Kenapa Unicorn Indonesia Enggan Melantai di Bursa?
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
19 February 2019 12:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia tercatat sudah memiliki empat perusahaan startup yang bertumbuh menjadi unicorn. Namun tak satupun perusahaan yang bernilai di atas US$ 1 miliar atau Rp 14 triliun tersebut melantai di Bursa Efek Indonesia BEI.
Keempat perusahaan Indonesia yang menyandang Unicorn tersebut adalah Gojek, Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak. Tak tanggung-tanggung ratusan juta dolar AS sudah disuntikkan para pemodal ke perusahaan ini.
Namun tak satupun dari empat perusahaan tersebut menyampaikan rencana IPO. Dua diantara startup tersebut, Tokopedia dan Bukalapak, merupakan perusahan yang bergerak di e-commerce yang sebenarnya punya potensi ekonomi yang sangat besar.
Dua lainnya, Gojek bergerak di industri ride hailing atau transportasi online dan Traveloka di industri perjalanan wisata.
Menurut Riset terbaru McKinsey berjudul "The Digital Archipelago: How Online Commerce is Driving Indonesia Economi Development" yang dipublikasi Agustus 2018 lalu memproyeksikan, nilai pasar e-commece di tanah air akan mencapai US$65 miliar atau sekitar Rp 916 triliun (asumsi kurs Rp 14.100/US$) pada 2020 mendatang.
Nilai tersebut tercatat melompat delapan kali lipat dari nilai pasar e-commerce sepanjang 2017 sebesar US$8 miliar, setara Rp 112 triliun.
Padahal pemerintah sudah sering mewacanakan agar perusahaan-perusahaan unicorn Indonesia, untuk mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia.
"Saya berharap yang unicorn masuk ke bursa efek Indonesia," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara beberapa waktu lalu.
Unicorn IPO di Dunia
Dibelahan dunia lainnya, berdasarkan catatan EY ada 33 unicorn yang tercatat di bursa saham seluruh dunia dari Juni 2017 hingga 2018. Jumlah paling tinggi yang pernah dicatat dalam satu tahun.
Jika dihitung dari 2014 hingga 2018 tercatat ada 103 perusahan berstatus unicorn melantai di bursa dengan valuasi sekita US$ 80 miliar. Nilai rata-rata IPO meningkat secara signifikan dari 2017 seniali US$ 254 juta menjadi US$ 417 juta pada 2018.
Pada 2019 ini, ada empat unicorns di dunia yang akan melantai di bursa. Empat perusahan itu adalah, Uber (perusahaan transporatasi online), Airbnb (penyedia akomodasi perjalanan), Lyft (transportasi) dan Slack (perusahan sofware).
(roy) Next Article Demi IPO GoTo dkk, Bos OJK Godok Aturan Multi Voting Share
Keempat perusahaan Indonesia yang menyandang Unicorn tersebut adalah Gojek, Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak. Tak tanggung-tanggung ratusan juta dolar AS sudah disuntikkan para pemodal ke perusahaan ini.
Namun tak satupun dari empat perusahaan tersebut menyampaikan rencana IPO. Dua diantara startup tersebut, Tokopedia dan Bukalapak, merupakan perusahan yang bergerak di e-commerce yang sebenarnya punya potensi ekonomi yang sangat besar.
Dua lainnya, Gojek bergerak di industri ride hailing atau transportasi online dan Traveloka di industri perjalanan wisata.
Nilai tersebut tercatat melompat delapan kali lipat dari nilai pasar e-commerce sepanjang 2017 sebesar US$8 miliar, setara Rp 112 triliun.
Padahal pemerintah sudah sering mewacanakan agar perusahaan-perusahaan unicorn Indonesia, untuk mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia.
"Saya berharap yang unicorn masuk ke bursa efek Indonesia," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara beberapa waktu lalu.
Unicorn IPO di Dunia
Dibelahan dunia lainnya, berdasarkan catatan EY ada 33 unicorn yang tercatat di bursa saham seluruh dunia dari Juni 2017 hingga 2018. Jumlah paling tinggi yang pernah dicatat dalam satu tahun.
Jika dihitung dari 2014 hingga 2018 tercatat ada 103 perusahan berstatus unicorn melantai di bursa dengan valuasi sekita US$ 80 miliar. Nilai rata-rata IPO meningkat secara signifikan dari 2017 seniali US$ 254 juta menjadi US$ 417 juta pada 2018.
Pada 2019 ini, ada empat unicorns di dunia yang akan melantai di bursa. Empat perusahan itu adalah, Uber (perusahaan transporatasi online), Airbnb (penyedia akomodasi perjalanan), Lyft (transportasi) dan Slack (perusahan sofware).
Valuasi
Salah satu masalah yang sering dikait-kaitkan enggannya unicorn IPO adalah soal valuasi. Pasalnya perusahaan unicorn ini sebagian besar masih merugi, sehingga membuat bingung bagaimana memberikan valuasinya.
Lalu bagaimana cara menilai startup?
Wesley Harjono Director Plug and Play memberikan penjelasan. Dalam menilai perusahaan ada beberapa metode yang bisa digunakan, salah satunya adalah comparable transactions, book value, dan venture capital.
Unicorn Indonesia Dikuasai Asing
[Gambas:Video CNBC]
Comparable transactions: Penilaian berdasarkan rule of three dengan key performance indicator (KPI) dari perusahaan sejenis.
Rule of three adalah sebuah metode untuk menemukan angka dalam rasio yang sama dengan angka yang diberikan seperti yang ada di antara dua angka yang diberikan lainnya.
Ini bergantung pada indikator yang akan menjadi proksi baik untuk cara penilaian Anda. Indikator ini dapat spesifik untuk industri Anda, seperti: Pendapatan Berulang Bulanan (Saas), HR headcount (Interim), Jumlah outlet (Eceran), Paten yang diajukan (Medtech / Biotech), Pengguna Aktif Mingguan atau WAU (Utusan). Sebagian besar waktu, Anda hanya dapat mengambil garis dari P&L: penjualan, margin kotor, EBITDA, dll.
Metode Comparable transactions dimaksudkan untuk startup yang berada pada tahap sebelum dan sesudah mendapatkan penghasilan.
Book Value: Penilaian berdasarkan aset berwujud (tangible asset) yang dimiliki perusahaan.
Lupakan tentang prediksi nilai startup, dan lihat berapa nilai yang sebenarnya dari aset yang dimiliki perusahaan. Nilainya mengacu pada kekayaan bersih perusahaan, yaitu aset berwujud dari startup tersebut.
Metode Nilai Buku sangat tidak relevan untuk startup karena berfokus pada nilai "nyata" perusahaan, sementara kebanyakan startup berfokus pada aset tidak berwujud: riset (untuk jenis perusahaan biotek), basis pengguna dan pengembangan perangkat lunak (untuk startup berbasis Website).
Venture Capital: Penilaian berdasarkan ekspektasi keuntungan (return of investments) dari Investor.
Seorang investor selalu mencari pengembalian atas investasi tertentu, katakanlah 20 kali lipat dari uang yang di investasikan. Selain itu, menurut standar industri, investor berpikir bahwa startup Anda dapat dijual dengan 20 hingga 100 juta kali lipat dalam 8 tahun.
Berdasarkan kedua elemen tersebut, investor dapat dengan mudah menentukan harga maksimum yang bersedia ia bayar untuk berinvestasi di kotak Anda, setelah disesuaikan untuk dilusi.
Metode venture capital dimaksudkan untuk startup yang berada pada tahap sebelum dan sesudah mendapatkan penghasilan.
Walaupun beberapa metode ini terbukti ampuh. Namun, Wesley menjelaskan bahwa penilaian startup tidak hanya terbatas pada metode ini dan ada unsur "seni" nya.
"Mayoritas startup itu valuasi nya tidak bisa dihitung dengan cara konvensional. Seperti unicorn kita yang masih belum profit tapi memiliki valuasi tinggi karena asumsi masa depan dari startup tersebut," ujarnya. "Memang valuation tech startup itu ada unsur "seni (art)" nya."
Wesley juga mengatakan Plug and Play yang merupakan perusahaan modal ventura atau biasa disebut venture capital menggunakan "kombinasi dari beberapa metode, karena startup nya juga beda-beda bidang nya. Jadi bisa saja Venture Capital method atau bisa juga perbandingan dengan startup lain yang sejenis (Comparable transactions)."
Salah satu masalah yang sering dikait-kaitkan enggannya unicorn IPO adalah soal valuasi. Pasalnya perusahaan unicorn ini sebagian besar masih merugi, sehingga membuat bingung bagaimana memberikan valuasinya.
Lalu bagaimana cara menilai startup?
Wesley Harjono Director Plug and Play memberikan penjelasan. Dalam menilai perusahaan ada beberapa metode yang bisa digunakan, salah satunya adalah comparable transactions, book value, dan venture capital.
Unicorn Indonesia Dikuasai Asing
[Gambas:Video CNBC]
Comparable transactions: Penilaian berdasarkan rule of three dengan key performance indicator (KPI) dari perusahaan sejenis.
Rule of three adalah sebuah metode untuk menemukan angka dalam rasio yang sama dengan angka yang diberikan seperti yang ada di antara dua angka yang diberikan lainnya.
Ini bergantung pada indikator yang akan menjadi proksi baik untuk cara penilaian Anda. Indikator ini dapat spesifik untuk industri Anda, seperti: Pendapatan Berulang Bulanan (Saas), HR headcount (Interim), Jumlah outlet (Eceran), Paten yang diajukan (Medtech / Biotech), Pengguna Aktif Mingguan atau WAU (Utusan). Sebagian besar waktu, Anda hanya dapat mengambil garis dari P&L: penjualan, margin kotor, EBITDA, dll.
Metode Comparable transactions dimaksudkan untuk startup yang berada pada tahap sebelum dan sesudah mendapatkan penghasilan.
Book Value: Penilaian berdasarkan aset berwujud (tangible asset) yang dimiliki perusahaan.
Lupakan tentang prediksi nilai startup, dan lihat berapa nilai yang sebenarnya dari aset yang dimiliki perusahaan. Nilainya mengacu pada kekayaan bersih perusahaan, yaitu aset berwujud dari startup tersebut.
Metode Nilai Buku sangat tidak relevan untuk startup karena berfokus pada nilai "nyata" perusahaan, sementara kebanyakan startup berfokus pada aset tidak berwujud: riset (untuk jenis perusahaan biotek), basis pengguna dan pengembangan perangkat lunak (untuk startup berbasis Website).
Venture Capital: Penilaian berdasarkan ekspektasi keuntungan (return of investments) dari Investor.
Seorang investor selalu mencari pengembalian atas investasi tertentu, katakanlah 20 kali lipat dari uang yang di investasikan. Selain itu, menurut standar industri, investor berpikir bahwa startup Anda dapat dijual dengan 20 hingga 100 juta kali lipat dalam 8 tahun.
Berdasarkan kedua elemen tersebut, investor dapat dengan mudah menentukan harga maksimum yang bersedia ia bayar untuk berinvestasi di kotak Anda, setelah disesuaikan untuk dilusi.
Metode venture capital dimaksudkan untuk startup yang berada pada tahap sebelum dan sesudah mendapatkan penghasilan.
Walaupun beberapa metode ini terbukti ampuh. Namun, Wesley menjelaskan bahwa penilaian startup tidak hanya terbatas pada metode ini dan ada unsur "seni" nya.
"Mayoritas startup itu valuasi nya tidak bisa dihitung dengan cara konvensional. Seperti unicorn kita yang masih belum profit tapi memiliki valuasi tinggi karena asumsi masa depan dari startup tersebut," ujarnya. "Memang valuation tech startup itu ada unsur "seni (art)" nya."
Wesley juga mengatakan Plug and Play yang merupakan perusahaan modal ventura atau biasa disebut venture capital menggunakan "kombinasi dari beberapa metode, karena startup nya juga beda-beda bidang nya. Jadi bisa saja Venture Capital method atau bisa juga perbandingan dengan startup lain yang sejenis (Comparable transactions)."
![]() |
(roy) Next Article Demi IPO GoTo dkk, Bos OJK Godok Aturan Multi Voting Share
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular