yang tertinggi sejak 8 bulan terakhir.
Sama halnya dengan PMI manufaktur AS versi ISM periode Maret yang dibacakan di posisi 55,3 atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.
Ini merupakan indikasi perekonomian AS dan China sudah sedikit pulih. Pasalnya sektor manufaktur merupakan salah satu tulang punggung perekonomian kedua negara.
Karena keduanya merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia, ekonomi global juga berpotensi melaju lebih kencang.
Investor pun enggan untuk main aman. Aset-aset penuh risiko di negara berkembang pun menjadi incaran. Termasuk Indonesia.
Namun adanya risiko No Deal Brexit yang terjadi di Inggris dapat menahan minat investor untuk gencar berinvestasi.
Kemarin, untuk ke sekian kalinya, parlemen tidak sepakat terhadap solusi Brexit yang dirumuskannya sendiri.
Alhasil pada hari Selasa waktu setempat, Perdana Menteri Inggris, Theresa May dijadwalkan untuk kembali (lagi) mengajukan proposal Brexit ke hadapan parlemen.
Masih belum terlihat apa yang sebenarnya diinginkan oleh parlemen. Kemungkinan diterimanya proposal nanti masih kecil.
Bila tak ada kesepakatan apapun juga, Inggris harus segera bergegas angkat kaki dari Uni Eropa pada tanggal 12 April, atau 10 hari lagi.
Analis memperkirakan ekonomi Negeri Ratu Elizabeth akan terkontraksi hingga 8% jika benar No Deal Brexit sampai terjadi.
Dampaknya tak hanya akan dinikmati Inggris semata. Ekonomi global punya peluang merasakan cipratannya. Pasalnya Inggris merupakan negara dengan perekonomian terbesar ke-5 di dunia.
Yield US Treasury Acuan 2 April 2019
Yield US Treasury dengan tenor 10 tahun naik 3 bps menjadi 2,476% dari posisi kemarin yang sebesar 2,446%.
Terkait dengan pasar U.S. Treasury saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan- 5 tahun dan 2 tahun-5 tahun.
Sedangkan inversi yield obligasi tenor 3 bulan-10 tahun yang seringkali dikaitkan dengan risiko resesi tidak lagi terlihat. Bahkan selisih (spread) yield keduanya semakin lebar, yang hari ini sebesar 5,8 bps (kemarin 4,5 bps).
Sebagai catatan, inversi adalah kondisi yield seri jangka pendek yang lebih besar ketimbang yield seri jangka panjang.
Kala inversi terjadi, artinya investor menilai risiko ekonomi jangka pendek lebih besar dibanding jangka panjang.
Masih berdasar data yang dihimpun oleh Refinitiv, pelemahan obligasi terjadi di hampir semua negara berkembang. Hanya Brazil, Rusia, dan Afrika Selatan saja negara yang berhasil membukukan penguatan obligasi.
Sedangkan pasar obligasi di sebagian besar negara maju mengalami pelemahan.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Hal tersebut tercermin dari pergerakan imbal hasil (yield) dari empat seri acuan Surat Utang Negara (SUN) yang dilansir dari data Refinitiv.
Empat seri SUN yang menjadi acuan adalah FR0077dengan tenor 5 tahun, FR0078 dengan tenor 10 tahun, FR0068 dengan tenor 15 tahun, dan FR0079 dengan tenor 20 tahun.
Sedangkan untuk seri FR0077 (tenor 5 tahun) dan FR0078 (tenor 10 tahun) masih melemah dengan peningkatan yield masing-masing sebesar 0,4 dan 0,3 bps.
Adapun yield obligasi seri FR0079 yang bertenor 20 tahun masih berada di posisi 8,128% atau tidak bergerak dari posisi penutupan perdagangan kemarin (1/4/2019).
Akan tetapi empat obligasi acuan tersebut masih bisa dibilang menguat karena pergerakan yield secara rata-rata masih terkoreksi sebesar 0,425 bps.
Yield Obligasi Negara Acuan 2 April 2019
Seri | Jatuh tempo | Yield 1 April 2019 (%) | Yield 2 April 2019 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 1 Apr'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7,113 | 7,117 | 0,40 | 7,0631 |
FR0078 | 10 tahun | 7,593 | 7,596 | 0,30 | 7,5819 |
FR0068 | 15 tahun | 8,044 | 8,02 | -2,40 | 8,0006 |
FR0079 | 20 tahun | 8,128 | 8,128 | 0,00 | 8,1015 |
Avg movement | -0,425 |
Sebagai informasi, variabel harga dan yield di pasar obligasi akan berbanding terbaik. Kala harganya menguat, maka yield akan turun. Berlaku pula sebaliknya.
Yield juga lebih lumrah dijadikan acuan perdagangan obligasi karena dapat menyampaikan informasi kupon, tenor dan risiko dalam satu angka.
Perlu dicatat bahwa SUN adalah Surat Berharga Negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domersik. Oleh sebab itu, pergerakan harga SUN dapat dijadikan acuan kondisi pasar obligasi secara umum.
Faktor yang membuat harga obligasi rupiah cenderung menguat adalah kekhawatiran investor akan perlambatan ekonomi global yang sudah semakin surut.
Kemarin, data Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur China versi Caixin periode Maret yang dibacakan di posisi 50,8 dan merupakan yang tertinggi sejak 8 bulan terakhir.
Sama halnya dengan PMI manufaktur AS versi ISM periode Maret yang dibacakan di posisi 55,3 atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.
Ini merupakan indikasi perekonomian AS dan China sudah sedikit pulih. Pasalnya sektor manufaktur merupakan salah satu tulang punggung perekonomian kedua negara.
Karena keduanya merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia, ekonomi global juga berpotensi melaju lebih kencang.
Investor pun enggan untuk main aman. Aset-aset penuh risiko di negara berkembang pun menjadi incaran. Termasuk Indonesia.
Namun adanya risiko No Deal Brexit yang terjadi di Inggris dapat menahan minat investor untuk gencar berinvestasi.
Kemarin, untuk ke sekian kalinya, parlemen tidak sepakat terhadap solusi Brexit yang dirumuskannya sendiri.
Alhasil pada hari Selasa waktu setempat, Perdana Menteri Inggris, Theresa May dijadwalkan untuk kembali (lagi) mengajukan proposal Brexit ke hadapan parlemen.
Masih belum terlihat apa yang sebenarnya diinginkan oleh parlemen. Kemungkinan diterimanya proposal nanti masih kecil.
Bila tak ada kesepakatan apapun juga, Inggris harus segera bergegas angkat kaki dari Uni Eropa pada tanggal 12 April, atau 10 hari lagi.
Analis memperkirakan ekonomi Negeri Ratu Elizabeth akan terkontraksi hingga 8% jika benar No Deal Brexit sampai terjadi.
Dampaknya tak hanya akan dinikmati Inggris semata. Ekonomi global punya peluang merasakan cipratannya. Pasalnya Inggris merupakan negara dengan perekonomian terbesar ke-5 di dunia.
Yield US Treasury Acuan 2 April 2019
Seri | Benchmark | Yield 1 April 2019 (%) | Yield 2 April 2019 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2,401 | 2,418 | 3 bulan-5 tahun | 12,7 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2,294 | 2,304 | 2 tahun-5 tahun | 1,3 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2,243 | 2,265 | 3 tahun-5 tahun | -2,6 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2,270 | 2,291 | 3 bulan-10 tahun | -5,8 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2,446 | 2,476 | 2 tahun-10 tahun | -17,2 |
Sumber: Refinitiv |
Yield US Treasury dengan tenor 10 tahun naik 3 bps menjadi 2,476% dari posisi kemarin yang sebesar 2,446%.
Terkait dengan pasar U.S. Treasury saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan- 5 tahun dan 2 tahun-5 tahun.
Sedangkan inversi yield obligasi tenor 3 bulan-10 tahun yang seringkali dikaitkan dengan risiko resesi tidak lagi terlihat. Bahkan selisih (spread) yield keduanya semakin lebar, yang hari ini sebesar 5,8 bps (kemarin 4,5 bps).
Sebagai catatan, inversi adalah kondisi yield seri jangka pendek yang lebih besar ketimbang yield seri jangka panjang.
Kala inversi terjadi, artinya investor menilai risiko ekonomi jangka pendek lebih besar dibanding jangka panjang.
Masih berdasar data yang dihimpun oleh Refinitiv, pelemahan obligasi terjadi di hampir semua negara berkembang. Hanya Brazil, Rusia, dan Afrika Selatan saja negara yang berhasil membukukan penguatan obligasi.
Sedangkan pasar obligasi di sebagian besar negara maju mengalami pelemahan.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 1 April 2019 (%) | Yield 2 April 2019 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8,985 | 8,870 | -11,50 |
China | 3,132 | 3,160 | 2,80 |
Jerman | -0,042 | -0,024 | 1,80 |
Perancis | 0,359 | 0,375 | 1,60 |
Inggris | 1,015 | 1,047 | 3,20 |
India | 7,346 | 7,346 | 0,00 |
Jepang | -0,080 | -0,068 | 1,20 |
Malaysia | 3,783 | 3,783 | 0,00 |
Filipina | 5,728 | 5,728 | 0,00 |
Rusia | 8,430 | 8,420 | -1,00 |
Singapura | 2,073 | 2,078 | 0,50 |
Thailand | 2,515 | 2,530 | 1,50 |
Amerika Serikat | 2,446 | 2,474 | 2,80 |
Afrika Selatan | 8,510 | 8,470 | -4,00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular