
Akibat Saling Tarik Sentimen, Harga Minyak Bergerak Terbatas
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
19 March 2019 12:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah pada perdagangan Selasa pagi ini (19/3/2019) masih menguat, namun cenderung terbatas.
Hingga pukul 11:30 WIB, harga minyak Brent kontrak Mei naik 0,15% ke posisi US$ 67,64/barel, setelah juga menguat 0,57% pada perdagangan Senin kemarin (18/3/2019).
Adapun jenis lightsweet (WTI) kontrak April menguat terbatas 0,02% ke level US$ 59,1/barel, setelah melesat 0,97% pada perdagangan kemarin.
Secara mingguan, harga Brent dan WTI masing-masing sudah naik 1,45% dan 3,92% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, keduanya telah terdongkrak sekitar 27%.
Harga minyak masih berada di sekitar posisi tertingginya di tahun 2019, dengan pergerakan yang cenderung terbatas. Penyebabnya adalah saling tarik sentimen positif-negatif yang cukup kuat.
Dari sisi pasokan, sanksi Amerika Serikat (AS) atas Iran dan Venezuela masih membuat pelaku pasar optimis banjir pasokan tidak akan terjadi dalam waktu dekat, bahkan hingga akhir tahun.
Seperti yang telah diketahui, sanksi AS atas Iran akan membatasi pembelian minyak asal Negeri Persia di sejumlah negara yang menjadi mitranya. Bila tidak diindahkan, negara-negara mitra dagang Iran tersebut terancam terkena sanksi AS.
Negeri Paman Sam bahkan sudah terang-terangan bermaksud untuk mengurangi ekspor minyak Iran untuk mengganggu perekonomiannya.
"Tujuan saat ini adalah untuk mengurangi ekspor minyak Iran menjadi kurang dari 1 juta barel/hari [mulai bulan Mei]," ujar sumber yang mengetahui masalah tersebut, mengutip Reuters Kamis (14/3/2019).
Sejak tahun lalu, Washington memang terus menekan Iran untuk membatasi program nuklir dan menghentikan dukungannya pada sejumlah kelompok militan bersenjata di timur tengah.
Sebagai informasi, jumlah ekspor minyak Iran pada kondisi normal (sebelum adanya sanksi AS) bisa mencapai 2,5 juta barel/hari.
Di Venezuela, akibat kisruh sosial dan politik yang terjadi, perusahaan minyak nasional PDVSA menjadi kesulitan untuk melakukan ekspor minyak.
Sebab AS telah melarang seluruh penduduknya untuk melakukan transaksi minyak mentah dengan Venezuela.
Akibatnya, hampir seluruh jatah ekspor Venezuela yang lebih dari 500.000 barel/hari menjadi tak dapat masuk ke pasar global.
Selain itu, aksi Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama dengan sekutunya untuk memangkas pasokan minyak hingga 1,2 juta barel/hari juga masih menyumbang energi positif.
Kemarin (18/3/2019), panelis OPEC+ (OPEC dan aliansinya) di tingkat menteri mengumumkan pembatalan pertemuan OPEC+ yang semula dijadwalkan pada 17-18 April.
Sejatinya, pertemuan tersebut akan membahas kelanjutan kebijakan pengurangan produksi minyak OPEC+. Bisa dilanjutkan, ataupun dihentikan.
Seiring dengan batalnya pertemuan tersebut, Menteri Energi Arab Saudi, Khalid dl-Falih mengatakan bahwa OPEC+ akan terus melanjutkan pemangkasan pasokan pasca semester II 2019. Tanpa adanya pertemuan.
"Konsensus yang kami dengar...April terlalu dini untuk membuat keputusan produksi untuk semester dua [2019]," ujar Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih hari ini, seperti yang dilansir dari Reuters. "Hingga kami melihat [harga minyak] menyakiti pelanggan, hingga kami melihat dampaknya pada inventori [minyak], kami tidak akan mengubah arah [kebijakan produksi]."
Deretan peristiwa tersebut membuat pelaku pasar semakin yakin bahwa keseimbangan fundamental di pasar minyak tahun ini dapat membaik.
Namun, perlambatan ekonomi dunia masih memberikan bayang-bayang penurunan permintaan minyak tahun ini.
(BERLANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA)
Hingga pukul 11:30 WIB, harga minyak Brent kontrak Mei naik 0,15% ke posisi US$ 67,64/barel, setelah juga menguat 0,57% pada perdagangan Senin kemarin (18/3/2019).
Adapun jenis lightsweet (WTI) kontrak April menguat terbatas 0,02% ke level US$ 59,1/barel, setelah melesat 0,97% pada perdagangan kemarin.
Harga minyak masih berada di sekitar posisi tertingginya di tahun 2019, dengan pergerakan yang cenderung terbatas. Penyebabnya adalah saling tarik sentimen positif-negatif yang cukup kuat.
Dari sisi pasokan, sanksi Amerika Serikat (AS) atas Iran dan Venezuela masih membuat pelaku pasar optimis banjir pasokan tidak akan terjadi dalam waktu dekat, bahkan hingga akhir tahun.
Seperti yang telah diketahui, sanksi AS atas Iran akan membatasi pembelian minyak asal Negeri Persia di sejumlah negara yang menjadi mitranya. Bila tidak diindahkan, negara-negara mitra dagang Iran tersebut terancam terkena sanksi AS.
Negeri Paman Sam bahkan sudah terang-terangan bermaksud untuk mengurangi ekspor minyak Iran untuk mengganggu perekonomiannya.
"Tujuan saat ini adalah untuk mengurangi ekspor minyak Iran menjadi kurang dari 1 juta barel/hari [mulai bulan Mei]," ujar sumber yang mengetahui masalah tersebut, mengutip Reuters Kamis (14/3/2019).
Sejak tahun lalu, Washington memang terus menekan Iran untuk membatasi program nuklir dan menghentikan dukungannya pada sejumlah kelompok militan bersenjata di timur tengah.
Sebagai informasi, jumlah ekspor minyak Iran pada kondisi normal (sebelum adanya sanksi AS) bisa mencapai 2,5 juta barel/hari.
Di Venezuela, akibat kisruh sosial dan politik yang terjadi, perusahaan minyak nasional PDVSA menjadi kesulitan untuk melakukan ekspor minyak.
Sebab AS telah melarang seluruh penduduknya untuk melakukan transaksi minyak mentah dengan Venezuela.
Akibatnya, hampir seluruh jatah ekspor Venezuela yang lebih dari 500.000 barel/hari menjadi tak dapat masuk ke pasar global.
Selain itu, aksi Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama dengan sekutunya untuk memangkas pasokan minyak hingga 1,2 juta barel/hari juga masih menyumbang energi positif.
Kemarin (18/3/2019), panelis OPEC+ (OPEC dan aliansinya) di tingkat menteri mengumumkan pembatalan pertemuan OPEC+ yang semula dijadwalkan pada 17-18 April.
Sejatinya, pertemuan tersebut akan membahas kelanjutan kebijakan pengurangan produksi minyak OPEC+. Bisa dilanjutkan, ataupun dihentikan.
Seiring dengan batalnya pertemuan tersebut, Menteri Energi Arab Saudi, Khalid dl-Falih mengatakan bahwa OPEC+ akan terus melanjutkan pemangkasan pasokan pasca semester II 2019. Tanpa adanya pertemuan.
"Konsensus yang kami dengar...April terlalu dini untuk membuat keputusan produksi untuk semester dua [2019]," ujar Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih hari ini, seperti yang dilansir dari Reuters. "Hingga kami melihat [harga minyak] menyakiti pelanggan, hingga kami melihat dampaknya pada inventori [minyak], kami tidak akan mengubah arah [kebijakan produksi]."
Deretan peristiwa tersebut membuat pelaku pasar semakin yakin bahwa keseimbangan fundamental di pasar minyak tahun ini dapat membaik.
Namun, perlambatan ekonomi dunia masih memberikan bayang-bayang penurunan permintaan minyak tahun ini.
(BERLANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA)
Pages
Most Popular