AS-China Tegang Lagi, Rupiah Lemas di Kurs Tengah BI dan Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 March 2019 10:43
AS-China Tegang Lagi, Rupiah Lemas di Kurs Tengah BI dan Spot
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah di kurs tengah Bank Indonesiaa (BI). Seperti halnya di pasar spot, dolar AS juga sudah menembus level Rp 14.100. 

Pada Jumat (1/3/2019), kurs tengah BI atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.111. Rupiah melemah 0,35% dan menyentuh titik terlemah sejak 19 Februari. 

Dengan depresiasi ini, rupiah telah melemah 3 hari beruntun di kurs tengah BI. Dalam 3 hari ini, rupiah melemah 0,86%. 



Sementara di pasar spot, rupiah juga tidak berdaya di hadapan dolar AS. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.115. Rupiah melemah 0,39% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Mata uang Tanah Air memang sudah melemah sejak pembukaan pasar, tetapi seiring perjalanan depresiasinya tambah parah. Rupiah pun menyentuh posisi terlemah sejak 15 Februari. 


Di level Asia, rupiah pun nelangsa. Depresiasi 0,39% membawa rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia. Dalam urusan melemah terhadap dolar AS, rupiah juaranya. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:15 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Faktor eksternal sepertinya menjadi penyebab utama pelemahan rupiah. Banyak sentimen negatif beredar sehingga rupiah dan sejumlah mata uang Asia terjebak di zona merah. 

Selepas dialog di Beijing dan Washington, hubungan AS-China bukannya membaik malah agak tegang. Presiden AS Donald Trump menegaskan dirinya siap membatalkan perundingan dagang dengan China jika hasilnya tidak memuaskan. 

"Saya selalu siap untuk keluar. Saya tidak pernah takut untuk keluar dari kesepakatan, termasuk dengan China," tegasnya, dikutip dari Reuters. 

Kemudian, China memprotes keras keputusan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang subsidi beras dan gandum. Pihak penggugatnya siapa lagi kalau bukan AS. Menurut AS, China terlalu banyak memberi subsidi kepada para petaninya.

"China memberikan dukungan yang terlalu eksesif sehingga membatasi peluang bagi petani AS untuk mengekspor produk ke negara tersebut. Kami berharap China segera mematuhi ketentuan WTO," tegas Robert Lighthizer, Kepala Perwakilan Dagang AS, mengutip Reuters. 

Kementerian Perdagangan China dalam pernyataan tertulis, seperti dikutip dari Reuters, menyatakan program subsidi pertanian dilakukan dalam koridor yang diperkenankan oleh WTO. Subsidi di sektor pertanian, menurut China, juga sebuah praktik yang lumrah di berbagai negara. Oleh karena itu, China menyesalkan keputusan WTO yang memenangkan gugatan AS. 

Hubungan AS-China yang kembali tegang menyebabkan pelaku pasar khawatir. Jangan-jangan damai dagang yang selama ini diidamkan bisa buyar. Ini tentu menjadi sebuah risiko besar bagi perekonomian global, risiko perlambatan menjadi semakin nyata. 


Selain itu, investor juga mengkhawatirkan perkembangan hubungan AS-Korea Utara. Pembicaraan Trump dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Vietnam berakhir 'kentang', tidak ada kesepakatan. 

Trump menilai Korea Selatan hanya berkomitmen melakukan denuklirisasi sebagian. Namun Pyongyang berkeras bahwa dalam situasi saat ini, tawaran yang mereka berikan sudah maksimal. 

"Berdasarkan tingkat kepercayaan yang kini hadir di antara kedua negara, ini adalah upaya denuklirisasi maksimal yang bisa kami berikan. Sulit untuk berpikir ada yang lebih baik dari tawaran kami," tegas Ri, mengutip Reuters.

 Tingginya risiko ini membuat pelaku pasar masih cenderung bermain aman. Rupiah pun tertekan dan menjadi mata uang terlemah di Asia.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular