
Dunia Makin Tak Pasti, Harga Emas Merangkak Naik
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
08 March 2019 16:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia di bursa berjangka COMEX cenderung stagnan dengan penguatan tipis pada perdagangan Jumat (8/3/2019).
Hingga pukul 15:50 WIB, harga emas untuk kontrak April menguat 0,6% ke posisi US$ 1293,8/troy ounce, setelah kemarin (7/3/2019) melemah 0,12%.
Selama sepekan, harga emas telah naik sebesar 0,49% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun masih bisa membukukan penguatan 0,98%.
Harga emas mulai merangkak naik setelah Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2019.
Kemarin malam (7/3/2019), Presiden ECB Mario Draghi mengatakan bawha pertumbuhan ekonomi zona Eropa pada tahun ini hanya akan mencapai 1,1%, turun dari prediksi pada Desember 2018 sebesar 1,7%.
"Kita berada di dalam masa keberlanjutan pelemahan dan ketidakpastian," ujar Mario Draghi dalam konferensi pers, mengutip Reuters.
Menyusul kabar tersebut, kinerja ekspor China bulan Februari juga diumumkan terkontraksi 21% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (YoY). Tak hanya itu, impor juga turun 5,2% YoY.
Fakta-fakta tersebut semakin membuat investor cemas akan keadaan ekonomi. Pergerakannya masih tak pasti dan sulit untuk diprediksi secara akurat. Ada kemungkinan ekonomi dunia masih akan terus melambat hingga akhir 2019.
Hal ini membuat daya tarik investasi pada instrumen berisiko menjadi redup. Pasalnya di tengah ketidakpastian, risiko investasi juga meningkat. Bila salah langkah, alin-alih untung, yang ada malah buntung.
Dalam keadaan yang seperti ini, pilihan untuk mengoleksi emas menjadi lebih menarik. Pasalnya emas memang sering dijadikan pelindung nilai karena fluktuasi harganya yang relatif lebih kecil. Meskipun potensi keuntungan yang akan didapat juga kecil.
Investor juga tengah menanti rilis data pembayaran upah tenaga kerja non-pertanian Amerika Serikat (AS) yang dijadwalkan pada pukul 20:30 WIB hari ini. Sebab, data yang mencerminkan penciptaan lapangan kerja tersebut dapat memberikan gambaran akan keadaan perekonomian AS.
Selain itu, pelaku pasar juga masih terus mengamati perkembangan nasib damai dagang antara AS-China yang belum kunjung dilegalkan.
Pada Minggu (3/3/2019) Wall Street Journal mengabarkan bahwa rancangan kesepakatan telah tersedia dan tinggal menunggu ditandatangani oleh presiden masing-masing negara yang disebut-sebut akan dilangsungkan pada bulan ini.
Namun sembari menantikan kabar gembira tersebut, investor agak harap-harap cemas kala mendengar kabar bahwa Huawei telah mengajukan gugatan kepada pemerintah AS atas Undang-Undang (UU) yang melarang lembaga pemerintah membeli peralatan teknologi.
Meski tidak berhubungan langsung dengan masalah damai dagang, kejadian tersebut dikhawatirkan akan membuat hubungan antara kedua negara menjadi tambah buruk. Alhasil, kemungkinan batalnya damai dagang masih tetap berada di catatan pelaku pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas) Next Article Bursa Saham Global Membara, Harga Emas Antam Stagnan
Hingga pukul 15:50 WIB, harga emas untuk kontrak April menguat 0,6% ke posisi US$ 1293,8/troy ounce, setelah kemarin (7/3/2019) melemah 0,12%.
Selama sepekan, harga emas telah naik sebesar 0,49% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun masih bisa membukukan penguatan 0,98%.
Harga emas mulai merangkak naik setelah Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2019.
Kemarin malam (7/3/2019), Presiden ECB Mario Draghi mengatakan bawha pertumbuhan ekonomi zona Eropa pada tahun ini hanya akan mencapai 1,1%, turun dari prediksi pada Desember 2018 sebesar 1,7%.
"Kita berada di dalam masa keberlanjutan pelemahan dan ketidakpastian," ujar Mario Draghi dalam konferensi pers, mengutip Reuters.
![]() |
Menyusul kabar tersebut, kinerja ekspor China bulan Februari juga diumumkan terkontraksi 21% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (YoY). Tak hanya itu, impor juga turun 5,2% YoY.
Fakta-fakta tersebut semakin membuat investor cemas akan keadaan ekonomi. Pergerakannya masih tak pasti dan sulit untuk diprediksi secara akurat. Ada kemungkinan ekonomi dunia masih akan terus melambat hingga akhir 2019.
Hal ini membuat daya tarik investasi pada instrumen berisiko menjadi redup. Pasalnya di tengah ketidakpastian, risiko investasi juga meningkat. Bila salah langkah, alin-alih untung, yang ada malah buntung.
Dalam keadaan yang seperti ini, pilihan untuk mengoleksi emas menjadi lebih menarik. Pasalnya emas memang sering dijadikan pelindung nilai karena fluktuasi harganya yang relatif lebih kecil. Meskipun potensi keuntungan yang akan didapat juga kecil.
Investor juga tengah menanti rilis data pembayaran upah tenaga kerja non-pertanian Amerika Serikat (AS) yang dijadwalkan pada pukul 20:30 WIB hari ini. Sebab, data yang mencerminkan penciptaan lapangan kerja tersebut dapat memberikan gambaran akan keadaan perekonomian AS.
Selain itu, pelaku pasar juga masih terus mengamati perkembangan nasib damai dagang antara AS-China yang belum kunjung dilegalkan.
Pada Minggu (3/3/2019) Wall Street Journal mengabarkan bahwa rancangan kesepakatan telah tersedia dan tinggal menunggu ditandatangani oleh presiden masing-masing negara yang disebut-sebut akan dilangsungkan pada bulan ini.
Namun sembari menantikan kabar gembira tersebut, investor agak harap-harap cemas kala mendengar kabar bahwa Huawei telah mengajukan gugatan kepada pemerintah AS atas Undang-Undang (UU) yang melarang lembaga pemerintah membeli peralatan teknologi.
Meski tidak berhubungan langsung dengan masalah damai dagang, kejadian tersebut dikhawatirkan akan membuat hubungan antara kedua negara menjadi tambah buruk. Alhasil, kemungkinan batalnya damai dagang masih tetap berada di catatan pelaku pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas) Next Article Bursa Saham Global Membara, Harga Emas Antam Stagnan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular