Gara-Gara Jualan Online, Laba Matahari Anjlok 42% Tahun Lalu

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
05 March 2019 21:19
Gara-Gara Jualan Online, Laba Matahari Anjlok 42% Tahun Lalu
Foto: Detik Foto/ Agung Pambudhy
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) ramai diperbincangkan investor pada perdagangan hari ini. Bagaimana tidak, harga saham emiten peritel milik Grup Lippo ini anjlok hingga 22,18% ke level Rp 4.280/unit.

Transaksi atas saham LPPF berlangsung luar biasa ramai dengan volume mencapai 79,6 juta unit, jauh di atas rata-rata volume transaksi hariannya yang hanya sejumlah 7,15 juta unit, seperti dilansir dari Yahoo Finance.

Kemarin (4/3/2019), perusahaan merilis kinerja keuangan tahun 2018 yang pada akhirnya berbuntut kepada anjloknya harga saham perusahaan. Sepanjang 2018, laba bersih perusahaan terkontraksi hingga 42% menjadi Rp 1,1 triliun, dari yang sebelumnya Rp 1,91 triliun pada tahun 2017.

Lantas, apakah LPPF menjadi korban dari memanasnya persaingan industri ritel konvensional dengan online?

Sejatinya, Matahari tak hanya menggantungkan penjualannya kepada gerai-gerai offline atau konvensional. Terhitung sejak tahun 2016 hingga 2017, perusahaan sudah menginvestasikan dana senilai Rp 769,77 miliar guna menebus 19.62% kepemilikan atas MatahariMall.com dari PT Global Ecommerce Indonesia. Sebagai informasi, PT Global Ecommerce Indonesia juga merupakan bagian dari Grup Lippo.

Namun kemudian, MatahariMall.com justru dilebur dengan Matahari.com yang juga merupakan channel online resmi milik perusahaan. Hal ini dilakukan sebagai langkah rebranding dan untuk mengoptimalkan layanan omni-channel mereka.

Layanan omni-channel dapat diartikan sebagai penjualan multi-channel yang memastikan pelayanan terintegrasi antara gerai offline dan online untuk memberikan pengalaman pelanggan (customer experience) yang lebih baik.

Sebagai efek samping dari peleburan antara MatahariMall.com dengan Matahari.com, investasi atas MatahariMall.com senilai Rp 769,77 miliar diakui sebagai kerugian pada tahun lalu. Kerugian atas penurunan nilai investasi pada MatahariMall.com tersebut pada akhirnya membuat laba bersih perusahaan terkontraksi, terlepas dari penjualan yang sebenarnya naik tipis.

Jadi, anjloknya laba perusahaan tak serta-merta disebabkan oleh ketatnya persaingan dengan peritel online. Justru langkah perusahaan untuk merambah penjualan secara online lah yang membuat kinerja keuangannya harus tertekan pada tahun lalu.
Memasuki tahun 2019, laporan keuangan perusahaan diharapkan akan lebih oke. Pasalnya, pengakuan kerugian senilai Rp 769,77 miliar dari investasi pada MatahariMall.com hanya merupakan one-off (tidak akan muncul lagi pada laporan keuangan periode-periode berikutnya).

Selain itu, dari sisi penjualan, dalam beberapa tahun terakhir perusahaan selalu berhasil membukukan pertumbuhan. Untuk tahun 2018, penjualan perusahaan tercatat naik tipis sebesar 2% menjadi Rp 10,25 triliun, dari yang sebelumnya Rp 10,02 triliun pada tahun 2017. Pertumbuhan penjualan pada tahun 2018 membaik dibandingkan capaian tahun 2017 yang hanya tumbuh sebesar 1%.

Melansir riset dari Maybank Sekuritas, pada tahun ini perusahaan juga sudah mengantongi hak jual eksklusif atas merek pakaian asal Italia, OVS. Di Italia sendiri, OVS memiliki pangsa pasar sebesar 5%.

Secara total, OVS memiliki 561 toko yang tersebar di Eropa, Amerika Latin dan Asia. Pada tahun 2018, OVS berhasil mencatatkan penjualan sebesar € 1,53 miliar di seluruh dunia.

Matahari berencana membuka 1-3 gerai khusus (stand-alone) untuk merek OVS di Indonesia. Sebagai tambahan, produk-produk OVS juga akan ditempatkan di 30 gerai Matahari Department Store pada semester 1 2019, disusul penambaan sebanyak 10 gerai pada semester 2.

Dengan penjualan yang diharapkan membaik dan kerugian dari investasi pada MatahariMall.com yang tak akan lagi muncul di laporan keuangan tahun 2019, ada harapan bahwa harga saham perusahaan bisa terkerek naik kedepannya.

Lebih lanjut, kenaikan harga saham perusahaan juga berpotensi ditopang oleh aksi buyback yang lebih agresif. Dilansir dari riset Maybank Sekuritas, perusahaan baru menghabiskan sebesar 26% dari total dana yang dialokasikan untuk melakukan buyback atau senilai Rp 324 miliar.

Dengan harga saham LPPF yang kini berada di level terendah dalam setidaknya 5 tahun terakhir, perusahaan bisa tergiur untuk mengeksekusi jatah buyback secara lebih agresif pada tahun ini dan mendongkrak harga ke level yang lebih tinggi.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular