
Apes, Rupiah Melemah 4 Hari Beruntun Plus Terlemah di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 March 2019 16:49

Rupiah terbeban sentimen domestik dan eksternal. Dari dalam negeri, sepertinya investor melihat peluang untuk melepas aset-aset berbasis rupiah karena arah kebijakan Bank Indonesia (BI) yang terlihat kian dovish.
Perry Warjiyo, Gubernur BI, mengungkapkan bank sentral membuka peluang menuurnkan suku bunga. Syaratnya, stabilitas perekonomian domestik harus terjaga.
"Ke depan arah suku bunga akan lebih turun, kalau stabilitas ini kita jaga. Suku bunga sudah hampir mencapai puncaknya," kata Perry Warijiyo, Gubernur BI, dalam acara CNBC Indonesia Outlook 2019, pekan lalu.
Apalagi laju inflasi domestik masih sangat 'santai'. Pada Februari 2019, terjadi deflasi 0,08% secara month-on-month dan inflasi 2,57% year-on-year (YoY). Laju inflasi tahunan bulan lalu menjadi yang paling lambat sejak November 2009 alias nyaris 10 tahun.
Situasi tersebut membuat BI semakin tidak perlu buru-buru menaikkan suku bunga acuan. Oleh karena itu, prospek cuan berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah (terutama di instrumen berpendapatan tetap) agak suram.
Sementara The Federal Reserves/The Fed, Bank Sentral AS, malah sepertinya semakin mungkin untuk menaikkan suku bunga acuan. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate naik 25 basis poin (bps) ke 2,5-2,75% pada akhir 2019 adalah 11%. Perlahan tapi pasti, probabilitas kenaikan suku bunga acuan semakin meningkat.
Salah satu pemicunya adalah potensi damai dagang AS-China. Saat AS-China sudah berdamai, tidak lagi saling hambat, maka ekspor dan investasi Negeri Paman Sam akan lebih baik. Ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi AS bakal lebih tinggi.
Saat ekonomi Negeri Adidaya melaju lebih kencang, maka The Fed akan campur tangan agar tidak terjadi overheating. Kenaikan suku bunga acuan kemungkinan kembali dieksekusi untuk mengendalikan laju pertumbuhan ekonomi AS.
Melawan The Fed yang kemungkinan masih akan menaikkan suku bunga acuan (meski tidak dalam waktu dekat), rupiah tentu kesulitan melawan dolar AS. Greenback lebih bisa menghasilkan keuntungan karena ada kenaikan Federal Funds Rate.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Perry Warjiyo, Gubernur BI, mengungkapkan bank sentral membuka peluang menuurnkan suku bunga. Syaratnya, stabilitas perekonomian domestik harus terjaga.
"Ke depan arah suku bunga akan lebih turun, kalau stabilitas ini kita jaga. Suku bunga sudah hampir mencapai puncaknya," kata Perry Warijiyo, Gubernur BI, dalam acara CNBC Indonesia Outlook 2019, pekan lalu.
Situasi tersebut membuat BI semakin tidak perlu buru-buru menaikkan suku bunga acuan. Oleh karena itu, prospek cuan berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah (terutama di instrumen berpendapatan tetap) agak suram.
Sementara The Federal Reserves/The Fed, Bank Sentral AS, malah sepertinya semakin mungkin untuk menaikkan suku bunga acuan. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate naik 25 basis poin (bps) ke 2,5-2,75% pada akhir 2019 adalah 11%. Perlahan tapi pasti, probabilitas kenaikan suku bunga acuan semakin meningkat.
Salah satu pemicunya adalah potensi damai dagang AS-China. Saat AS-China sudah berdamai, tidak lagi saling hambat, maka ekspor dan investasi Negeri Paman Sam akan lebih baik. Ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi AS bakal lebih tinggi.
Saat ekonomi Negeri Adidaya melaju lebih kencang, maka The Fed akan campur tangan agar tidak terjadi overheating. Kenaikan suku bunga acuan kemungkinan kembali dieksekusi untuk mengendalikan laju pertumbuhan ekonomi AS.
Melawan The Fed yang kemungkinan masih akan menaikkan suku bunga acuan (meski tidak dalam waktu dekat), rupiah tentu kesulitan melawan dolar AS. Greenback lebih bisa menghasilkan keuntungan karena ada kenaikan Federal Funds Rate.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular