
Produksi Diramal Meningkat, Harga CPO Menguat Terbatas
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
05 March 2019 17:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) di Bursa Malaysia Derivatives Exchange pada perdagangan hari ini (5/3/2019) mulai berbalik arah.
Hingga pukul 17:00 WIB, harga CPO kontrak Mei naik 0,19% ke posisi MYR 2.153/ton (US$ 528,96/ton), setelah sebelumnya anjlok 1,83% pada perdagangan kemarin (4/3/2019).
Selama sepekan, harga CPO telah terpangkas 1,37% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, harga komoditas agrikultur andalan Indonesia-Malaysia ini masih tercatat naik 1,51%.
Naiknya harga CPO hari ini (meski terbatas) banyak dipengaruhi oleh pergerakan minyak nabati sejenis yang menjadi substitusi di pasar global.
Hari ini, harga minyak kedelai kontrak Maret di bursa Chicago naik 0,2%. Utamanya didorong oleh optimisme damai dagang Amerika Serikat (AS)-China.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo menyatakan bahwa AS dan China sudah sangat dekat untuk mengakhiri perang dagang. Dalam waktu dekat, seluruh bea masuk dan berbagai hambatan dagang bisa sirna.
"Kami mencoba mengesahkan itu (kesepakatan dagang dengan China). Saya rasa kedua pihak akan segera bertemu dan sya berharap seluruh bea masuk dan hambatan dagang akan sirna," tegas Pompeo kepada stasiun televisi KCCI, dikutip dari Reuters.
Hal senada juga diungkapkan Juru Bicara Parlemen China, Zhang Yesui, yang turut menyuarakan optimisme.
"Kerja sama ekonomi dan perdagangan China-AS dilandasi atas manfaat bersama, win-win. Kami berharap kedua pihak akan dapat melanjutkan pembicaraan sampai menghasilkan kesepakatan. Perbedaan pendapatan dan ketidaksepahaman adalah hal yang normal, tetapi jangan sampai berujung kepada konfrontasi," kata Zhang, mengutip Reuters.
Melansir laporan Wall Street Journal, China dikabarkan telah setuju untuk menurunkan bea masih dan melonggarkan hambatan-hambatan bagi produk impor asal AS seperti pertanian, kimia, dan otomotif.
Bila perdagangan AS-China kembali lancar, maka permintaan kedelai asal Negeri Paman Sam bisa ikut terangkat. Apalagi China merupakan pembeli terbesar kedelai AS.
Naiknya harga minyak kedelai bisa turut memberi dorongan pada harga CPO. Pasalnya minyak sawit dan minyak kedelai saling bersaing memperebutkan bagian di pasar minyak nabati global.
Namun demikian, prediksi meluapnya pasokan minyak sawit tahun ini masih terus memberi energi negatif yang membuat penguatan harga menjadi terbatas.
Sebelumnya, sebuah polling yang dilakukan oleh Reuters memprediksi produksi minyak sawit Negeri Jiran akan naik dan menyentuh 20 juta ton pada tahun ini. Sedangkan Indonesia diramal akan memproduksi 43 juta ton minyak sawit di tahun yang sama.
Sebagai informasi, rekor produksi minyak sawit Malaysia saat ini masih berada di posisi 19,96 juta ton, dan dicapai pada tahun 2015, berdasarkan data dari Malaysian Palm Oil Board (MPOB).
Selain itu, cuaca yang ternyata mendukung kegiatan pertanian selama beberapa bulan terakhir juga dapat menaikkan hasil perkebunan sawit tahun ini.
"Cuaca di Malaysia dan Indonesia akan menguntungkan [produksi sawit]. Hujan dan sinar matahari yang cukup disaat tidak banyak terjadi banjir membuat tanaman tidak rusak," ujar salah seorang pialang yang berbasis di Kuala Lumpur, mengutip Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus) Next Article Malaysia Libur 2 Hari, Harga CPO Kembali Menguat
Hingga pukul 17:00 WIB, harga CPO kontrak Mei naik 0,19% ke posisi MYR 2.153/ton (US$ 528,96/ton), setelah sebelumnya anjlok 1,83% pada perdagangan kemarin (4/3/2019).
Selama sepekan, harga CPO telah terpangkas 1,37% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, harga komoditas agrikultur andalan Indonesia-Malaysia ini masih tercatat naik 1,51%.
Naiknya harga CPO hari ini (meski terbatas) banyak dipengaruhi oleh pergerakan minyak nabati sejenis yang menjadi substitusi di pasar global.
Hari ini, harga minyak kedelai kontrak Maret di bursa Chicago naik 0,2%. Utamanya didorong oleh optimisme damai dagang Amerika Serikat (AS)-China.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo menyatakan bahwa AS dan China sudah sangat dekat untuk mengakhiri perang dagang. Dalam waktu dekat, seluruh bea masuk dan berbagai hambatan dagang bisa sirna.
"Kami mencoba mengesahkan itu (kesepakatan dagang dengan China). Saya rasa kedua pihak akan segera bertemu dan sya berharap seluruh bea masuk dan hambatan dagang akan sirna," tegas Pompeo kepada stasiun televisi KCCI, dikutip dari Reuters.
Hal senada juga diungkapkan Juru Bicara Parlemen China, Zhang Yesui, yang turut menyuarakan optimisme.
"Kerja sama ekonomi dan perdagangan China-AS dilandasi atas manfaat bersama, win-win. Kami berharap kedua pihak akan dapat melanjutkan pembicaraan sampai menghasilkan kesepakatan. Perbedaan pendapatan dan ketidaksepahaman adalah hal yang normal, tetapi jangan sampai berujung kepada konfrontasi," kata Zhang, mengutip Reuters.
Melansir laporan Wall Street Journal, China dikabarkan telah setuju untuk menurunkan bea masih dan melonggarkan hambatan-hambatan bagi produk impor asal AS seperti pertanian, kimia, dan otomotif.
Bila perdagangan AS-China kembali lancar, maka permintaan kedelai asal Negeri Paman Sam bisa ikut terangkat. Apalagi China merupakan pembeli terbesar kedelai AS.
Naiknya harga minyak kedelai bisa turut memberi dorongan pada harga CPO. Pasalnya minyak sawit dan minyak kedelai saling bersaing memperebutkan bagian di pasar minyak nabati global.
Namun demikian, prediksi meluapnya pasokan minyak sawit tahun ini masih terus memberi energi negatif yang membuat penguatan harga menjadi terbatas.
Sebelumnya, sebuah polling yang dilakukan oleh Reuters memprediksi produksi minyak sawit Negeri Jiran akan naik dan menyentuh 20 juta ton pada tahun ini. Sedangkan Indonesia diramal akan memproduksi 43 juta ton minyak sawit di tahun yang sama.
Sebagai informasi, rekor produksi minyak sawit Malaysia saat ini masih berada di posisi 19,96 juta ton, dan dicapai pada tahun 2015, berdasarkan data dari Malaysian Palm Oil Board (MPOB).
Selain itu, cuaca yang ternyata mendukung kegiatan pertanian selama beberapa bulan terakhir juga dapat menaikkan hasil perkebunan sawit tahun ini.
"Cuaca di Malaysia dan Indonesia akan menguntungkan [produksi sawit]. Hujan dan sinar matahari yang cukup disaat tidak banyak terjadi banjir membuat tanaman tidak rusak," ujar salah seorang pialang yang berbasis di Kuala Lumpur, mengutip Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus) Next Article Malaysia Libur 2 Hari, Harga CPO Kembali Menguat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular