
Rupiah Kini Menguat, Tapi Jangan Kasih Kendur!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 February 2019 12:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil menguat. Rupiah mampu mentas dari zona merah, yang dihuni sejak sesaat setelah pembukaan pasar.
Pada Jumat (8/2/2019) pukul 12:02 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.965. Rupiah menguat tipis 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah stagnan di Rp 13.970/US$. Namun beberapa saat kemudian, rupiah langsung tersungkur ke zona merah dan bertahan sana cukup lama.
Meski melemah, depresiasi rupiah memang sangat tipis sehingga bisa terangkat kapan saja. Itu terjadi jelang tengah hari, di mana rupiah akhirnya menyentuh zona hijau walau penguatannya juga sangat minim.
Rupiah akhirnya mampu mengikuti jejak sebagian mata uang utama Asia yang menguat terhadap dolar AS. Selain rupiah, mata uang lain yang menguat adalah dolar Hong Kong, rupee India, yen Jepang, ringgit Malaysia, peso Filipina, dan dolar Taiwan. Sedangkan won Korea Selatan, baht Thailand, dan dolar Singapura masih terjebak di area depresiasi.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:06 WIB:
Sementara upah rill masyarakat Jepang naik 1,4% YoY. Kenaikan ini ditopang oleh pemberian bonus akhir tahun.
Data ini memberi harapan bahwa perekonomian Jepang mampu tumbuh, meski dalam laju yang lambat. Ada kelegaan di pasar, dan sedikit menutup kekhawatiran akibat Eropa yang suram.
Selain itu, rupiah juga terbantu oleh penurunan harga minyak. Pada pukul 12:18 WIB, harga minyak jenis brent turun 0,71% dan light sweet terkoreksi 0,8%.
Penurunan harga minyak memberi harapan bahwa ke depan transaksi berjalan (current account) akan membaik. Sebab koreksi harga minyak akan membuat biaya impor migas berkurang, sehingga defisit di pos ini menipis.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Namun rupiah masih harus waspada karena dolar AS sejatinya masih menguat d level global. Pada pukul 12:20 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) masih menguat 0,06%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini menguat 1,1%.
Apalagi nanti akan dirilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Bank Indonesia (BI) memperkirakan NPI kuartal IV-2018 bisa surplus, tetapi defisit transaksi berjalan (current account deficit) masih cukup lebar di kisaran 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Artinya, pasokan devisa yang berjangka panjang dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa masih seret. Padahal ini adalah fundamental penting yang menyokong rupiah, dibandingkan arus modal portofolio alias hot money yang bisa datang dan pergi sesuka hati.
Dengan kondisi fundamental yang agak rentan, rupiah pun ikut rawan terdepresiasi. Investor tentu menjadi berpikir ulang untuk mengoleksi aset-aset berbasis rupiah, karena nilainya berisiko turun pada kemudian hari.
Oleh karena itu, rupiah masih berisiko kembali jatuh ke zona merah. Jangan kendur, rupiah!
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Jumat (8/2/2019) pukul 12:02 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.965. Rupiah menguat tipis 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah stagnan di Rp 13.970/US$. Namun beberapa saat kemudian, rupiah langsung tersungkur ke zona merah dan bertahan sana cukup lama.
Meski melemah, depresiasi rupiah memang sangat tipis sehingga bisa terangkat kapan saja. Itu terjadi jelang tengah hari, di mana rupiah akhirnya menyentuh zona hijau walau penguatannya juga sangat minim.
Rupiah akhirnya mampu mengikuti jejak sebagian mata uang utama Asia yang menguat terhadap dolar AS. Selain rupiah, mata uang lain yang menguat adalah dolar Hong Kong, rupee India, yen Jepang, ringgit Malaysia, peso Filipina, dan dolar Taiwan. Sedangkan won Korea Selatan, baht Thailand, dan dolar Singapura masih terjebak di area depresiasi.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:06 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Rupiah dan mata uang Asia tertolong oleh rilis data ekonomi terbaru di Jepang. Pada Desember 2018, konsumsi rumah tangga di Negeri Matahari Terbit tumbuh 0,1% year-on-year (YoY). Ini menjadi kenaikan pertama dalam 4 bulan terakhir. Sementara upah rill masyarakat Jepang naik 1,4% YoY. Kenaikan ini ditopang oleh pemberian bonus akhir tahun.
Data ini memberi harapan bahwa perekonomian Jepang mampu tumbuh, meski dalam laju yang lambat. Ada kelegaan di pasar, dan sedikit menutup kekhawatiran akibat Eropa yang suram.
Selain itu, rupiah juga terbantu oleh penurunan harga minyak. Pada pukul 12:18 WIB, harga minyak jenis brent turun 0,71% dan light sweet terkoreksi 0,8%.
Penurunan harga minyak memberi harapan bahwa ke depan transaksi berjalan (current account) akan membaik. Sebab koreksi harga minyak akan membuat biaya impor migas berkurang, sehingga defisit di pos ini menipis.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Namun rupiah masih harus waspada karena dolar AS sejatinya masih menguat d level global. Pada pukul 12:20 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) masih menguat 0,06%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini menguat 1,1%.
Apalagi nanti akan dirilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Bank Indonesia (BI) memperkirakan NPI kuartal IV-2018 bisa surplus, tetapi defisit transaksi berjalan (current account deficit) masih cukup lebar di kisaran 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Artinya, pasokan devisa yang berjangka panjang dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa masih seret. Padahal ini adalah fundamental penting yang menyokong rupiah, dibandingkan arus modal portofolio alias hot money yang bisa datang dan pergi sesuka hati.
Dengan kondisi fundamental yang agak rentan, rupiah pun ikut rawan terdepresiasi. Investor tentu menjadi berpikir ulang untuk mengoleksi aset-aset berbasis rupiah, karena nilainya berisiko turun pada kemudian hari.
Oleh karena itu, rupiah masih berisiko kembali jatuh ke zona merah. Jangan kendur, rupiah!
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular