
Rupiah Menuju Penguatan 3 Hari Beruntun?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 February 2019 08:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Seiring perjalanan pasar, rupiah terus menguat dan dolar AS kian menjauh dari level Rp 14.100.
Pada Rabu (20/2/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.075 kala pembukaan pasar. Rupiah menguat 0,16% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Penguatan rupiah bahkan semakin meyakinkan. Pada pukul 08:04 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.065 di mana rupiah menguat 0,23%.
Rupiah sudah menguat dalam 2 hari perdagangan terakhir. Jika penguatan rupiah ini pagi ini bertahan hingga penutupan pasar, maka rupiah akan menguat selama 3 hari beruntun.
Pagi ini, mata uang utama Asia bergerak mixed cenderung melemah terhadap dolar AS. Selain rupiah, mata uang yang juga menguat adalah yuan China, ringgit Malaysia, dan dolar Singapura. Sementara sisanya masih berkutat di zona merah.
Dengan penguatan 0,23%, rupiah menjadi mata uang terbaik kedua di Asia. Hanya ringgit yang penguatannya lebih baik ketimbang rupiah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:09 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Rupiah berhasil memanfaatkan tekanan yang sedang dialami oleh dolar AS. Pada pukul 08:10 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) masih terkoreksi 0,04%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini sudah melemah 0,66%.
Faktor pemberat langkah dolar AS hari ini lagi-lagi datang dari komentar petinggi The Federal Reserves/The Fed. Setelah Presiden The Fed San Francisco Mary Daly, kali ini giliran Presiden The Fed New York John Williams yang melontarkan penyataan bernada kalem alias dovish.
Kepada Reuters, Williams mengatakan belum ada kebutuhan untuk menaikkan suku bunga acuan. Kecuali ada perubahan signifikan dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi Negeri Adidaya.
"Saya tidak merasa perlu adanya perubahan (suku bunga acuan). Namun akan berbeda ceritanya kalau ada proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi yang berubah," kata Williams.
Pernyataan Williams menyiratkan bahwa kemungkinan kenaikan Federal Funds Rate semakin terbatas. Investor akan mencari petunjuk soal ini dalam notulensi rapat (minutes of meeting) The Fed edisi Januari 2019 yang akan dirilis pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Jika benar The Fed terlihat semakin dovish dalam notulensi tersebut, maka probabilitas kenaikan suku bunga acuan bisa semakin kecil.
Tanpa pemanis kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik sehingga mata uang ini terkena tekanan jual. Rupiah bisa memanfaatkan situasi ini dengan kembali mencatatkan penguatan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Rabu (20/2/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.075 kala pembukaan pasar. Rupiah menguat 0,16% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Penguatan rupiah bahkan semakin meyakinkan. Pada pukul 08:04 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.065 di mana rupiah menguat 0,23%.
Rupiah sudah menguat dalam 2 hari perdagangan terakhir. Jika penguatan rupiah ini pagi ini bertahan hingga penutupan pasar, maka rupiah akan menguat selama 3 hari beruntun.
Pagi ini, mata uang utama Asia bergerak mixed cenderung melemah terhadap dolar AS. Selain rupiah, mata uang yang juga menguat adalah yuan China, ringgit Malaysia, dan dolar Singapura. Sementara sisanya masih berkutat di zona merah.
Dengan penguatan 0,23%, rupiah menjadi mata uang terbaik kedua di Asia. Hanya ringgit yang penguatannya lebih baik ketimbang rupiah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:09 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Rupiah berhasil memanfaatkan tekanan yang sedang dialami oleh dolar AS. Pada pukul 08:10 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) masih terkoreksi 0,04%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini sudah melemah 0,66%.
Faktor pemberat langkah dolar AS hari ini lagi-lagi datang dari komentar petinggi The Federal Reserves/The Fed. Setelah Presiden The Fed San Francisco Mary Daly, kali ini giliran Presiden The Fed New York John Williams yang melontarkan penyataan bernada kalem alias dovish.
Kepada Reuters, Williams mengatakan belum ada kebutuhan untuk menaikkan suku bunga acuan. Kecuali ada perubahan signifikan dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi Negeri Adidaya.
"Saya tidak merasa perlu adanya perubahan (suku bunga acuan). Namun akan berbeda ceritanya kalau ada proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi yang berubah," kata Williams.
Pernyataan Williams menyiratkan bahwa kemungkinan kenaikan Federal Funds Rate semakin terbatas. Investor akan mencari petunjuk soal ini dalam notulensi rapat (minutes of meeting) The Fed edisi Januari 2019 yang akan dirilis pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Jika benar The Fed terlihat semakin dovish dalam notulensi tersebut, maka probabilitas kenaikan suku bunga acuan bisa semakin kecil.
Tanpa pemanis kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik sehingga mata uang ini terkena tekanan jual. Rupiah bisa memanfaatkan situasi ini dengan kembali mencatatkan penguatan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular