Dolar AS Lebih Seksi, Rupiah Jadi Paling Buruk di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 February 2019 08:57
Dolar AS Lebih Seksi, Rupiah Jadi Paling Buruk di Asia
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka flat di level Rp 14.025/dolar AS, rupiah kini melemah 0,25% di pasar spot ke level Rp 14.060/dolar AS. Pergerakan rupiah sejati-nya senada dengan mayoritas mata uang negara-negara kawasan Asia yang juga keok melawan dolar AS. Namun, pelemahan rupiah menjadi yang terdalam.



Damai dagang AS-China yang belum pasti membuat pelaku pasar memilih untuk memeluk dolar AS sebagai safe haven. Dalam beberapa hari terakhir, optimisme pelaku pasar atas damai dagang AS-China membuncah lantaran Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk memperpanjang periode gencatan senjata bidang perdagangan dengan China.

Sejatinya jika periode gencatan senjata tak diperpanjang, bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) mulai tanggal 2 Maret.

Namun, optimisme pelaku pasar kini memudar, menyusul pernyataan dari Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer yang merupakan tokoh kunci dari negosiasi dagang AS-China. Berbicara di hadapan House Ways and Means Committee, Lighthizer menyatakan bahwa sebuah negosiasi tidak akan begitu saja mengubah hubungan dagang AS-China.

"Kenyataannya adalah ini menjadi tantangan yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Saya tidak cukup bodoh untuk percaya satu negosiasi bisa mengubahnya," kata Lighthizer, mengutip Reuters.

Apabila AS-China sampai batal mencapai kesepakatan damai dagang, lanjut Lighthizer, maka dirinya tidak akan segan untuk kembali menaikkan bea masuk. Sebab bea masuk adalah satu-satunya alat untuk menekan China agar melakukan reformasi struktural.

"Jika ada ketidaksepakatan, maka AS akan bertindak proporsional," tegasnya.
Di sisi lain, data-data ekonomi di AS sejatinya tak menguntungkan bagi greenback. Kemarin (27/2/2019), pemesanan produk-produk manufaktur periode Desember 2018 diumumkan hanya naik tipis 0,1% MoM, jauh di bawah konsensus yang memperkirakan pertumbuhan hingga 1,5% MoM, seperti dilansir dari Trading Economics.

Sebelumnya pada hari Selasa (26/2/2019), angka pembangunan hunian baru periode Desember 2018 diumumkan sejumlah 1,08 juta unit saja (annualized), di bawah konsensus yang sejumlah 1,25 juta unit, seperti dilansir dari Forex Factory.

Lemahnya data-data ekonomi tersebut berpotensi memaksa The Federal Reserve untuk terus menahan suku bunga acuan di tingkat yang rendah.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 27 Februari 2019, kemungkinan bahwa The Fed tak akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini mencapai 81,1%.

Namun sayang, gencarnya pelaku pasar dalam memburu instrumen safe haven membuat rupiah harus pasrah menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di kawasan Asia.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular