Rupiah Loyo, Tembus Rp 14.300/US$ di Kurs Tengah BI

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 March 2019 10:32
Rupiah Loyo, Tembus Rp 14.300/US$ di Kurs Tengah BI
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Bahkan dolar AS sudah menembus level Rp 14.300. 

Pada Jumat (15/2/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.310. Rupiah melemah 0,4% dibandingkan posisi sehari sebelumnya dan menyentuh titik terlemah sejak 11 Maret. 

 

Sementara di pasar spot, nasib rupiah tidak lebih baik. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.290. Rupiah melemah 0,2% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Seiring perjalanan pasar, rupiah bahkan lebih lemah lagi. Pada pukul 10:05 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.295 di mana rupiah melemah 0,23%. 

Nasib rupiah semakin apes kalau melihat mata uang Asia lainnya. Rupiah dan peso Filipina menjadi satu-satunya mata uang Benua Kuning yang melemah terhadap dolar AS. Bahkan dengan pelemahan 0,23%, rupiah sah menjadi mata uang terlemah di Asia. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:08 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya rupiah jadi korban aksi ambil untung (profit taking). Maklum, mata uang Tanah Air masih menguat 0,79% terhadap dolar AS sejak awal tahun. Pintu untuk mencairkan keuntungan masih terbuka, sehingga rupiah bisa melemah kapan saja akibat tekanan jual. 



Selain itu, ada kemungkinan rupiah tertekan akibat harga minyak yang mulai merangkak naik. Pada pukul 10:14 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,06% dan 0,03%.  

Kenaikan harga minyak bukan berita baik buat rupiah. Saat harga minyak naik, maka biaya impornya membengkak dan membuat defisit transaksi berjalan (current account deficit) semakin lebar. 

Sementara faktor-faktor lain sebenarnya positif buat rupiah. Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Februari 2019 surplus US$ 330 juta. Jauh lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan defisit US$ 841 juta. 


Kemudian data ekonomi China juga lumayan oke. Rata-rata harga rumah baru di Negeri Tirai Bambu pada Februari 2019 naik 10,4% YoY, lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 10% YoY. Kenaikan pada Februari menjadi terbaik sejak Mei 2017. 

Perkembangan Brexit juga lumayan positif karena parlemen Inggris menyetujui perpanjangan waktu perpisahan Inggris dengan Uni Eropa. Perceraian yang sedianya berlangsung pada 29 Maret diminta mundur setidaknya menjadi 30 Juni. 

Bahkan Uni Eropa menawarkan perpanjangan waktu yang lebih lama, yaitu setahun. Dengan begitu, Inggris punya lebih banyak waktu untuk mendapatkan kesepakatan terbaik. 

Namun ternyata profit taking dan harga minyak sudah cukup untuk membuat rupiah melemah. Sayang sekali...



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular