Rupiah Perkasa di Kurs Acuan, Tapi Agak Kendur di Pasar Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 February 2019 10:26
Rupiah Perkasa di Kurs Acuan, Tapi Agak Kendur di Pasar Spot
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs acuan hari ini. Rupiah berhasil memutus rantai pelemahan yang terjadi selama 4 hari beruntun. 

Pada Rabu (13/2/2019), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.027. Rupiah menguat 0,43% dibandingkan posisi hari sebelumnya. 

Penguatan ini mengakhiri rangkaian pelemahan rupiah di kurs acuan yang terjadi selama 4 hari berturut-turut. Dalam periode tersebut, rupiah melemah sampai 1,01%. 

 

Sementara di pasar spot, rupiah juga mampu menunjukkan taji di hadapan dolar AS. Pada pukul 10:09 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.032 di mana rupiah menguat 0,23%. Jika penguatan rupiah terus terjadi, maka bukan tidak mungkin dolar AS terdorong ke bawah Rp 14.000. 

Rupiah berhasil mengikuti gelombang penguatan mata uang Asia. Namun posisi rupiah di klasemen mata uang Asia agak merosot. Jika sebelumnya berhasil bercokol di posisi kedua, kini rupiah merosot ke peringkat tiga karena tersalip oleh peso Filipina. 


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:14 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tidak hanya di Asia, dolar AS juga sedang melemah secara global. Pada pukul 10:16 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,03%. 

Pelaku pasar sedang berbunga-bunga karena proses damai dagang AS-China sepertinya berada di jalan yang benar. Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin sudah tiba di Beijing untuk meneruskan dialog dagang yang sudah dimulai sejak awal pekan. 

"Saya berharap pertemuan ini produktif," ujar Mnuchin, mengutip Reuters. 

Sementara Lighthizer juga optimistis perundingan dengan China akan membuahkan hasil yang positif. Hal ini diungkapkan oleh Rob Portman, Senator Ohio dari Partai Republik, yang berbincang dengan Lighthizer baru-baru ini. 

"Saya rasa mereka sudah membuat perkembangan yang bagus sehingga pada 1 Maret nanti sudah ada kesepakatan yang memadai. Dengan begitu, tidak akan ada kenaikan tarif bea masuk," tutur Portman, mengutip Reuters. 

Dalam pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di Argentina awal Desember 2018, disepakati bahwa kedua negara akan melakukan 'gencatan senjata' selama 90 hari, berakhir pada 1 Maret 2019. Jika sampai 1 Maret tidak ada kesepakatan damai dagang, maka AS akan menaikkan tarif bea masuk untuk impor produk China senilai US$ 200 milar dari 10% menjadi 25%. 

Namun dengan perkembangan terkini, ada harapan bahwa kesepakatan damai dagang bisa tercapai sebelum 1 Maret. Bahkan dunia usaha yang awalnya ragu kini berbalik menjadi optimistis. 

"Saya merasa bahwa kedua pihak punya keinginan yang kuat untuk mencapai kesepakatan," ujar Erin Ennis, Senior Vice Presiden US-China Business Council, dikutip dari Reuters. 

Hawa damai dagang yang semakin terasa membuat pelaku pasar ogah bermain aman. Aset-aset berisiko di negara berkembang Asia kembali menjadi buruan, termasuk di Indonesia. Akibatnya, rupiah pun menguat baik di kurs acuan maupun pasar spot.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular