Dalam Sepekan Asing Obral Saham RI Senilai Rp 2,7 T

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
15 February 2019 18:32
Dalam Sepekan Asing Obral Saham RI Senilai Rp 2,7 T
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Investor asing makin marak melepas portfoilo sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Asing tercatat melakukan aksi jual bersih selama 6 hari berturut-turut. Aksinya tersebut turut mendorong pelemahan IHSG pada hari ini, Jumat (15/2/2019).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri pekan dengan pelemahan 0,48% ke level 6.389. Investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 286,8 miliar di hari yang sama.

Secara mingguan, Investor asing sudah membukukan jual bersih (net sell) senilai Rp 2,74 triliun. Besarnya aksi jual asing di pasar saham Indonesia, membuat IHSG terkena koreksi hingga 2,03% selama sepekan.

Tidak hanya IHSG, rupiah dalam sepekan juga mengalami koreksi hingga 0,75%. Adapun posisi terakhir rupiah berada di Rp 14.140 per dolar Amerika Serikat (AS).

Kondisi fundamental perekonomian Indonesia memang sedang kurang mendukung, khususnya terhadap mata uang sang garuda. Akhir pekan lalu, Bank Indonesia mengumumkan bahwa defisit pada transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sepanjang kuartal-IV 2018 tercatat senilai US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari PDB, terdalam sejak kuartal-II 2014.

Tidak hanya itu, hari ini Jumat (15/2/2019), Badan Pusat Statistik mengumumkan neraca dagang periode Januari 2019 juga mengalami defisit (Trade Balance Deficit) senilai US$ 1,16 miliar. Merupakan defisit bulan Januari terparah dalam 12 tahun terakhir.

Sebagai catatan, biasanya bulan Januari justru menghasilkan surplus. Dalam 12 tahun terakhir, hanya 4 kali neraca dagang membukukan defisit pada bulan Januari, sementara surplus tercatat sebanyak 8 kali.

Adapun lima besar saham yang banyak dilepas investor asing di pasar reguler yaitu: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 110,1 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 48,2 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 45,5 miliar), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (Rp 42 miliar), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (Rp 23 miliar).


Dana Asing Masuk Indonesia Awal Tahun
[Gambas:Video CNBC]
Pemicu lain keluarnya investor asing adalah, rilis dari riset perusahaan sekuritas global Credit Suisse yang menurunkan rekomendasi pasar saham Indonesia menjadi 10% underweight (mengurangi bobot) dari sebelumnya 20% overweight (menambah bobot) karena penguatan signifikan pasar saham domestik sejak Mei 2018.

Riset tersebut dipublikasikan oleh analis Credit Suisse yakni Alexander Redman dan Arun Sai. Keduanya memandang terjadi penguatan indeks MSCI Indonesia US Dollar sebesar 34% di atas indeks MSCI Emerging Market (EM) sejak pertengahan Mei 2018. 

"Saat ini kami melihat ada kesempatan untuk menurunkan eksposur ke aset di Indonesia sebelum pasar memasuki fase underperformance karena enam alasan," ujar mereka.

Beberapa alasan Credit Suisse menurunkan rekomendasi atas pasar saham Indonesia di antaranya:

  • Penguatan rupiah sudah cukup signifikan sehingga sudah jenuh beli (overbought),
  • Secara siklus, pada 2019 Credit Suisse juga berkomitmen untuk Asia Utara, yang secara inkonsisten dengan rekomendasi overweight pada pasar saham Indonesia.
  • Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat tergantung dari revisi penurunan target yang besar.
  • Mengetatnya likuiditas akan membatasi pertumbuhan aset perbankan sedangkan profitabilitas sektor perbankan diprediksi akan stagnan dan valuasinya masih mahal.
  • Saham Indonesia sedang ditransaksikan pada valuasi premium yang sudah tidak menarik (sudah mahal).
  • Pasar saham Indonesia sudah jenuh beli (overbought) dan jenuh dimiliki (over-owned) dibanding posisinya secara historis.
Analis Credit Suisse, Alexander Redman adalah Managing DirectorCredit Suisse, Divisi Global Markets, yang berbasis di London. Dia menjabat Head of Global Emerging Market Equity Strategy dan menangani penulisan untuk riset khusus negara berkembang di Credit Suisse Research Institute. Dia bergabung dengan Credit Suisse sejak 2000 atau sudah 19 tahun memotret negara berkembang, termasuk Indonesia.

Adapun Arun Sai bergabung dengan Credit Suisse sejak Desember 2010 atau 9 tahun dan saat ini menjabat Global Emerging Markets Equity Strategist. Sebelumnya dia menjabat sebagai senior analis di lembaga riset CRISIL Global Research & Analytics, dan bekerja sebagai Research Assistant di Reserve Bank of India (RBI).

Tahun lalu, Redman juga merilis riset berkaitan dengan potensi emerging market di Asia yang begitu cepat berkembang. Ekonomi-ekonomi negara Asia yang sedang berkembang akan memberikan kontribusi output bagi ekonomi global mencapai 55% pada tahun 2050.

"Pasar ekuitas dan obligasi korporasi di kawasan itu [Asia] tentu saja mengasumsikan hampir 30% pangsa global pada tahun 2030," tulis Credit Suisse.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular