
Suplai Berkurang, Penguatan Harga Minyak Tak Terbendung
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
02 April 2019 09:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia terus melaju ke jalur hijau pada pagi ini, menyusul perkiraan bahwa normalnya kilang-kilang utama di Amerika Serikat (AS) justru terjadi bersamaan dengan berhenti beroperasinya fasilitas pengeboran minyak di Negeri Paman Sam tersebut.
Pada Selasa (2/4/2019), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk patokan pasar Amerika menguat 0,3% ke level US$ 61,91 per barel, setelah melonjak 32% sepanjang kuartal I-2019.
Adapun harga minyak mentah acuan Eropa dan Asia (termasuk Indonesia), Brent, juga menguat 0,3% ke US$69,32 per barel.
Menurut firma konsultansi energi Baker Hughes, perusahaan-perusahaan minyak AS selama pekan lalu mengurangi jumlah pengebor minyak (rig) mendekati titik terendah dalam setahun. Ini menjadi pengurangan terbesar secara triwulanan dalam 3 tahun terakhir.
Meski demikian, produksi minyak negara dengan ekonomi terbesar dunia itu masih terjaga. Menurut laporan pemerintah AS pada Jumat lalu, produksi minyak AS yakni di level 11,9 juta barel per hari (bph).
Sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela yang terjadi berbarengan dengan kesepakatan pemangkasan produksi Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menjadi faktor yang secara fundamental mengurangi pasokan minyak di pasar dunia.
Hanya saja, kekhawatiran perlambatan ekonomi dunia masih menekan tingkat kenaikan harga energi utama dunia tersebut. Ekonom Senior National Australia Bank menyebutkan terbatasnya reli itu juga dipicu faktor bahwa produsen minyak AS bisa menaikkan lagi produksinya ketika harga terlalu tinggi.
"Sulit melihat reli besar dari situasi seperti ini," ujarnya, sebagaimana dikutip CNBC Global. OPEC sejauh ini juga masih solid untuk memangkas produksi pada tahun ini hingga mencapai 1,2 juta barel per hari (bph), guna menaikkan harga minyak mentah dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/tas) Next Article Harga Minyak Mulai Merangkak
Pada Selasa (2/4/2019), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk patokan pasar Amerika menguat 0,3% ke level US$ 61,91 per barel, setelah melonjak 32% sepanjang kuartal I-2019.
Adapun harga minyak mentah acuan Eropa dan Asia (termasuk Indonesia), Brent, juga menguat 0,3% ke US$69,32 per barel.
Menurut firma konsultansi energi Baker Hughes, perusahaan-perusahaan minyak AS selama pekan lalu mengurangi jumlah pengebor minyak (rig) mendekati titik terendah dalam setahun. Ini menjadi pengurangan terbesar secara triwulanan dalam 3 tahun terakhir.
Meski demikian, produksi minyak negara dengan ekonomi terbesar dunia itu masih terjaga. Menurut laporan pemerintah AS pada Jumat lalu, produksi minyak AS yakni di level 11,9 juta barel per hari (bph).
Sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela yang terjadi berbarengan dengan kesepakatan pemangkasan produksi Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menjadi faktor yang secara fundamental mengurangi pasokan minyak di pasar dunia.
Hanya saja, kekhawatiran perlambatan ekonomi dunia masih menekan tingkat kenaikan harga energi utama dunia tersebut. Ekonom Senior National Australia Bank menyebutkan terbatasnya reli itu juga dipicu faktor bahwa produsen minyak AS bisa menaikkan lagi produksinya ketika harga terlalu tinggi.
"Sulit melihat reli besar dari situasi seperti ini," ujarnya, sebagaimana dikutip CNBC Global. OPEC sejauh ini juga masih solid untuk memangkas produksi pada tahun ini hingga mencapai 1,2 juta barel per hari (bph), guna menaikkan harga minyak mentah dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
![]() |
(ags/tas) Next Article Harga Minyak Mulai Merangkak
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular