Dolar AS Endus Aroma Rp 14.000, Rupiah Terlemah Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 February 2019 09:18
Dolar AS Endus Aroma Rp 14.000, Rupiah Terlemah Kedua di Asia
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terus melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Dolar AS pun semakin mencium aroma Rp 14.000. 

Pada Senin (11/2/2019) pukul 09:07 WIB, US$ ditransaksikan Rp 13.995. Rupiah melemah 0,25% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,14%. Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin melemah dan dolar AS begitu dengan dengan Rp 14.000. 


Rupiah menjadi satu dari sedikit mata uang Asia yang terdepresiasi di hadapan greenback. Selain rupiah, mata uang lainnya yang melemah adalah yuan China, yen Jepang, dan ringgit Malaysia. 

Meski pelemahannya bertambah dalam, rupiah bukanlah mata uang terlemah di Asia. Posisi juru kunci di klasemen mata uang utama Benua Kuning ditempati oleh yuan China, disusul rupiah di posisi kedua terbawah.  

Maklum, yuan baru diperdagangkan hari ini setelah pasar keuangan Negeri Tirai Bambu tutup selama sepekan memperingati Tahun Baru Imlek. Sepertinya pasar keuangan China masih jetlag, mencerna berbagai sentimen yang terlewat sepanjang pekan lalu. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 09:07 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya penyebab utama depresiasi rupiah hari ini adalah rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Sejatinya data ini sudah keluar sebelum pembukaan pasar akhir pekan lalu, tetapi sepertinya investor tidak punya banyak waktu untuk mencerna. 


Sekarang dengan waktu yang memadai, hasilnya adalah rupiah menjadi tertekan. Maklum, meski pada kuartal IV-2018 NPI tercatat surplus US$ 5,42 miliar tetapi karena terus defisit pada 3 kuartal sebelumnya, NPI sepanjang 2018 tetap minus US$ 7,13 miliar. Defisit NPI pada 2018 menjadi yang terdalam sejak 2013. 

Sementara defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal IV-2018 adalah 3,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini menjadi defisit terdalam sejak kuartal II-2014.  

Sedangkan secara tahunan, defisit transaksi berjalan masih di bawah 3% PDB tepatnya 2,98%. Namun ini juga menjadi catatan terburuk sejak 2014. 

NPI yang defisit pada 2018 menandakan keseimbangan eksternal Indonesia agak limbung, karena devisa yang keluar lebih banyak ketimbang yang masuk. Artinya, rupiah lebih banyak dilepas karena kebutuhan valas yang tinggi sementara yang masuk tidak memadai. Fundamental rupiah menjadi lebih rapuh dan rentan terkoreksi. 

Apalagi kemudian PT Pertamina menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kalau harga BBM lebih murah maka konsumsinya tentu akan meningkat. Di sini kemudian timbul masalah, karena suka tidak suka pasti impor BBM bakal membengkak demi memenuhi permintaan masyarakat. 

Hasilnya adalah neraca perdagangan Indonesia akan terancam, karena defisit di sisi migas kemungkinan semakin dalam. Masalah kemudian bisa merambat ke transaksi berjalan, yang mencerminkan ekspor-impor barang dan jasa secara keseluruhan. Defisit transaksi berjalan yang terancam lebih parah karena pembengkakan impor BBM membuat rupiah rentan mengalami pelemahan.



(TIM RISET CNBC INDONESIA)


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular