
Andai Rupiah Adalah Romawi, Maka Yuan Adalah Galia

Pada Senin (25/2/2019), rupiah perkasa di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Pada pukul 14:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.010 di mana rupiah menguat 0,32% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah agak berkurang. Pada pukul 14:15 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.015 di mana penguatan rupiah menjadi 0,28%.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 14:16 WIB:
Keperkasaan rupiah tidak berhenti di hadapan dolar AS. Satu lawan satu melawan mata uang utama Asia, rupiah pun berjaya.
Namun, lagi-lagi rupiah harus menerima kenyataan terjegal oleh yuan. Ya, rupiah menguat terhadap seluruh mata uang utama Asia kecuali yuan. Sepertinya yuan ibarat Galia yang sulit ditaklukkan oleh Kekaisaran Romawi di komik Asterix.
Berikut nilai tukar mata utama Asia terhadap rupiah pada pukul 14:19 WIB:
Asia (kecuali China) berhasil ditundukkan oleh rupiah. Bagaimana dengan Eropa?
Rupiah ternyata juga digdaya terhadap mata uang utama Benua Biru. Pada pukul 14:21 WIB, rupiah menguat 0,03% terhadap euro, 0,25% terhadap poundsterling Inggris, dan 0,2% terhadap franc Swiss.
Sementara di Amerika Latin, rupiah juga ternyata mampu menunjukkan taringnya. Pada pukul 14:25 WIB, rupiah menguat masing-masing 0,32% terhadap real Brasil dan peso Argentina.
Oleh karena itu, bisa dibilang hari ini semestinya rupiah berpesta karena bisa menguat di hadapan dolar AS, mata uang utama Asia, Eropa, sampai Amerika Selatan. Namun hanya gara-gara yuan, rasanya ada yang mengganjal.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Mengapa yuan begitu digdaya hari ini? Jawabannya adalah aura damai dagang AS-China yang semakin terasa.
Presiden AS Donald Trump menyatakan dirinya akan memperpanjang masa ‘gencatan senjata’ dengan China yang sedianya berakhir pada 1 Maret. Artinya, AS tidak akan menaikkan bea masuk untuk importasi produk-produk made in China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%.
Tidak hanya itu, Trump juga akan mengundang Presiden China Xi Jinping ke resor golf miliknya di Florida untuk finalisasi dan pengesahan perjanjian kesepakatan dagang AS-China. Jika perjanjian ini sudah diteken, maka perang dagang AS-China bisa dikatakan resmi berakhir.
Bagi China, damai dagang dengan AS bisa menjadi ‘dewa penyelamat’ untuk menopang perekonomian Negeri Tirai Bambu. Ketika aktivitas perdagangan dan investasi dengan Negeri Paman Sam tidak lagi ada hambatan, maka perlambatan ekonomi China tidak akan terlalu drastis. Tidak akan terjadi hard landing.
AS memang penting bagi China. Menurut cacatan Komisi Perdagangan Perserikatan Bangsa-bangsa (UN COMTRADE), ekspor China ke AS pada 2017 mencapai US$ 430,33 miliar atau 19% dari total ekspor Negeri Panda. AS menduduki peringkat teratas di daftar negara mitra dagang China.
Kala perdagangan dengan AS kembali lancar, tidak hanya ekspor yang bergeliat. Logistik, produksi industri, penciptaan lapangan kerja, dan sebagainya akan kembali bergairah. Mesin perekonomian China secara keseluruhan akan bergerak lebih baik.
Jadi, tidak heran China adalah pihak yang paling diuntungkan kala terjadi damai dagang. Ada asa pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, dan itu diapresiasi oleh pelaku pasar.
Arus modal mengalir deras ke pasar keuangan China. Pada pukul 14:39 WIB, indeks Shanghai Composite meroket 5,6%. Bursa saham Asia lainnya juga menguat, tetapi indeks Shanghai jauh meninggalkan yang lainnya.
Ditopang arus modal yang begitu deras, yuan pun menguat cukup tajam. Yuan menjadi kerikil yang membuat rupiah gagal menguasai dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Kian Perkasa, Begini Analisis Penguatannya
