
Ada Kunci Tersendiri Perbaiki Defisit Neraca Dagang
Iswari Anggit Pramesti, CNBC Indonesia
15 February 2019 20:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Bulan Januari defisit sebesar US$ 1,16 miliar. Defisit neraca perdagangan karena ekspor tumbuh melambat, sehingga tidak mampu mengimbangi impor.
Kinerja ekspor Indonesia Bulan Januari mencapai US$ 13,87 miliar atau turun 4,70% yoy (year-on-year), sementara kinerja impor selama periode tersebut mencapai US$ 15,03 miliar.
Jelang Pemilihan Umum 2019 (Pemilu), kondisi ekonomi Indonesia yang seperti ini memberikan tantangan tersendiri bagi Presiden terpilih nanti. Hal ini disampaikan ekonom Faisal Basri dalam wawancara dengan CNBC TV, Jumat (15/2/2019).
Apalagi saat ini, kondisi ekonomi global masih penuh tekanan dan ketidakpastian. Misalnya saja perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang meski sudah mendekati Bulan Maret (batas waktu "gencatan senjata" 90 hari), namun belum juga menunjukkan tanda-tanda positif.
Faisal Basri menjelaskan, banyak negara sudah mulai menyiapkan bahkan menjalankan strategi, agar ketika perang dagang tetap berlanjut perekonomian negaranya tidak terguncang.
"Yang menarik [komoditas] kedelai ini, kebetulan saya baca untuk mengantisipasi perang dagang China mengimpor lebih awal. Kedelai Amerika akhir tahun kemarin meningkat 50% mengantisipasi perang dagang, sebelum tarif dinaikkan dia [China] impor besar-besaran. Jadi efeknya akan terasa Bulan Maret, kalau sekarang stok masih besar, masih tinggi."
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Apa yang harus disiapkan dan dilakukan agar ekonomi Indonesia juga tidak terguncang?
Selama ini, pemerintah berpendapat sektor jasa mampu meningkatkan perekonomian negara dan membantu memperbaiki defisit. Ternyata menurut Faisal, Indonesia belum siap untuk mengandalkan sektor jasa.
Pasalnya, sektor jasa membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten, baik dalam bidang pelayanan, pariwisata, dan lainnya. Sementara itu, SDM Indonesia belum mampu, mengingat tingkat pendidikan masih rendah dan kemiskinan masih tinggi.
Faisal mengatakan, mau tidak mau pemerintah harus memperbaiki sektor industri demi mendorong ekspor dan mengurangi impor.
"Karena di sektor jasa itu membutuhkan tenaga kerja yang terdidik; suster, dokter, akuntan, konsultan bisnis. Sementara pekerja kita 60% tamatan SMP ke bawah, yang cocok untuk di industri tapi sebagai pekerja kasar."
"Kedua, bagusnya sektor industri itu mengurangi beban pemerintah, karena BPJS-nya [asuransi kesehatan dan jaminan pensiun pekerja] sudah dibayar sama pekerja industri. Tapi kalau di sektor jasa, pemerintah masih bayar tuh Rp 90 juta yang dibayar preminya. Sektor industri itu pengaruhnya ke pajak cukup besar, karena penerimaan pajak 30% dari sektor industri, kalau turun terus industrinya ya, jadi repot. Jadi sektor industri menurut saya tetap keharusan," tandasnya.
Simak Konferensi Pers BPS Jebolnya Defisit Neraca Dagang :
[Gambas:Video CNBC]
(dru) Next Article Neraca Dagang 2019 Masih Berdarah-darah
Kinerja ekspor Indonesia Bulan Januari mencapai US$ 13,87 miliar atau turun 4,70% yoy (year-on-year), sementara kinerja impor selama periode tersebut mencapai US$ 15,03 miliar.
Jelang Pemilihan Umum 2019 (Pemilu), kondisi ekonomi Indonesia yang seperti ini memberikan tantangan tersendiri bagi Presiden terpilih nanti. Hal ini disampaikan ekonom Faisal Basri dalam wawancara dengan CNBC TV, Jumat (15/2/2019).
Faisal Basri menjelaskan, banyak negara sudah mulai menyiapkan bahkan menjalankan strategi, agar ketika perang dagang tetap berlanjut perekonomian negaranya tidak terguncang.
"Yang menarik [komoditas] kedelai ini, kebetulan saya baca untuk mengantisipasi perang dagang China mengimpor lebih awal. Kedelai Amerika akhir tahun kemarin meningkat 50% mengantisipasi perang dagang, sebelum tarif dinaikkan dia [China] impor besar-besaran. Jadi efeknya akan terasa Bulan Maret, kalau sekarang stok masih besar, masih tinggi."
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Apa yang harus disiapkan dan dilakukan agar ekonomi Indonesia juga tidak terguncang?
Selama ini, pemerintah berpendapat sektor jasa mampu meningkatkan perekonomian negara dan membantu memperbaiki defisit. Ternyata menurut Faisal, Indonesia belum siap untuk mengandalkan sektor jasa.
Pasalnya, sektor jasa membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten, baik dalam bidang pelayanan, pariwisata, dan lainnya. Sementara itu, SDM Indonesia belum mampu, mengingat tingkat pendidikan masih rendah dan kemiskinan masih tinggi.
Faisal mengatakan, mau tidak mau pemerintah harus memperbaiki sektor industri demi mendorong ekspor dan mengurangi impor.
"Karena di sektor jasa itu membutuhkan tenaga kerja yang terdidik; suster, dokter, akuntan, konsultan bisnis. Sementara pekerja kita 60% tamatan SMP ke bawah, yang cocok untuk di industri tapi sebagai pekerja kasar."
"Kedua, bagusnya sektor industri itu mengurangi beban pemerintah, karena BPJS-nya [asuransi kesehatan dan jaminan pensiun pekerja] sudah dibayar sama pekerja industri. Tapi kalau di sektor jasa, pemerintah masih bayar tuh Rp 90 juta yang dibayar preminya. Sektor industri itu pengaruhnya ke pajak cukup besar, karena penerimaan pajak 30% dari sektor industri, kalau turun terus industrinya ya, jadi repot. Jadi sektor industri menurut saya tetap keharusan," tandasnya.
Simak Konferensi Pers BPS Jebolnya Defisit Neraca Dagang :
[Gambas:Video CNBC]
(dru) Next Article Neraca Dagang 2019 Masih Berdarah-darah
Most Popular