Gara-gara Eropa dan China, Rupiah Kini Melemah 1,03%

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 March 2019 11:40
Gara-gara Eropa dan China, Rupiah Kini Melemah 1,03%
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Sentimen eksternal yang negatif membuat langkah rupiah terasa begitu berat. 

Pada Jumat (8/3/2018) pukul 11:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.250. Rupiah melemah 0,81% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Hari Raya Nyepi.

Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin lesu. Pada pukul 11:34 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.280 di mana rupiah melemah 1,03% dan menyentuh titik terlemah sejak 3 Januari. Pelemahan rupiah semakin dalam, seolah tanpa rem, dan nyaris menyentuh 1%. 




Malangnya lagi, rupiah menjadi satu dari sedikit mata uang utama Asia yang melemah terhadap dolar AS. selain rupiah, hanya rupee India, yuan China, dan ringgit Malaysia yang melemah. 

Di antara mata uang yang melemah itu, depresiasi rupiah menjadi yang paling dalam. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 11:35 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya rupiah agak jetlag karena kemarin tidak diperdagangkan. Akibatnya, rupiah baru menyerap perkembangan yang terjadi kemarin plus merespons sentimen yang beredar hari ini. Sungguh beban yang berat. 

Sementara mata uang Asia sudah melemah pada perdagangan kemarin. Sehingga hari ini investor masih berkenan mengoleksi mata uang Benua Kuning karena sudah murah. 


Selain itu, faktor eksternal juga menjadi momok buat mata uang Tanah Air. Sentimen negatif dari Eropa begitu kental mewarnai pasar. 

Bank Sentral Uni Eropa (ECB) baru saja menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Zona Euro dari 1,7% menjadi 1,1% pada 2019. Untuk 2020, perkiraan pertumbuhan ekonomi juga diturunkan dari 1,7% menjadi 1,6%. 


Derita rupiah bertambah setelah rilis data perdagangan internasional China. Pada Februari 2019, ekspor China mengalami kontraksi atau minus 20,7% year-on-year (YoY). Jauh memburuk dibandingkan bulan sebelumnya yang masih mampu tumbuh 9,1% YoY. 

Sementara impor juga turun, yaitu minus 5,2% YoY. Ini membuat neraca perdagangan Negeri Tirai Bambu masih surplus US$ 4,12 miliar, tetapi jauh mengerut dibandingkan Januari 2019 yang membukukan surplus US$ 39,16 miliar. 

Data ini membuat investor makin yakin bahwa perlambatan ekonomi global semakin nyata. Akibatnya, investor punya alasan untuk melepas rupiah yang sudah menguat tajam sejak awal tahun.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular