Sulit Bersinar Lagi, Harga Batu Bara Sudah Anjlok 2,35%

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
09 March 2019 18:45
Sulit Bersinar Lagi, Harga Batu Bara Sudah Anjlok 2,35%
Foto: Kapal keruk memuat gerbong dengan batu bara (REUTERS/Ilya Naymushin)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang pekan ini harga batu bara Newscatle Kontrak Maret melemah 1,45% ke posisi US$95,5/metrik ton. Harga ini adalah harga terendah semenjak 22 Februari 2019. Sedangkan jika dibandingkan awal tahun, harga batu bara telah terkontraksi 2,35%, dari yang sebelumnya US$ 101,1/metrik ton.



Batu Bara Indonesia tampaknya akan semakin kehilangan harapan, jika penyerapan konsumsi domestik tidak dapat ditingkatkan. Pasalnya, penurunan harga batu bara tidak hanya dikarenakan pergantian musim tapi juga potensi penurunan signifikan atas konsumsi energi fosil ini oleh China dan Eropa yang notabennya merupakan importir utama batu bara Indonesia.

Memasuki bulan Maret, yang merupakan peralihan antara musim dingin dan musim semi, mengakibatkan permintaan batu bara menurun. Pasalnya, pada musim dingin negara subtropik (negara 4 musim) membutuhkan lebih banyak listrik (batu bara) untuk menghangatkan rumah mereka. Namun, pada dasarnya trend ini sudah terprediksi pasar, sehingga seharusnya bukan menjadi penyebab utama turunnya harga batu bara.

Momok melemahnya harga batu bara adalah perlambatan ekonomi global. Pasalnya, melambatnya aktivitas ekonomi membuat pelaku pasar khawatir akan berkurangnya permintaan energi.

Setelah sebelumnya pemerintah China menurunkan target pertumbuhan ekonominya menjadi 6%-6,5% tahun ini, kemarin giliran Zona Euro yang melakukan hal serupa. Bank Sentral Eropa (ECB) memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi Benua Biru menjadi hanya sebesar 1,1% dan juga mengumumkan untuk menahan kenaikkan suku bunga pertamanya hingga awal 2020 mendatang. Di lain pihak, negara-negara Eropa, dan juga China sudah mulai mengambil tindakan serius untuk memenuhi janji mereka  melawan pemanasan global.

Dilansir dari Reuters, pada Jumat (8/3/2019) pemerintah Belanda menutup salah satu pembangkit listrik tenaga batu bara dengan kapasitas 650 megawatt yang keselurahan prosesnya diharapkan akan rampung pada akhir 2019. Keputusan Negeri Oranye tersebut merupakan langkah pemerintah untuk memenuhi target pengurangan emisi gas rumah kaca mereka pada akhir 2020.

Lebih lanjut, pada tahun 2018, pemerintah Belanda sudah ketok palu untuk menutup semua pembangkit listrik tenaga batu bara pada akhir tahun 2029. Diharapkan dua dari lima pembangkit listrik ini dapat ditutup di tahun 2024, kecuali jika perusahaan memilih untuk mengganti bahan bakar.

Aksi serupa juga diambil oleh Finlandia dan Perancis. Parlemen Finlandia menyetujui proposal pemerintah untuk melarang penggunaan batu bara sebagai sumber energi per Mei 2029, sehingga langkah penutupan pabrik akan segera diambil.

Sedangkan Perancis berencana untuk menutup seluruh pembangkit listrik tenaga batu bara mereka hingga akhir tahun 2022. Keputusan ini sejalan dengan tujuan pemerintah untuk menurunkan emisi karbon dan mendorong pertumbuhan energi terbarukan.

Lain halnya dengan Negeri Tirai Bambu. Meskipun belum ada aksi tegas dari pemerintah China, tetapi data konsumsi energi sudah mulai mengarah ke pengurangan penggunaan batu bara.

Melansir dari Reuters, batu bara hanya menyumbang 59% dari keseluruhan konsumsi energi China tahun lalu, turun 1,4 poin dari 2017. Sementara gas, tenaga nuklir, dan energi terbarukan naik 1,3 poin dan menyumbang 22,1% konsumsi energi.

Dengan demikian, permintaan dunia terhadap batu bara akan terus menurun. Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah antipasti agar produksi batu bara dapat terserap.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(dwa/hps) Next Article Terpukul Pandemi, Harga Batu Bara Bisa di Bawah USD 50/ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular