
AS-China Kian Mesra, IHSG Awali Pekan dengan Senyuman
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 February 2019 09:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali pekan ini dengan senyuman. Pada pembukaan perdagangan hari ini, Senin (25/2/2019), IHSG menguat 0,32% ke level 6.522,31. Pada pukul 9:36 WIB, penguatan IHSG menipis menjadi 0,17% ke level 6.512,1.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan menguat: indeks Nikkei naik 0,56%, indeks Shanghai naik 2,44%, indeks Hang Seng naik 0,39%, dan indeks Kospi naik 0,03%.
Hubungan AS-China di bidang perdagangan yang kian mesra membuat pelaku pasar berani mengoleksi instrumen berisiko seperti saham.
Pada Minggu (24/2/2019) malam waktu AS atau Senin pagi waktu Indonesia, Presiden AS Donald Trump mengumumkan perpanjangan periode gencatan senjata antara AS dan China di bidang perdagangan. Namun, ia tidak menyebutkan tenggat waktu baru untuk perundingan dagang kedua negara.
"Saya senang melaporkan bahwa AS telah membuat kemajuan berarti dalam pembicaraan dagang kami dengan China terkait beberapa isu struktural penting, termasuk perlindungan kekayaan intelektual, transfer teknologi, pertanian, jasa, mata uang dan banyak isu lainnya," tulis Trump melalui akun Twitter-nya, @realDonaldTrump.
"Sebagai hasil dari pembicaraan yang sangat produktif ini, saya akan menunda kenaikan bea impor AS yang dijadwalkan pada 1 Maret. Dengan mengasumsikan kedua belah pihak membuat kemajuan tambahan, kami akan merencanakan pertemuan tingkat tinggi bagi Presiden Xi dan saya di Mar-a-Lago untuk merampungkan perjanjian. Akhir pekan yang sangat baik untuk AS dan China!" tambahnya.
Sejatinya jika periode gencatan senjata tak diperpanjang, bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% dari yang saat ini 10% mulai tanggal 2 Maret.
Sebagai informasi, sepanjang pekan lalu AS dan China menggelar negosiasi dagang di Washington. Negosiasi ini merupakan tindak lanjut dari negosiasi pada pekan sebelumnya yang digelar di Beijing.
Pada hari Selasa hingga Rabu, negosiasi yang digelar adalah di tingkat wakil menteri. Sementara pada hari Kamis dan Jumat, negosiasi tingkat menteri digelar, melibatkan 2 tokoh penting yakni Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Wakil Perdana Menteri China Liu He. Saking seriusnya, kedua negara memutuskan untuk memperpanjang negosiasi hingga hari Minggu.
Dengan adanya perpanjangan periode gencatan senjata, maka kesepakatan dagang yang akan menghapuskan seluruh bea masuk yang selama ini dibebankan menjadi kian mungkin untuk dicapai. Nilai tukar rupiah yang ikut merespons positif kabar perpanjangan periode gencatan senjata AS-China menambah optimisme pelaku pasar untuk mengoleksi saham-saham di dalam negeri. Hingga berita ini diturunkan, rupiah menguat 0,39% di pasar spot ke level Rp 14.000/dolar AS. Sedikit lagi, rupiah akan menyentuh level Rp 13.900-an.
Selain karena damai dagang AS-China, kinerja rupiah terbantu oleh komentar dovish [bernada kalem] dari pejabat The Federal Reserve, bank sentral AS. Kini, sejumlah pejabat The Fed mulai mencemaskan angka inflasi yang relatif rendah, pertanda ekonomi sedang kurang bergairah.
"Angka pengangguran turun ke level terendah dalam hampir 50 tahun, tetapi inflasi jarang menyentuh target 2%. Kita harus waspada dengan ekspektasi inflasi, jangan sampai terlalu rendah," tegas Presiden The Fed New York John Williams, seperti dikutip dari Reuters.
"Inflasi sudah cukup lama berada di bawah target. Jangan terlalu cepat puas," tambah Presiden The Fed San Francisco Mary Daly, mengutip Reuters.
Pernyataan Williams dan Daly diinterpretasikan oleh pelaku pasar bahwa The Fed akan membiarkan laju inflasi agak terakselerasi. Hal ini akan dilakukan dengan menahan tingkat suku bunga acuan dalam beberapa waktu ke depan.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 24 Februari 2019, kemungkinan bahwa The Fed tak akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini mencapai 81,3%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Perang Dagang Curi Perhatian Investor, IHSG Jatuh 0,42%
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan menguat: indeks Nikkei naik 0,56%, indeks Shanghai naik 2,44%, indeks Hang Seng naik 0,39%, dan indeks Kospi naik 0,03%.
Hubungan AS-China di bidang perdagangan yang kian mesra membuat pelaku pasar berani mengoleksi instrumen berisiko seperti saham.
"Saya senang melaporkan bahwa AS telah membuat kemajuan berarti dalam pembicaraan dagang kami dengan China terkait beberapa isu struktural penting, termasuk perlindungan kekayaan intelektual, transfer teknologi, pertanian, jasa, mata uang dan banyak isu lainnya," tulis Trump melalui akun Twitter-nya, @realDonaldTrump.
"Sebagai hasil dari pembicaraan yang sangat produktif ini, saya akan menunda kenaikan bea impor AS yang dijadwalkan pada 1 Maret. Dengan mengasumsikan kedua belah pihak membuat kemajuan tambahan, kami akan merencanakan pertemuan tingkat tinggi bagi Presiden Xi dan saya di Mar-a-Lago untuk merampungkan perjanjian. Akhir pekan yang sangat baik untuk AS dan China!" tambahnya.
Sejatinya jika periode gencatan senjata tak diperpanjang, bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% dari yang saat ini 10% mulai tanggal 2 Maret.
Sebagai informasi, sepanjang pekan lalu AS dan China menggelar negosiasi dagang di Washington. Negosiasi ini merupakan tindak lanjut dari negosiasi pada pekan sebelumnya yang digelar di Beijing.
Pada hari Selasa hingga Rabu, negosiasi yang digelar adalah di tingkat wakil menteri. Sementara pada hari Kamis dan Jumat, negosiasi tingkat menteri digelar, melibatkan 2 tokoh penting yakni Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Wakil Perdana Menteri China Liu He. Saking seriusnya, kedua negara memutuskan untuk memperpanjang negosiasi hingga hari Minggu.
Dengan adanya perpanjangan periode gencatan senjata, maka kesepakatan dagang yang akan menghapuskan seluruh bea masuk yang selama ini dibebankan menjadi kian mungkin untuk dicapai. Nilai tukar rupiah yang ikut merespons positif kabar perpanjangan periode gencatan senjata AS-China menambah optimisme pelaku pasar untuk mengoleksi saham-saham di dalam negeri. Hingga berita ini diturunkan, rupiah menguat 0,39% di pasar spot ke level Rp 14.000/dolar AS. Sedikit lagi, rupiah akan menyentuh level Rp 13.900-an.
Selain karena damai dagang AS-China, kinerja rupiah terbantu oleh komentar dovish [bernada kalem] dari pejabat The Federal Reserve, bank sentral AS. Kini, sejumlah pejabat The Fed mulai mencemaskan angka inflasi yang relatif rendah, pertanda ekonomi sedang kurang bergairah.
"Angka pengangguran turun ke level terendah dalam hampir 50 tahun, tetapi inflasi jarang menyentuh target 2%. Kita harus waspada dengan ekspektasi inflasi, jangan sampai terlalu rendah," tegas Presiden The Fed New York John Williams, seperti dikutip dari Reuters.
"Inflasi sudah cukup lama berada di bawah target. Jangan terlalu cepat puas," tambah Presiden The Fed San Francisco Mary Daly, mengutip Reuters.
Pernyataan Williams dan Daly diinterpretasikan oleh pelaku pasar bahwa The Fed akan membiarkan laju inflasi agak terakselerasi. Hal ini akan dilakukan dengan menahan tingkat suku bunga acuan dalam beberapa waktu ke depan.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 24 Februari 2019, kemungkinan bahwa The Fed tak akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini mencapai 81,3%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Perang Dagang Curi Perhatian Investor, IHSG Jatuh 0,42%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular