Melemah 4 Hari, Menguat 1 Hari, Rupiah Langsung Lesu Lagi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 March 2019 16:40
Melemah 4 Hari, Menguat 1 Hari, Rupiah Langsung Lesu Lagi
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah melemah sepanjang hari, tidak pernah sedetik pun merasakan indahnya teritori apresiasi. 

Pada Rabu (6/3/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.135 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,04%. Selepas itu, depresiasi rupiah cenderung semakin dalam. 

Dalam beberapa hari perdagangan terakhir, rupiah memang akrab dengan depresiasi. Sebelum menguat pada perdagangan kemarin, rupiah melemah selama 4 hari beruntun dan hari ini kembali mengakrabi zona merah. 




Posisi terkuat rupiah hari ini ada di Rp 14.115/US$ sementara terlemahnya adalah Rp 14.150/US$. Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 

 

Meski melemah, tetapi rupiah tidak sendirian. Di Asia, mayoritas mata uang Asia memang terdepresiasi di hadapan dolar AS. Bahkan pelemahan rupiah tidak ada apa-apanya dibandingkan beberapa mata uang Benua Kuning. 

Baht Thailand menjadi mata uang terlemah di Asia. Disusul oleh ringgit Malaysia dan won Korea Selatan di posisi ketiga terbawah. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:13 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Mata uang Asia terpukul akibat kabar terbaru hubungan AS-Korea Selatan. Selepas perundingan di Vietnam yang tanpa hasil, relasi kedua negara belum juga harmonis. 


"Jika mereka tidak mau melakukan itu (denuklirisasi), maka sikap Bapak Presiden sudah sangat jelas. Mereka tidak akan mendapatkan keringanan sanksi ekonomi. Justru kami akan mempertimbangkan untuk menambah sanksi," tegas John Bolton, Penasihat Pertahanan Gedung Putih, dalam wawancara dengan Fox Business Network, dikutip dari Reuters. 

Bahkan ada kabar yang lebih menakutkan. Kantor berita Yonhap melaporkan bahwa Korea Utara mulai membangun kembali misil yang dilucuti tahun lalu.

Aktivitas ini dilakukan di Tongchang-ri. Berdasarkan citra satelit, terlihat ada struktur landasan luncur (launchpad) misil dibangun antara 16 Februari hingga 2 Maret.  

Tanpa ada dialog lanjutan, bisa-biasa Semenanjung Korea  bakal memanas lagi. Uji coba misil oleh Korea Utara tentu akan membuat Trump murka. Damai di Semenanjung Korea pun menjadi taruhannya. 

Situasi ini tentu membuat investor tidak tenang karena ada potensi konflik yang bukan sembarang konflik tetapi konfrontasi bersenjata. Melihat risiko yang begitu besar, investor memilih bermain aman dengan 'memeluk' dolar AS. 

Selain dinamika di Korea Utara, dolar AS juga semakin perkasa karena pernyataan pejabat Bank Sentral Jepang (BoJ). Yutaka Harada, Anggota Dewan Gubernur BoJ, menegaskan bank sentral tidak ragu untuk melonggarkan kebijakan moneter jika inflasi terancam tidak mencapai target 2%. 

"Jika ekonomi terus melambat sampai ke titik di mana kita kesulitan untuk mencapai target inflasi 2% dalam jangka panjang, maka kami tidak akan menunda untuk meningkatkan dosis pelonggaran moneter. Mengakhiri pelonggaran moneter akan mendorong harga ke bawah dan membuat ekonomi menjadi lebih buruk," tegasnya, mengutip Reuters. 

Jepang memang masih berkutat dengan inflasi rendah. Pada Januari 2019, inflasi Negeri Matahari Terbit masih berada di 0,2% year-on-year (YoY). Target 2% terasa begitu jauh. 



Oleh karena itu, pelaku pasar memperkirakan BoJ masih akan mempertahankan kebijakan moneter longgar dalam beberapa waktu ke depan. Kenaikan suku bunga acuan masih amat jauh dari jangkauan. 

"Menurut pandangan saya, arah kebijakan BoJ ke depan adalah menjaga suku bunga sangat rendah sampai inflasi bergerak ke arah yang lebih kuat. BoJ harus lebih melonggarkan kebijakan moneter jika ekonomi memburuk, dan sebaliknya mengurangi kadar pelonggaran kala ekonomi membaik," jelas Harada. 

Di sisi lain Bank Sentral AS, The Federal Reserves/The Fed, masih dalam jalur menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini meski tidak seagresif 2018. Menurut dot plot The Fed, target median Federal Funds Rate pada akhir 2019 adalah 2,8% sehingga butuh dua kali kenaikan lagi dari posisi saat ini yaitu 2,375%. 

Jadi, berinvestasi di dolar AS masih akan menarik dibandingkan dengan mata uang lain. Arus modal akan kembali berpihak kepada greenback, yang bukan tidak mungkin mampu mempertahankan takhta raja mata uang dunia.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular