Rupiah, Bintang Mata Uang Dunia yang Sekarang Redup Sinarnya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 March 2019 15:47
Rupiah, Bintang Mata Uang Dunia yang Sekarang Redup Sinarnya
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali 2019, performa rupiah sempat begitu mengesankan hingga menjadi bintang di antara mata uang dunia. Namun perlahan sinar rupiah mulai pudar. 

Pada awal-awal 2019, rupiah menjalani tren penguatan yang cukup panjang. Hingga pada puncaknya rupiah menyentuh Rp 13.917/US$ pada 6 Februari, terkuat sejak 1 Mei 2018. 



Kala itu, penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sampai menyentuh kisaran 3% sejak awal tahun. Rupiah pun menjadi salah satu mata uang terbaik di dunia, sang raja mata uang. 

Baca: Perkenalkan Rupiah, Sang Raja Mata Uang Dunia

Namun semakin ke sini rupiah tambah limbung. Bahkan sejak akhir Februari hingga akhir pekan lalu, rupiah melemah 1,39%. Penguatan rupiah yang sempat mencapai sekitar 3% kian menipis.

Kini, rupiah cuma menguat 0,8% terhadap dolar AS sejak awal tahun. Di level Asia, yuan China, baht Thailand, dan ringgit Malaysia sudah lebih baik dibandingkan rupiah.
 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Apa yang terjadi? Mengapa sinar rupiah meredup? 

Pertama, rupiah kemungkinan terserang koreksi teknikal. Setelah menguat tajam, memang sudah lazim ada pembalikan arah karena pelaku pasar berpikir sudah saatnya keuntungan yang didapat segera dicairkan. Rupiah pun rentan terkena aksi jual. 

Kedua, kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) pada tahun ini kemungkinan besar tidak ada seagresif tahun lalu. Sepanjang 2018, BI menaikkan suku bunga acuan sampai 175 basis poin (bps). 

Untuk tahun ini, bahkan Gubernur Perry Warjiyo membuka peluang untuk menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate. Syaratnya, stabilitas ekonomi terjaga seperti sekarang. 

Baca: Pengumuman! BI Siap Turunkan Bunga Acuan, Asal...

Tanpa dukungan kenaikan suku bunga, berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) mungkin tidak semenarik tahun lalu. Akibatnya, investor pun perlahan mulai melepas aset-aset berbasis mata uang Tanah Air. 

Sementara dari sisi eksternal, rupiah sepertinya terbeban akibat harga minyak yang dalam tren naik. Sejak awal tahun, harga minyak jenis brent melonjak 25,2% dan light sweet meroket 28,8%. 

 

Kenaikan harga minyak bukan berita baik buat rupiah. Pasalnya, Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus mengimpor karena produksi dalam negeri yang belum memadai.  

Saat harga minyak naik, maka biaya impornya semakin mahal. Semakin banyak devisa yang 'terbakar' untuk mengimpor minyak, sehingga membuat defisit transaksi berjalan (current account) berpotensi melebar atau semakin dalam. 

Transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi stabilitas nilai tukar. Tanpa transaksi berjalan yang kuat, rupiah akan rawan terdepresiasi. 

Investor bisa saja menjadi enggan untuk mengoleksi aset berbasis rupiah, karena khawatir nilainya akan turun pada kemudian hari. Risiko aksi jual akan terus membayangi rupiah jika masalah di transaksi berjalan tidak kunjung dipecahkan. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular