Sudah Menguat di Kurs Tengah BI, Rupiah Siap Bangkit di Spot?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 March 2019 10:48
Sudah Menguat di Kurs Tengah BI, Rupiah Siap Bangkit di Spot?
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah 4 hari berturut-turut melemah, akhirnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs tengah Bank Indonesia (BI) mampu menguat tipis. Namun di kurs, acuan rupiah masih melemah di hadapan greenback dan menuju pelemahan 5 hari beruntun. 

Pada Selasa (5/3/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.146. Rupiah menguat tipis 0,02% dibandingkan posisi hari sebelumnya. 

Penguatan ini memutus rantai depresiasi rupiah di kurs tengah BI yang terjadi selama 4 hari terakhir. Selama periode tersebut, rupiah melemah 1,14%. 

 

Sedangkan di pasar spot, rupiah masih tidak mampu bangkit di hadapan dolar AS. Pada pukul 10:13 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.135 di mana rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan kemarin. 

Seiring perjalanan, depresiasi rupiah menipis lagi menjadi ke 0,06%. Kali ini US$ 1 setara dengan Rp 14.133 pada pukul 10:32 WIB. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sebenarnya menguat 0,04%. Namun kemudian rupiah langsung berbalik melemah. Bahkan depresiasi rupiah sempat hampir menyentuh 0,2%. 


Namun kemudian rupiah mulai bangkit, meski belum bisa kembali menguat. Depresiasi rupiah sudah cukup tipis, sehingga terbuka kemungkinan untuk menguat lagi. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:33 WIB: 





(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS kembali perkasa di Asia (dan dunia) setelah investor mulai ambil posisi jelang pertemuan bulanan Bank Sentral Uni Eropa (ECB) pada Kamis waktu setempat. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan Mario Draghi dan kawan-kawan masih mempertahankan suku bunga acuan refinancing rate di angka 0%. 

Bahkan ECB dibuat pening karena data-data ekonomi di Benua Biru terus mengkhawatirkan. Laju inflasi pada Januari 2019 tercatat 1,4% year-on-year (YoY), laju paling lambat sejak April 2018. 

Kemudian neraca perdagangan Zona Euro pada Desember 2018 adalah EUR 17 miliar. Turun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu EUR 24 miliar. 

Lalu pada kuartal IV-2018, pertumbuhan ekonomi Zona Euro adalah 0,2% YoY. Ini menjadi laju paling lemah sejak kuartal II-2014. 

Data-data ini membuat ECB kemungkinan besar akan memundurkan rencana kenaikan suku bunga acuan, yang sedianya mulai dilakukan pada musim panas (tengah tahun) 2019. Bahkan pelaku pasar mulai menduga bahwa ECB akan kembali menerapkan stimulus moneter berupa quantitative easing untuk memompa likuiditas ke perekonomian. Padahal kebijakan ini baru saja selesai pada akhir Desember 2018. 

Perkembangan ini menegaskan Bank Sentral AS, The Federal Reserves/The Fed, semakin tanpa lawan. The Fed sampai saat ini belum mengubah dot plot mereka, yaitu menargetkan suku bunga acuan di median 2,8% pada akhir tahun. Dengan posisi saat ini yaitu median 2,375%, berarti butuh setidaknya dua kali kenaikan lagi. 

The Fed yang tanpa lawan otomatis membuat dolar AS pun demikian. Greenback akan sangat diuntungkan oleh kenaikan suku bunga acuan karena membuat berinvestasi di mata uang ini menjadi lebih menarik. Tidak heran investor masih lebih berpihak kepada dolar AS.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular