
Pasar SUN Hijau, Lelang Laku Rp 22 T, Permintaan Cetak Rekor
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
26 February 2019 21:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menerbitkan surat utang negara (SUN) senilai Rp 22 triliun dalam lelang rutin hari ini, di tengah positifnya pergerakan pasar obligasi yang berbalik menguat pada akhir perdagangan.
Nilai penerbitan itu terbilang konservatif karena masih di dalam rentang target indikatif yang ditetapkan pemerintah sebelum lelang yaitu Rp 15 triliun-Rp 30 triliun, meskipun dalam lelang kali ini permintaan peserta lelang mencatatkan nilai tertinggi sepanjang sejarah, yaitu Rp 93,93 triliun.
Angka itu melebihi rekor tertinggi sebelumnya pada lelang 8 Januari tahun lalu senilai Rp 83 triliun.
Lelang tersebut terjadi di tengah-tengah positifnya pasar sekunder yang masih terpengaruh kuatnya sentimen optimis pasar global karena perkembangan damai dagang China-Amerika Serikat.
"Pengaruhnya lebih karena pengaruh global. Perundingan damai dagang (trade talks) menunjukkan perkembangan yang baik," ujar Enry Danil, Head of Fixed Income PT Syailendra Capital sore ini.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0078 bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 6,9 basis poin (bps) menjadi 7,82%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Tiga seri acuan lain juga kompak menguat dengan penurunan yield yang lebih kecil daripada FR0078.
Sumber: Refinitiv
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat.
Indeks tersebut naik 0,44 poin (0,18%) menjadi 241,98 dari posisi kemarin 241,53.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 517 bps, menyempit dari posisi kemarin 523 bps.
Besaran ini masih terbilang lebar, karena masih di atas 500 bps sehingga investor global dapat lebih meminati obligasi pemerintah Indonesia.
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,65% dari posisi kemarin 2,66%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 2 tahun-5 tahun dan 3 tahun-5 tahun.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjaid kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Kemarin, nilai kepemilikan investor asing kembali capai rekor tertinggi sepanjang masa yaitu Rp 932,83 triliun SBN, atau 37,84% dari total beredar Rp 2.464 triliun berdasarkan data per 25 Februari.
Nilai tersebut melampaui rekor sebelumnya yang tercipta pada 18 Februari senilai Rp 931,83 triliun.
Angka kepemilikan asing yang mencetak rekor itu masih positif Rp 39,59 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan SUN hari ini seiring dengan naiknya pasar saham menjelang penutupan dan penguatan rupiah yang terjadi sejak pagi hari.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di India, Filipina, Thailand, Turki, dan Afsel.
Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar US Treasury di AS.
Hal tersebut menunjukkan pelaku pasar masih menyasar bursa saham yang lebih berisiko serta pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/roy) Next Article 7 Hari 7 Malam, Obligasi RI Unjuk Kekuatan
Nilai penerbitan itu terbilang konservatif karena masih di dalam rentang target indikatif yang ditetapkan pemerintah sebelum lelang yaitu Rp 15 triliun-Rp 30 triliun, meskipun dalam lelang kali ini permintaan peserta lelang mencatatkan nilai tertinggi sepanjang sejarah, yaitu Rp 93,93 triliun.
Angka itu melebihi rekor tertinggi sebelumnya pada lelang 8 Januari tahun lalu senilai Rp 83 triliun.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0078 bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 6,9 basis poin (bps) menjadi 7,82%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Tiga seri acuan lain juga kompak menguat dengan penurunan yield yang lebih kecil daripada FR0078.
Yield Obligasi Negara Acuan 26 Feb 2019 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 25 Feb 2019 (%) | Yield 26 Feb 2019 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 26 Feb'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.711 | 7.666 | -4.50 | 7.5902 |
FR0078 | 10 tahun | 7.898 | 7.829 | -6.90 | 7.7972 |
FR0068 | 15 tahun | 8.219 | 8.181 | -3.80 | 8.1269 |
FR0079 | 20 tahun | 8.308 | 8.287 | -2.10 | 8.2526 |
Avg movement | -4.33 |
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat.
Indeks tersebut naik 0,44 poin (0,18%) menjadi 241,98 dari posisi kemarin 241,53.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 517 bps, menyempit dari posisi kemarin 523 bps.
Besaran ini masih terbilang lebar, karena masih di atas 500 bps sehingga investor global dapat lebih meminati obligasi pemerintah Indonesia.
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,65% dari posisi kemarin 2,66%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 2 tahun-5 tahun dan 3 tahun-5 tahun.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjaid kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 26 Feb 2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 25 Feb 2019 (%) | Yield 26 Feb 2019 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.44 | 2.459 | 3 bulan-5 tahun | -0.5 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.5 | 2.498 | 2 tahun-5 tahun | 3.4 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.464 | 2.47 | 3 tahun-5 tahun | 0.6 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.474 | 2.464 | 3 bulan-10 tahun | -19.8 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.655 | 2.657 | 2 tahun-10 tahun | -15.9 |
Kemarin, nilai kepemilikan investor asing kembali capai rekor tertinggi sepanjang masa yaitu Rp 932,83 triliun SBN, atau 37,84% dari total beredar Rp 2.464 triliun berdasarkan data per 25 Februari.
Nilai tersebut melampaui rekor sebelumnya yang tercipta pada 18 Februari senilai Rp 931,83 triliun.
Angka kepemilikan asing yang mencetak rekor itu masih positif Rp 39,59 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan SUN hari ini seiring dengan naiknya pasar saham menjelang penutupan dan penguatan rupiah yang terjadi sejak pagi hari.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di India, Filipina, Thailand, Turki, dan Afsel.
Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar US Treasury di AS.
Hal tersebut menunjukkan pelaku pasar masih menyasar bursa saham yang lebih berisiko serta pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 25 Feb 2019 (%) | Yield 26 Feb 2019 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.93 | 8.99 | 6.00 |
China | 3.178 | 3.21 | 3.20 |
Jerman | 0.103 | 0.113 | 1.00 |
Perancis | 0.526 | 0.527 | 0.10 |
Inggris | 1.175 | 1.209 | 3.40 |
India | 7.605 | 7.587 | -1.80 |
Italia | 2.765 | 2.743 | -2.20 |
Jepang | -0.034 | -0.026 | 0.80 |
Malaysia | 3.893 | 3.898 | 0.50 |
Filipina | 6.333 | 6.332 | -0.10 |
Rusia | 8.38 | 8.43 | 5.00 |
Singapura | 2.17 | 2.177 | 0.70 |
Thailand | 2.505 | 2.495 | -1.00 |
Turki | 14.59 | 14.56 | -3.00 |
Amerika Serikat | 2.673 | 2.655 | -1.80 |
Afrika Selatan | 8.695 | 8.68 | -1.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/roy) Next Article 7 Hari 7 Malam, Obligasi RI Unjuk Kekuatan
Most Popular