
Tadi Nyaman di Zona Hijau, Rupiah Kenapa Jadi Galau?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 April 2019 15:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Keperkasaan rupiah atas dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan pasar spot mulai pudar. Rupiah yang sejak pembukaan pasar relatif aman di zona hijau kini limbung bak berjalan di seutas tali.
Pada Senin (1/4/2019) pukul 15:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.240. Rupiah melemah 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Seiring perjalanan pasar, rupiah memang tidak lagi melemah. Pada pukul 15:04 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.235 atau sama seperti penutupan perdagangan sebelumnya. Stagnan saja.
Padahal rupiah mengawali hari dengan meyakinkan, menguat 0,11%. Penguatan rupiah bahkan sempat menebal menjadi 0,14%.
Namun kemudian apresiasi rupiah menipis menjadi hanya 0,4-0,7%. Bahkan jelang penutupan perdagangan rupiah sempat melemah.
Apa yang terjadi, rupiah?
Kemungkinan perlambatan laju rupiah ini disebabkan oleh rilis data inflasi Maret oleh Badan Pusat Statistik. Pada Maret, BPS mencatat terjadi inflasi 0,11% secara bulanan (month-on-month/MoM) dan 2,48% secara tahunan (year-on-year/YoY). Sementara inflasi inti berada di 3,03% YoY.
Laju inflasi sampai 3 bulan pertama 2019 boleh dibilang sangat 'santai'. Sepertinya proyeksi Bank Indonesia (BI) akan tercapai, inflasi pada akhir 2019 bisa di bawah 3,4%.
Dengan inflasi yang masih terkendali hingga bulan ketiga 2019, boleh jadi menjadi salah satu pertimbangan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan. Beberapa waktu lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan peluang penurunan suku bunga acuan terbuka asalkan stabilitas ekonomi domestik terjaga.
Baca: Pengumuman! BI Siap Turunkan Bunga Acuan, Asal...
Salah satu indikator stabilitas ekonomi adalah inflasi yang terjaga rendah dan stabil. Oleh karena itu, mungkin pelaku pasar boleh mulai berharap akan penurunan BI 7 Day Reserve Repo Rate meski ini masih tergantung pada satu data lagi yaitu transaksi berjalan (current account).
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Apabila investor mengendus aroma penurunan suku bunga acuan yang semakin kuat, maka bisa menjadi sentimen negatif buat rupiah. Saat suku bunga acuan turun, maka imbalan berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) menjadi kurang menarik.
Apalagi investor asing sudah banyak memborong obligasi pemerintah. Sejak awal tahun hingga 27 Maret, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara bertambah Rp 68,15 triliun. Dalam periode yang sama pada 2018, kepemilikan asing 'hanya' bertambah Rp 9,53 triliun.
Bagi sebagian investor asing, bisa saja mereka menunggu saat yang tepat untuk keluar dari pasar SBN karena sudah banyak membeli instrumen ini. Tinggal menunggu pelatuk ditekan, dan mereka siap pergi secepat peluru.
Nah, salah satu pelatuk itu bisa saja penurunan suku bunga acuan. Dengan dalih cuan yang didapat lebih kecil, sangat masuk akal investor asing akan mencairkan keuntungan yang sudah mereka dapat dan pergi meninggalkan pasar SBN begitu saja.
Artinya akan terjadi pembalikan arus modal dengan cepat alias sudden capital reversal. Ini tentu membuat rupiah menjadi goyah dan berpotensi tertekan. Ancaman tekanan terhadap rupiah membuat investor sedikit ragu mengoleksi mata uang ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Senin (1/4/2019) pukul 15:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.240. Rupiah melemah 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Seiring perjalanan pasar, rupiah memang tidak lagi melemah. Pada pukul 15:04 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.235 atau sama seperti penutupan perdagangan sebelumnya. Stagnan saja.
Namun kemudian apresiasi rupiah menipis menjadi hanya 0,4-0,7%. Bahkan jelang penutupan perdagangan rupiah sempat melemah.
Apa yang terjadi, rupiah?
Kemungkinan perlambatan laju rupiah ini disebabkan oleh rilis data inflasi Maret oleh Badan Pusat Statistik. Pada Maret, BPS mencatat terjadi inflasi 0,11% secara bulanan (month-on-month/MoM) dan 2,48% secara tahunan (year-on-year/YoY). Sementara inflasi inti berada di 3,03% YoY.
Laju inflasi sampai 3 bulan pertama 2019 boleh dibilang sangat 'santai'. Sepertinya proyeksi Bank Indonesia (BI) akan tercapai, inflasi pada akhir 2019 bisa di bawah 3,4%.
Dengan inflasi yang masih terkendali hingga bulan ketiga 2019, boleh jadi menjadi salah satu pertimbangan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan. Beberapa waktu lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan peluang penurunan suku bunga acuan terbuka asalkan stabilitas ekonomi domestik terjaga.
Baca: Pengumuman! BI Siap Turunkan Bunga Acuan, Asal...
Salah satu indikator stabilitas ekonomi adalah inflasi yang terjaga rendah dan stabil. Oleh karena itu, mungkin pelaku pasar boleh mulai berharap akan penurunan BI 7 Day Reserve Repo Rate meski ini masih tergantung pada satu data lagi yaitu transaksi berjalan (current account).
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Apabila investor mengendus aroma penurunan suku bunga acuan yang semakin kuat, maka bisa menjadi sentimen negatif buat rupiah. Saat suku bunga acuan turun, maka imbalan berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) menjadi kurang menarik.
Apalagi investor asing sudah banyak memborong obligasi pemerintah. Sejak awal tahun hingga 27 Maret, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara bertambah Rp 68,15 triliun. Dalam periode yang sama pada 2018, kepemilikan asing 'hanya' bertambah Rp 9,53 triliun.
Bagi sebagian investor asing, bisa saja mereka menunggu saat yang tepat untuk keluar dari pasar SBN karena sudah banyak membeli instrumen ini. Tinggal menunggu pelatuk ditekan, dan mereka siap pergi secepat peluru.
Nah, salah satu pelatuk itu bisa saja penurunan suku bunga acuan. Dengan dalih cuan yang didapat lebih kecil, sangat masuk akal investor asing akan mencairkan keuntungan yang sudah mereka dapat dan pergi meninggalkan pasar SBN begitu saja.
Artinya akan terjadi pembalikan arus modal dengan cepat alias sudden capital reversal. Ini tentu membuat rupiah menjadi goyah dan berpotensi tertekan. Ancaman tekanan terhadap rupiah membuat investor sedikit ragu mengoleksi mata uang ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular