
Deflasi Lebih Dalam dari Ekspektasi, IHSG Bergerak Menguat
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 March 2019 09:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat 0,39%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus memperlebar penguatan pada perdagangan awal Maret ini (1/3/2019). Pada pukul 9:35 WIB, IHSG menguat 0,42% ke level 6.470,35.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan menguat: indeks Nikkei naik 0,84%, indeks Hang Seng naik 0,29%, dan indeks Straits Times naik 0,19%.
Pertumbuhan ekonomi AS yang mampu mengalahkan ekspektasi membuat bursa saham Benua Kuning dilirik investor. Kemarin (28/2/2018), pembacaan awal untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal-IV 2018 diumumkan di level 2,6% (QoQ annualized), jauh lebih tinggi dibandingkan konsensus yang sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.
Rilis data tersebut memberikan kelegaan bagi investor. Pasalnya, data tersebut menunjukkan bahwa dampak dari perang dagang dengan China terhadap perekonomian AS tak separah seperti yang diproyeksikan para ekonom.
Dari kawasan regional, rilis data ekonomi yang ada juga mendukung. Pada pagi hari ini, Manufacturing PMI China periode Februari 2019 versi Caixin diumumkan di level 49,9.
Sejatinya, angka di bawah 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur mengawali kontraksi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun, kontraksi yang terjadi tak sedalam ekspektasi. Melansir Trading Economics, konsensus untuk data tersebut berada di level 48,5.
Dari dalam negeri, deflasi yang lebih dalam dari ekspektasi menjadi katalis positif bagi IHSG. Beberapa saat yang lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pada bulan Februari terjadi deflasi sebesar 0,08% MoM, lebih dalam dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yakni deflasi sebesar 0,05% MoM. Sementara itu, tingkat inflasi secara tahunan diumumkan di level 2,57%.
Penurunan harga bahan makanan yang mencapai 1,11% MoM menjadi faktor kunci dari turunnya tingkat harga secara umum pada bulan lalu.
Dengan tingkat harga bahan makanan yang rendah, daya beli masyarakat diharapkan berada dalam level yang tinggi sehingga instrumen berisiko seperti saham tentu menjadi menarik.
Di sisi lain, pelaku pasar saham Indonesia patut mewaspadai tekanan jual yang bisa datang seiring dengan hasil pertemuan tingkat tinggi antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Vietnam. Pertemuan yang digelar pada tanggal 27 dan 28 Februari tersebut berakhir tanpa adanya kesepakatan apapun.
Padahal, Gedung Putih sebelumnya melaporkan bahwa Trump dan KIm akan menghadiri penandatangan perjanjian bersama kemarin sore waktu setempat.
Dari konferensi pers Trump yang digelar di hotel tempatnya menginap yakni JW Marriott, diketahui bahwa Korea Utara hanya bersedia untuk melakukan denuklirisasi di beberapa area yang dianggap tak begitu signifikan oleh AS. Sebagai gantinya, Korea Utara meminta seluruh sanksi yang telah dibebankan oleh AS untuk dicabut, sebuah hal yang tak bisa dipenuhi AS.
“Terkadang Anda harus meninggalkannya, dan ini hanyalah salah satu dari waktu tersebut. Ada sebuah perbedaan [dengan Korea Utara],” kata Trump dalam konferensi persnya, Kamis (28/2/2019).
Dari pihak Korea Utara, Menteri Luar Negeri Ri Yong Ho menyatakan sebenarnya Pyongyang hanya ingin pencabutan sebagian sanksi, terutama yang terkait dengan kehidupan masyarakat dan tidak terkait dengan sanksi militer. Untuk itu, Korea Utara bersedia melucuti fasilitas pengembangan nuklir di Yongbyon, termasuk unit pengembangan plutonium dan uranium.
"Mungkin kita tidak akan mendapat kesempatan seperti ini lagi. Padahal kita butuh langkah awal menuju denuklirisasi yang sepenuhnya. Posisi kami tidak akan berubah, bahkan jika AS kembali mengajak ke meja perundingan, posisi kami tidak akan berubah," papar Ri.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Deflasi Februari 2019 Karena Pertamina Turunkan Harga BBM?
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan menguat: indeks Nikkei naik 0,84%, indeks Hang Seng naik 0,29%, dan indeks Straits Times naik 0,19%.
Pertumbuhan ekonomi AS yang mampu mengalahkan ekspektasi membuat bursa saham Benua Kuning dilirik investor. Kemarin (28/2/2018), pembacaan awal untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal-IV 2018 diumumkan di level 2,6% (QoQ annualized), jauh lebih tinggi dibandingkan konsensus yang sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.
Dari kawasan regional, rilis data ekonomi yang ada juga mendukung. Pada pagi hari ini, Manufacturing PMI China periode Februari 2019 versi Caixin diumumkan di level 49,9.
Sejatinya, angka di bawah 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur mengawali kontraksi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun, kontraksi yang terjadi tak sedalam ekspektasi. Melansir Trading Economics, konsensus untuk data tersebut berada di level 48,5.
Dari dalam negeri, deflasi yang lebih dalam dari ekspektasi menjadi katalis positif bagi IHSG. Beberapa saat yang lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pada bulan Februari terjadi deflasi sebesar 0,08% MoM, lebih dalam dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yakni deflasi sebesar 0,05% MoM. Sementara itu, tingkat inflasi secara tahunan diumumkan di level 2,57%.
Penurunan harga bahan makanan yang mencapai 1,11% MoM menjadi faktor kunci dari turunnya tingkat harga secara umum pada bulan lalu.
Dengan tingkat harga bahan makanan yang rendah, daya beli masyarakat diharapkan berada dalam level yang tinggi sehingga instrumen berisiko seperti saham tentu menjadi menarik.
Di sisi lain, pelaku pasar saham Indonesia patut mewaspadai tekanan jual yang bisa datang seiring dengan hasil pertemuan tingkat tinggi antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Vietnam. Pertemuan yang digelar pada tanggal 27 dan 28 Februari tersebut berakhir tanpa adanya kesepakatan apapun.
Padahal, Gedung Putih sebelumnya melaporkan bahwa Trump dan KIm akan menghadiri penandatangan perjanjian bersama kemarin sore waktu setempat.
Dari konferensi pers Trump yang digelar di hotel tempatnya menginap yakni JW Marriott, diketahui bahwa Korea Utara hanya bersedia untuk melakukan denuklirisasi di beberapa area yang dianggap tak begitu signifikan oleh AS. Sebagai gantinya, Korea Utara meminta seluruh sanksi yang telah dibebankan oleh AS untuk dicabut, sebuah hal yang tak bisa dipenuhi AS.
“Terkadang Anda harus meninggalkannya, dan ini hanyalah salah satu dari waktu tersebut. Ada sebuah perbedaan [dengan Korea Utara],” kata Trump dalam konferensi persnya, Kamis (28/2/2019).
Dari pihak Korea Utara, Menteri Luar Negeri Ri Yong Ho menyatakan sebenarnya Pyongyang hanya ingin pencabutan sebagian sanksi, terutama yang terkait dengan kehidupan masyarakat dan tidak terkait dengan sanksi militer. Untuk itu, Korea Utara bersedia melucuti fasilitas pengembangan nuklir di Yongbyon, termasuk unit pengembangan plutonium dan uranium.
"Mungkin kita tidak akan mendapat kesempatan seperti ini lagi. Padahal kita butuh langkah awal menuju denuklirisasi yang sepenuhnya. Posisi kami tidak akan berubah, bahkan jika AS kembali mengajak ke meja perundingan, posisi kami tidak akan berubah," papar Ri.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Deflasi Februari 2019 Karena Pertamina Turunkan Harga BBM?
Most Popular