Rupiah Tambah Lemah, Dolar AS Tembus Level Rp 14.100

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 February 2019 08:31
Rupiah Tambah Lemah, Dolar AS Tembus Level Rp 14.100
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Dolar AS kembali menembus level Rp 14.100. 

Pada Jumat (15/2/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.090 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah tipis 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan pasar, rupiah bahkan semakin melemah. Pada pukul 08:15 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.102 di mana rupiah melemah 0,12%. Ini merupakan posisi terlemah rupiah sejak 24 Januari lalu. 

Rupiah bergabung dengan mayoritas mata uang utama Asia yang juga melemah terbatas di hadapan dolar AS. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:16 WIB: 



Dolar AS yang dini hari tadi sempat tertekan kini kembali bangkit. Pada pukul 08:11 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,08%. Dini hari tadi, indeks ini sempat melemah di kisaran 0,1%. 

Mata uang Negeri Paman Sam sempat melemah menyusul rilis data ekonomi terbaru di AS. Penjualan ritel pada Desember 2018 turun 1,2% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini menjadi penurunan terbesar sejak September 2009. Namun secara tahunan, masih ada pertumbuhan 2,3%. 

Sementara penjualan ritel inti (mengeluarkan penjualan mobil, bahan bakar, material bangunan, dan jasa makanan) turun 1,7% secara bulanan, yang menjadi penurunan tertajam sejak September 2001. Penjualan ritel inti adalah pos yang paling dekat mencerminkan konsumsi rumah tangga dalam Produk Domestik Bruto (PDB). 

The Federal Reserves/The Fed pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal IV-2018 hanya 1,5% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized), agak jauh dari proyeksi sebelumnya yaitu 2,7%. Juga jauh dibandingkan kuartal III-2018 yang mencapai 3,5%. 

Penurunan penjualan ritel, gambaran perlambatan konsumsi, serta proyeksi pertumbuhan ekonomi yang semakin dikoreksi ke bawah tentu menjadi pertimbangan bagi The Fed untuk tidak menaikkan suku bunga acuan, setidaknya dalam waktu dekat. Bukan berita gembira bagi dolar AS. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Namun ternyata sentimen ini tidak terlalu lama membebani dolar AS. Sebab, investor kembali dipaksa bermain aman karena menunggu hasil dialog dagang AS-China di Beijing. Sejak kemarin hingga hari ini, dialog sudah memasuki level antar menteri. 

Hasil dari dialog selama sepekan ini tentu sangat layak untuk dinantikan. Hawa positif pun bertebaran, meski hasil persis dari perundingan ini masih belum terlihat. 

"Aura di Beijing sangat bagus," ujar Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters. 

Namun, belum ada kejelasan soal perpanjangan masa 'gencatan senjata' selama 60 hari seperti yang sempat ramai dibicarakan. Menurut Kudlow, hal itu masih belum diputuskan. 

"Saya tidak bisa berkomentar soal itu. Namun sejauh ini belum ada keputusan," tambah Kudlow. 

Kemarin, Bloomberg memberitakan bahwa berdasarkan keterangan beberapa orang sumber, Presiden AS Donald Trump tengah mempertimbangkan untuk memperpanjang masa tenang selama 60 hari terhitung mulai 1 Maret. Menurut para sumber itu, Trump berusaha untuk memberi waktu untuk pembahasan yang lebih mendalam. 

Namun kabar tersebut kandas. Beijing, menurut beberapa orang sumber Reuters, tidak pernah mengusulkan perpanjangan waktu. Hu Xijin, Pemimpin Redaksi Global Times (tabloid yang dikelola Partai Komunis China) menyebut laporan Bloomberg tersebut tidak akurat. 

Akibatnya, investor dipaksa menunggu lebih lama. Selagi menunggu, sepertinya bermain aman masih menjadi pilihan utama. Dolar AS pun kembali menjadi 'bunker' perlindungan di tengah ketidakpastian.    


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular