Investor 'Iba' Melihat Dolar AS, Penguatan Rupiah Menipis

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 March 2019 09:29
Investor 'Iba' Melihat Dolar AS, Penguatan Rupiah Menipis
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lagi-lagi mampu menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Namun hawa kebangkitan dolar AS sudah terasa di Asia sehingga rupiah wajib waspada. 

Pada Rabu (20/3/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.225. Tidak berubah dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya alias stagnan. 

Seiring perjalanan pasar, rupiah kembali menguat. Pada pukul 09:19 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.220 di mana rupiah menguat tipis 0,04%. 

Kala pembukaan pasar, rupiah masih mampu menguat 0,1%. Rupiah bahkan berhasil menjadi mata uang terbaik di Asia.  


Meski apresiasinya menipis, kinerja rupiah sebenarnya tidak jelek-jelek amat dibandingkan para tetangganya. Stagnasi rupiah sudah cukup untuk membuatnya sebagai mata uang terbaik kedua di Asia, hanya kalah dari ringgit Malaysia. Kebetulan hanya mata uang dua negara serumpun ini yang menguat, sementara mata uang Asia lainnya tidak selamat.

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pukul 09:20 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Setelah tertekan sejak awal pekan, dolar AS berhasil bangkit. Pada pukul 09:10 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,07%. 

Mata uang Negeri Paman Sam memang menyimpan potensi technical rebound. Maklum, Dollar Index sudah terkoreksi 0,46% dalam sebulan terakhir. Dolar AS yang sudah murah tentu menggoda investor untuk kembali mengoleksi mata uang ini. 



Namun di luar alasan teknikal tersebut, sebenarnya angin belum berpihak kepada dolar AS. Investor masih cenderung menghindari mata uang ini karena ekspektasi terhadap hasil rapat The Federal Reserves/The Fed yang akan dihelat pada Selasa-Rabu waktu setempat. 

Jerome 'Jay' Powell dan sejawat diperkirakan masih menahan suku bunga acuan di kisaran 2,25-2,5% dengan probabilitas mencapai 98,7%, mengutip CME Fedwatch. Tidak berhenti di situ, pelaku pasar juga memperkirakan akan ada lagi komentar bernada dovish yang membuat peluang kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat semakin kecil. 


Situasi ini tentu tidak menguntungkan bagi dolar AS. Tanpa dukungan kenaikan suku bunga, berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS (utamanya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) akan kurang menarik. 

Oleh karena itu, sejatinya sentimen negatif masih memayungi dolar AS. Hanya saja pelemahan yang sudah cukup dalam membuat investor 'iba' dan kembali membeli dolar AS.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular