
Setelah Menukik Tajam, Harga Emas Masih Mencari Arah
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
29 March 2019 09:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas global pada perdagangan Jumat (29/3/2019) pagi ini berbalik arah menguat. Meskipun demikian, sejatinya pergerakan harga emas pada pagi hari ini cenderung terbatas.
Hingga pukul 09:30 WIB, harga emas kontrak April di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) menguat 0,05% ke posisi US$ 1.290,4/troy ounce, setelah amblas 1,57% pada perdagangan Kamis kemarin (28/3/2019)
Adapun harga emas di pasar spot juga menguat tipis sebesar 0,07% ke posisi US$ 1.291,01/troy ounce setelah anjlok 1,48% kemarin.
Selama sepekan harga emas di bursa COMEX dan spot amblas masing-masing sebesar 1,67% dan 1,68% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun rata-rata kenaikan harga keduanya hanya tinggal sebesar 0,68%.
Pelemahan harga emas kemarin terjadi lantaran dollar yang kelewat perkasa. Hal tersebut terlihat dai nilai Dollar Index (DXY) yang naik hingga 0,44% ke posisi 97,2 pada perdagangan kemarin.
Sebagai informasi, angka DXY mencerminkan posisi greenback relatif terhadap enam mata uang utama dunia.
Alhasil, karena dolar menjulang tinggi, maka harga emas akan relatif labih mahal bagi pemegang mata uang lain. Daya tarik emas pun meredup.
Hari ini pun hingga pukul 9:30 WIB, nilai DXY masih terus menguat sebesar 0,22% ke posisi 97,21.
Ancaman resesi di Amerika Serikat (AS) memang membuat investor akan cenderung mengalihkan asetnya pada safe haven.
Inversi pada yield obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan-10 tahun masih terus terjadi. Bahkan kemarin nilainya semakin melebar hingga 7,7 basis poin (bps).
Namun secara historis dalam 50 tahun terakhir, resesi selalu diawali dengan terjadinya inversi yield pada obligasi tersebut.
Emas memang menjadi salah satu safe haven, namun begitu pula dolar AS. Kali ini, daya tarik dolar lebih menggiurkan bagi para investor. Pasalnya hari ini pemerintah AS akan melakukan lelang Obligasi U.S. Treasury.
Akan ada tiga seri obligasi yang akan dilelang, yaitu tenor 1 bulan, 2 bulan, dan 7 tahun.
Untuk tenor 1 bulan, penawaran yang masuk adalah US$ 150,53 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 50 miliar. Kemudian untuk tenor 2 bulan, pemerintah AS mengambil US$ 35 miliar dari US$ 108,83 penawaran yang masuk. Sedangkan untuk tenor 7 tahun, penawaran yang masuk adalah U$ 81,39 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 32 miilar.
Namun demikian, beberapa analis juga masih optimis harga emas masih akan naik. Sebab, potensi perlambatan ekonomi global yang semakin parah masih menghantui.
Dari Benua Biru, nasib Brexit yang masih belum jelas akan membuat investor mengambil mode wait and see.
Uni Eropa memberi waktu hingga pekan ini bagi pemerintah dan parlemen Inggris untuk menyepakati sebuah proposal perpisahan.
Bila kesepakatan tak juga dibuat maka Inggris harus segera mempersiapkan kepergiannya dari Uni Eropa pada tanggal 12 April mendatang. Artinya tepat dua minggu dari sekarang.
Namun bahayanya, hingga hari ini, parlemen Inggris belum juga menyepakati proposal Brexit. Dalam voting beberapa hari lalu, berbagai pilihan yang muncul tidak ada yang disetujui oleh mayoritas, alias kandas.
Dengan begini, risiko Inggris untuk keluar dari Uni Eropa tanpa adanya kesepakatan apapun (No Deal Brexit) semakin besar.
Bila itu terjadi, pertumbuhan ekonomi Inggris terancam terkontraksi. Dampaknya sudah tentu akan mendunia. Ekonomi gobal akan semakin melambat. Dari yang sudah lambat.
Kala dihantui ketidakpastian ekonomi, emas seringkali menjadi pilihan investor untuk dijadikan pelindung nilai karena nilainya yang relatif stabil.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Emas, How High Can You Fly
Hingga pukul 09:30 WIB, harga emas kontrak April di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) menguat 0,05% ke posisi US$ 1.290,4/troy ounce, setelah amblas 1,57% pada perdagangan Kamis kemarin (28/3/2019)
Adapun harga emas di pasar spot juga menguat tipis sebesar 0,07% ke posisi US$ 1.291,01/troy ounce setelah anjlok 1,48% kemarin.
Pelemahan harga emas kemarin terjadi lantaran dollar yang kelewat perkasa. Hal tersebut terlihat dai nilai Dollar Index (DXY) yang naik hingga 0,44% ke posisi 97,2 pada perdagangan kemarin.
Sebagai informasi, angka DXY mencerminkan posisi greenback relatif terhadap enam mata uang utama dunia.
Alhasil, karena dolar menjulang tinggi, maka harga emas akan relatif labih mahal bagi pemegang mata uang lain. Daya tarik emas pun meredup.
Hari ini pun hingga pukul 9:30 WIB, nilai DXY masih terus menguat sebesar 0,22% ke posisi 97,21.
Ancaman resesi di Amerika Serikat (AS) memang membuat investor akan cenderung mengalihkan asetnya pada safe haven.
Inversi pada yield obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan-10 tahun masih terus terjadi. Bahkan kemarin nilainya semakin melebar hingga 7,7 basis poin (bps).
Namun secara historis dalam 50 tahun terakhir, resesi selalu diawali dengan terjadinya inversi yield pada obligasi tersebut.
Emas memang menjadi salah satu safe haven, namun begitu pula dolar AS. Kali ini, daya tarik dolar lebih menggiurkan bagi para investor. Pasalnya hari ini pemerintah AS akan melakukan lelang Obligasi U.S. Treasury.
Akan ada tiga seri obligasi yang akan dilelang, yaitu tenor 1 bulan, 2 bulan, dan 7 tahun.
Untuk tenor 1 bulan, penawaran yang masuk adalah US$ 150,53 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 50 miliar. Kemudian untuk tenor 2 bulan, pemerintah AS mengambil US$ 35 miliar dari US$ 108,83 penawaran yang masuk. Sedangkan untuk tenor 7 tahun, penawaran yang masuk adalah U$ 81,39 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 32 miilar.
Namun demikian, beberapa analis juga masih optimis harga emas masih akan naik. Sebab, potensi perlambatan ekonomi global yang semakin parah masih menghantui.
Dari Benua Biru, nasib Brexit yang masih belum jelas akan membuat investor mengambil mode wait and see.
Uni Eropa memberi waktu hingga pekan ini bagi pemerintah dan parlemen Inggris untuk menyepakati sebuah proposal perpisahan.
Bila kesepakatan tak juga dibuat maka Inggris harus segera mempersiapkan kepergiannya dari Uni Eropa pada tanggal 12 April mendatang. Artinya tepat dua minggu dari sekarang.
Namun bahayanya, hingga hari ini, parlemen Inggris belum juga menyepakati proposal Brexit. Dalam voting beberapa hari lalu, berbagai pilihan yang muncul tidak ada yang disetujui oleh mayoritas, alias kandas.
Dengan begini, risiko Inggris untuk keluar dari Uni Eropa tanpa adanya kesepakatan apapun (No Deal Brexit) semakin besar.
Bila itu terjadi, pertumbuhan ekonomi Inggris terancam terkontraksi. Dampaknya sudah tentu akan mendunia. Ekonomi gobal akan semakin melambat. Dari yang sudah lambat.
Kala dihantui ketidakpastian ekonomi, emas seringkali menjadi pilihan investor untuk dijadikan pelindung nilai karena nilainya yang relatif stabil.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Emas, How High Can You Fly
Most Popular