AS-Korut Bisa Ribut Lagi, Bursa Saham Asia Terkoreksi

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 March 2019 18:18
Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditutup di zona merah pada perdagangan hari ini.
Foto: Bursa Korea Selatan (REUTERS)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditutup di zona merah pada perdagangan hari ini. Indeks Nikkei turun 0,6%, indeks Straits Times terkoreksi 0,35%, dan indeks Kospi turun 0,17%. Sementara itu, indeks Shanghai melesat 1,57% dan indeks Hang Seng naik 0,26%.

Potensi memanasnya hubungan antara AS dengan Korea Utara membuat bursa saham regional mengalami tekanan jual.

Media asal Korea Selatan yakni Yonhap News Agency melaporkan bahwa Korea Utara mulai membangun kembali fasilitas uji coba senjata nuklir yang sempat mereka lucuti sebelumnya, usai pertemuan tingkat tinggi antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Singapura pada 2018.

Fasilitas yang dimaksud adalah Sohae Satellite Launching Station di Tongchang-ri, seperti dilansir dari Reuters.


Sebagai informasi, pada pekan lalu kedua pimpinan negara kembali menggelar pertemuan di Hanoi, Vietnam. Namun, keduanya mengakhiri pertemuan selama 2 hari tanpa menyetujui kesepakatan apapun. Padahal, Gedung Putih sempat mengabarkan bahwa Trump dan Kim akan menandatangani sebuah kesepakatan.

Dari konferensi pers Trump yang digelar di tempatnya menginap yakni hotel JW Marriott, diketahui bahwa Korea Utara hanya bersedia untuk melakukan denuklirisasi di beberapa area yang dianggap tak begitu signifikan oleh AS. Sebagai gantinya, Korea Utara meminta seluruh sanksi yang telah dibebankan oleh AS untuk dicabut, sebuah hal yang tak bisa dipenuhi AS.


Langkah Korea Utara yang kini justru malah membangun kembali fasilitas uji coba senjata nuklirnya sangat mungkin membuat AS kembali berang. Apalagi, sebelumnya Penasehat Keamanan Nasional AS John Bolton mengatakan bahwa AS berencana menerapkan sanksi yang baru bagi Korea Utara jika Pyongyang tak juga merelakan senjata nuklirnya.

"Jika mereka tidak mau melakukan itu [denuklirisasi], maka saya rasa sikap Presiden Trump sudah sangat jelas. Mereka tidak akan mendapatkan keringanan sanksi ekonomi dan justru kami akan mempertimbangkan untuk menambah sanksinya," tegas Bolton dalam wawancara dengan Fox Business Network, dikutip dari Reuters.

Di sisi lain, laju indeks Shanghai dan Hang Seng tertolong oleh stimulus tambahan yang digelontorkan pemerintah China guna memerangi perlambatan ekonomi.


Pada hari ini, National Development and Reform Commission (NDRC) yang merupakan lembaga perencana negara China mengatakan bahwa pemerintah akan mengimplementasikan kebijakan yang akan secara lebih lanjut mendongkrak konsumsi rumah tangga pada tahun ini.

Kemarin, pemerintah China sudah mengumumkan pemotongan tingkat pajak dan biaya untuk korporasi senilai hampir 2 triliun yuan (US$ 298,31 miliar atau sekitar Rp 4.222 triliun). Stimulus fiskal tersebut diarahkan untuk mendukung pertumbuhan di sektor manufaktur, transportasi, dan konstruksi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/tas) Next Article Bursa Saham Asia Berguguran, Hanya IHSG yang Hijau!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular