Susah Beranjak dari Level 6.500, Sudah Mahalkah Valuasi IHSG?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 February 2019 15:12
Susah Beranjak dari Level 6.500, Sudah Mahalkah Valuasi IHSG?
Foto: Oppo Stock In Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat jelas kesulitan untuk membukukan penguatan yang signifikan kala sudah berada di atas level 6.500. Sepanjang tahun ini, beberapa kali IHSG ditutup di atas level 6.500. Namun setelahnya, ruang penguatan IHSG cenderung terbatas.

Hal tersebut kembali dibuktikan pada hari ini. Per akhir sesi 1, IHSG justru melemah 0,19% ke level 6.528,42. Padahal di sisi lain, seluruh bursa saham utama kawasan Asia justru ditransaksikan menguat: indeks Nikkei naik 0,49%, indeks Shanghai naik 0,79%, indeks Hang Seng naik 0,48%, indeks Straits Times naik 0,54%, dan indeks Kospi naik 0,21%.

Lantas, patut dicurigai bahwa valuasi dari IHSG sudah mahal sehingga ruang penguatannya menjadi terbatas. Indikator yang lazim digunakan untuk mengukur valuasi dari sebuah indeks saham adalah Price-Earnings Ratio (P/E Ratio).

P/E Ratio yang tinggi menunjukkan mahalnya valuasi atas sebuah indeks saham, sementara P/E Ratio yang rendah menunjukkan murahnya valuasi atas sebuah indeks saham.

Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, terutama yang masuk dalam kategori negara berkembang, ternyata valuasi IHSG masih terbilang murah.

Melansir data Refinitiv, P/E Ratio IHSG adalah sebesar 16,18x, lebih rendah dibandingkan indeks Sensex (21,81x), PSEi (20,42x), dan KLCI (17,61x). Sementara itu, P/E Ratio IHSG lebih tinggi dari 5 indeks saham yakni SET, Shanghai, Kospi, Straits Times, dan Hang Seng.



Level Psikologis
Di dalam dunia pasar keuangan, level psikologis merupakan sebuah level harga atau indeks yang bulat (mudah diingat) dan seringkali mempengaruhi pergerakan indeks atau harga instrumen secara signifikan.

Level psikologis biasanya akan sulit ditembus dan jika sudah ditembus pun, besar kemungkinan tekanan jual akan melanda karena pelaku pasar banyak yang memasang order jual di kisaran level tersebut.

Bagi IHSG, level 6.500 sejauh ini terbukti menjadi level psikologis yang benar-benar kuat. Kala sudah menembus level ini, penguatan IHSG langsung menjadi terbatas. Dibutuhkan katalis yang benar-benar kuat supaya IHSG bisa loncat ke level 6.600. Tapi tenang, walaupun saat ini sedang terseok-seok, IHSG masih mempunyai peluang yang besar untuk terus tancap gas di sisa tahun ini. Perlu diketahui, sepanjang tahun ini (hingga penutupan perdagangan kemarin, 26/2/2019), IHSG telah membukukan penguatan sebesar 5,59%.

Kehadiran tahun politik seharusnya membawa optimisme bagi pelaku pasar saham tanah air. Bagaimana tidak, ternyata performa IHSG selalu kinclong saat perhelatan pesta politik digelar. Dalam 3 pemilihan presiden terakhir (2004, 2009, dan 2014), IHSG membukukan imbal hasil yang sangat-sangat impresif.

Pada tahun 2004, IHSG melejit hingga 44,6%. Kala itu, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Muhammad Jusuf Kalla memenangkan pertarungan melawan Megawati Soekarnoputri- Hasyim Muzadi.

Pada tahun 2009, IHSG meroket hingga 87%. Pada pertarungan tahun 2009, SBY berhasil mempertahankan posisi RI-1, namun dengan wakil yang berbeda. Ia didampingi oleh Boediono yang sebelumnya menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI). SBY-Boediono berhasil mengalahkan 2 pasangan calon yakni Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Beralih ke tahun 2014, mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berhasil menempati tahta kepemimpinan tertinggi di Indonesia dengan menggandeng Jusuf Kalla sebagai wakilnya. Pada saat itu, IHSG melejit 22,3%.

Mengingat penguatan IHSG sepanjang tahun ini yang ‘baru’ mencapai 5,59%, tentu potensi upside dari IHSG menjadi masih besar.

Kini, mari berharap supaya AS dan China bisa segera menyegel kesepakatan dagang yang akan menghapuskan seluruh bea masuk yang telah dibebankan oleh masing-masing negara. Lebih lanjut, investor sudah selayaknya berharap bahwa Presiden AS Donald Trump bisa mencapai kesepakatan dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un terkait dengan denuklirisasi.

Sebagai informasi, kedua pimpinan negara dijadwalkan bertemu selama 2 hari di Vietnam, dimulai hari ini. Pasca keduanya melakukan pertemuan di Singapura pada tahun lalu, hubungan antara AS dan Korea Utara bisa dibilang pasang-surut. Korea Utara beberapa kali mengeluarkan pernyataan keras, menolak melakukan denuklirisasi tanpa adanya kompensasi apapun dari pihak AS.

Ribut-ribut AS-Korea Utara seringkali membuat bursa saham dunia terkoreksi. Sejauh ini, perang dagang dengan China terbukti sudah membuat laju perekonomian AS melambat. Jika berbicara mengenai perang senjata nuklir dengan Korea Utara, dipastikan dampaknya akan lebih parah.

Jika kini masalah denuklirisasi bisa dituntaskan dengan baik, ditambah dengan kesepakatan dagang AS-China (jika ada), rasanya mudah bagi IHSG untuk membukukan penguatan sebesar 2-digit pada tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Valuasi 10 Saham Ini Murah, Harganya di Bawah Rp 300/Saham!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular