
Dolar AS Cuma Tidur-tidur Ayam, Rupiah Pun Diterkam
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 April 2019 08:26

Rupiah tidak kuasa membendung keperkasaan dolar AS yang tidak hanya terjadi di Asia tetapi juga secara global. Pada pukul 08:13 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,09%.
Kemarin, dolar AS memasuki masa konsolidasi dengan melemah 0,05%. Wajar saja sebab mata uang Negeri Paman Sam memang sudah cukup lama menguat. Dalam sebulan terakhir, Dollar Index naik sampai 0,82%.
Namun ternyata dolar AS hanya tidur-tidur ayam, istirahat sebentar saja. Tak betah lama-lama rehat, dolar AS langsung kembali ganas.
Kebangkitan dolar AS juga dipicu oleh pelemahan euro. Pada pukul 08:17 WIB, mata uang Benua Biru melemah 0,1% di hadapan dolar AS.
Penyebabnya adalah rilis data inflasi Zona Euro yang pada Maret tercatat 1,4% year-on-year (YoY). Di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 1,5% YoY dan masih jauh dari target mendekati 2% yang dipasang Bank Sentral Uni Eropa (ECB).
Inflasi yang masih lambat menandakan permintaan di Eropa belum pulih. Artinya, ECB kemungkinan besar tetap akan mempertahankan kebijakan moneter longgar bin akomodatif untuk mendorong permintaan. Tidak akan ada kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat sehingga euro menjadi kurang seksi.
Kebangkitan dolar AS kembali menjadi mimpi buruk bagi mata uang Asia, termasuk rupiah. Jika dolar AS terlalu kuat dan tidak ada sentimen lain yang bisa mengimbangi, maka rupiah cs di Asia sepertinya bakal betah di zona merah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Kemarin, dolar AS memasuki masa konsolidasi dengan melemah 0,05%. Wajar saja sebab mata uang Negeri Paman Sam memang sudah cukup lama menguat. Dalam sebulan terakhir, Dollar Index naik sampai 0,82%.
Namun ternyata dolar AS hanya tidur-tidur ayam, istirahat sebentar saja. Tak betah lama-lama rehat, dolar AS langsung kembali ganas.
Penyebabnya adalah rilis data inflasi Zona Euro yang pada Maret tercatat 1,4% year-on-year (YoY). Di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 1,5% YoY dan masih jauh dari target mendekati 2% yang dipasang Bank Sentral Uni Eropa (ECB).
Inflasi yang masih lambat menandakan permintaan di Eropa belum pulih. Artinya, ECB kemungkinan besar tetap akan mempertahankan kebijakan moneter longgar bin akomodatif untuk mendorong permintaan. Tidak akan ada kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat sehingga euro menjadi kurang seksi.
Kebangkitan dolar AS kembali menjadi mimpi buruk bagi mata uang Asia, termasuk rupiah. Jika dolar AS terlalu kuat dan tidak ada sentimen lain yang bisa mengimbangi, maka rupiah cs di Asia sepertinya bakal betah di zona merah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular