Dolar AS Nyaris Sentuh Rp 14.100, Rupiah Terlemah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 February 2019 10:31
Dolar AS Nyaris Sentuh Rp 14.100, Rupiah Terlemah di Asia
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs acuan atau kurs tengah Bank Indonesia (BI). Di pasar spot, rupiah pun bernasib sama. 

Pada Kamis (14/2/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor menunjukkan angka Rp 14.093. Rupiah melemah 0,47% dibandingkan posisi hari sebelumnya. 

Kemarin, rupiah sempat menguat di kurs acuan BI. Namun penguatan itu ternyata hanya bertahan sehari. Meski begitu, rupiah masih menguat signifikan 2,68% sejak awal tahun. 

 

Sementara di pasar spot, US$ 1 dihargai Rp 14.090 pada pukul 10:00 WIB. Rupiah melemah 0,25% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan pasar, rupiah melemah lagi. Pada pukul 10:07 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.095 di mana rupiah melemah 0,28%. Dolar AS sudah semakin dekat dengan Rp 14.100. 

Di level Asia, kini rupiah menjadi yag terlemah. Awalnya rupee India menyandang 'gelar' sebagai mata uang terlemah Asia, tetapi itu terjadi kala pasar keuangan Negeri Bollywood belum buka. 

Kini setelah pasar keuangan India dibuka, rupee malah bergerak menguat. Rupiah pun harus rela turun satu setrip ke dasar klasemen mata uang Asia. Tidak ada mata uang Asia yang melemah lebih dalam ketimbang rupiah. 


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:09 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Terlihat bahwa sebenarnya mayoritas mata uang Asia mampu menguat terhadap dolar AS. Tidak hanya di Asia, dolar AS juga sebenarnya sedang melemah secara global. 

Pada pukul 10:11 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,04%. Maklum, indeks ini sudah berlari kencang dengan kenaikan mencapai 1,1% dalam sebulan terakhir. Mungkin dolar AS perlu mengambil nafas barang sejenak. 

Selain itu, data-data ekonomi Asia juga lumayan bagus. Pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal IV-2018 tercatat 1,4% year-on-year (YoY). Ini menjadi catatan positif pertama dalam dua kuartal terakhir. 

Data ini memberi harapan bahwa perekonomian Jepang masih bisa menggeliat. Jepang adalah perekonomian terbesar kedua di Asia, sehingga perbaikan di sana akan ikut mendorong pertumbuhan di negara-negara lainnya. 

Di China, data perdagangan internasional periode Januari 2019 juga mencatatkan hasil yang lumayan oke. Ekspor tumbuh 9,1% YoY, lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan turun 3,2%. Sementara impor turun 1,5% YoY, penurunan yang lebih lambat ketimbang konsensus yang memperkirakan minus 10%. 

Neraca perdagangan China pada Januari tercatat US$ 39,16 miliar, Angka ini juga lebih baik dibandingkan konsensus yaitu US$ 33,5 miliar. 

Perkembangan ini menunjukkan perekonomian China masih punya kekuatan yang patut diperhitungkan. Meski ada perlambatan, tetapi sepertinya pertumbuhan ekonomi di Negeri Tirai Bambu tidak akan mengalami hard landing

Akan tetapi, sentimen positif itu seakan tidak berlaku buat rupiah. Pasalnya, mata uang Tanah Air terbeban oleh kenaikan harga minyak

Pada pukul 10:17 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,35% dan 0,33%. Dalam sebulan terakhir, harga brent melesat 5,42% dan light sweet melompat 3,8%. 

Kenaikan harga minyak akan menimbulkan kecemasan terhadap nasib transaksi berjalan Indonesia. Harga minyak yang semakin mahal akan membuat defisit transaksi berjalan semakin dalam, sehingga rupiah kehilangan keseimbangan karena fondasinya yang begitu rapuh. 

Defisit transaksi berjalan sudah menjadi penyakit menahun yang tidak kunjung sembuh. Sebelum masalah ini selesai, rupiah memang akan selalu dihantui oleh risiko depresiasi karena fundamentalnya memang tidak mendukung penguatan. 

Kemudian, rupiah juga rentan terkena ambil untung (profit taking) karena penguatannya sudah begitu tajam. Sejak awal tahun hingga kemarin, rupiah menguat 2,23% terhadap dolar AS di pasar spot. 

Apresiasi yang begitu tajam ini membuat rupiah rawan terserang koreksi teknikal. Investor yang merasa sudah mendapat cuan lumayan dari rupiah tentu tergoda untuk mencairkannya. Akibatnya, rupiah berisiko mengalami aksi jual.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular