Di Era Tol Laut, Emiten Kapal Berpeluang Cetak "Keajaiban"

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
25 February 2019 21:30
Cuan di Bisnis Pengangkutan Batu Bara & Migas
Foto: Detikcom
Dari sisi nilai, PSSI yang fokus melayani sektor batu bara, menjadi emiten pelayaran dengan laba bersih terbesar per September 2018, senilai US$12 juta (Rp 167,8 miliar). Batu bara saat ini menjadi komoditas utama nasional dengan menyumbang devisa US$400 miliar.

Perusahaan kapal migas milik Tommy Soeharto, PT Humpuss Intermoda Tbk (HITS), menyusul dengan nilai US$10,2 juta. Dari situ, terlihat bahwa emiten pelayaran nasional yang menguasai pasar pengangkutan energi fosil (batu bara, minyak bumi, dan gas) mendapatkan berkah.

Menurut data Dewan Energi Nasional (DEN), minyak bumi menjadi penyumbang utama konsumsi energi nasional dengan porsi 46%, diikuti oleh batu bara (26%), serta gas (23%). Tidak heran kedua emiten pelayaran paling menguntungkan itu terfokus di kedua sektor tersebut.

Di sisi sebaliknya, PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (APOL) menjadi emiten pelayaran berkinerja terburuk dengan rugi bersih US$16,2 juta (per September 2018). Emiten pelayaran milik grup Indika PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) di posisi terburuk kedua dengan rugi bersih US$10,4 juta.

Sebenarnya, Arpeni dan Mitrabahtera juga melayani pengangkutan laut untuk sektor energi di samping komoditas lainnya. Hanya saja, kinerja Arpeni terseret utang sehingga harus membayar bunga utang hingga US$0,6 juta, atau naik dua kali lipat dari kewajiban per September 2017 senilai US$0,3 juta.

Sementara itu, Mitrabahtera menanggung beban pokok penjualan US$49,7 juta (September 2018), atau nyaris menelan pendapatan konsolidasinya di kisaran US$51,8 juta. Sialnya, penghasilan lain-lain yang sempat diraih pada September 2017 justu berbalik menjadi beban lain-lain US$1,9 juta.

Bersama BLTA, saham APOL saat ini disuspensi perdagangannya terkait persoalan pembayaran utang. Satu emiten emiten pelayaran lainnya juga mengalami suspensi perdagangan, yakni PT Transcoal Pacific Tbk (TCPI) tetapi lebih karena lonjakan harga yang terjadi secara irasional.

Bagaimana dengan prospek emiten pelayaran tahun 2019? Mengutip Direktur Pelaksana PT Samudera Indonesia Tbk Bani Maulana Mulia, kita harus memperhatikan faktor bahan bakar yang menjadi faktor paling memengaruhi kinerja emiten pelayaran—yang mayoritas digerakkan dengan BBM.

“Kenaikan harga minyak menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kinerja kami. Namun saya percaya banyak pelaku bisnis yang menunda [jelang pilpres] rencana bisnisnya, sehingga tahun ini kita bakal banyak merealisasikan yang semula tertunda itu,” ujarnya.

Mengingat harga minyak dunia yakni Brent terpangkas 35% pada kuartal IV-2018, ke US$53,8 per barel, maka besar kemungkinan 24 emiten pelayaran di atas akan mendapatkan energi positif tambahan sehingga meraup akumulasi laba bersih fantastis di kisaran US$60 juta.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/ags)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular