Ekonomi AS Lemah Tapi RI Dapat 'Cuan', Kok Bisa?

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
26 March 2019 13:21
Stagnansi perekonomian AS secara tak langsung membawa keuntungan tersendiri bagi perekonomian Indonesia.
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) dan Anggota Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti (kanan) saat menghadiri CNBC Indonesia Economic Outlook 2019. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Friksi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China telah membuat kedua negara dengan perekonomian terbesar sejagad raya itu mengalami tekanan dan membuat ketidakpastian ekonomi global.

Melambatnya ekonomi kedua negara tersebut, dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi ekonomi dunia, tak terkecuali Indonesia. Kondisi ini, tentu menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah.

Bahkan, baru-baru ini tanda-tanda ekonomi negeri Paman Sam mengalami resesi sudah muncul dari pasar obligasi pemerintah AS, di mana imbal hasil (yield) surat utang tenor 3 bulan lebih tinggi ketimbang tenor 10 tahun yang mengindikasikan bakal terjadi resesi setidaknya dalam 18 bulan ke depan.

Namun, stagnansi perekonomian AS bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati justru secara tak langsung membawa keuntungan tersendiri bagi perekonomian Indonesia. Bagaimana maksud bendahara negara?

Ekonomi AS Lemah Tapi RI Dapat 'Cuan', Kok Bisa?Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani saat berdiskusi dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2019. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)


"Kalau mereka melemah tentu akan mempengaruhi environment globalnya. Tapi di sisi lain kita bisa lihat kesempatan bahwa capital itu masih ada," kata Sri Mulyani di Hotel Bidakara, Selasa (26/3/2019).

Menurut Sri Mulyani, ketika ekonomi AS melemah, para pemilik dana yang selama ini bergentayangan di pasar keuangan dunia akan mencari negara yang masih memiliki pertumbuhan yang tinggi, serta stabilitas yang terjaga.

Indonesia, sambung bendahara negara, bisa menjadi salah satu destinasi menarik para pemilik dana lantaran mampu tumbuh tinggi di atas 5% dengan stabilitas ekonomi makro yang diklaim relatif terjaga.

"Jadi kalau kita terus memperbaiki iklim investasi, memperbaiki policy, makro kita stabil ini akan memberikan kesempatan bagi capital itu untuk pergi ke negara kita," jelasnya.

Dalam dua bulan pertama tahun ini, aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik pun sudah cukup tinggi, berbeda dengan kondisi di 2018 di mana perkasanya ekonomi AS membuat pemilik dana lebih memilih AS dari negara lain.

"Waktu suku bunga naik, kemudian capital outflow. Dan sekarang [kenaikan] suku bunga berhenti, adanya prediksi [AS] akan melemah, ini menyebabkan capital akan mencari tempat yang lebih atraktif. Kita bisa menjadi tempat yang baik," jelasnya.






(dru) Next Article The Fed Dovish, Sri Mulyani: Ada Dua Peringatan!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular