
LPS Bakal Tarik Premi Lagi, Perbankan Protes!
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
02 February 2019 10:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri perbankan bakal kena pungutan lagi yang bakal dikumpulkan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pungutan ini terkait dengan pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan. Premi ini masuk ke dalam Program Restrukturisasi Perbankan (PRP).
Menanggapi hal tersebut, Presiden Direktur PT Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja merasa keberatan. Pasalnya hal ini akan menjadi beban tambahan.
"Seyogyanya tidak dinaikkan [atau ditambah] karena untuk bank sistemik ada ketentuan agar Pemilik-Pengendali yang harus top up equity dan dana bila bank dalam kesulitan," kata Jahja kepada CNBC Indonesia, Sabtu (2/2/2019).
"Masak mau ditambah beban lagi?" imbuh Jahja.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisoner LPS Halim Alamsyah mengatakan walaupun aturan masih digodok namun sudah dipastikan perbankan harus membayar premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRB) tersebut.
"Premi dalam rangka pencegahan krisis ini ada nanti. Jadi ketika bank yang katakanlah gagal kemudian menimbulkan krisis maka nanti ada dananya," kata Halim usai konferensi pers KSSK di Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Menurut Halim, saat ini aturan masih digodok. Termasuk besaran premi yang harus dibayarkan oleh perbankan.
"Itu dalam rangka membuat cadangan untuk pencegahan krisis. Masih digodok aturannya," tutur Halim.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penetapan besaran premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) akan disesuaikan dengan ukuran dan assessment probabilitas dari bank itu sendiri.
Dijelaskan Sri Mulyani, dana untuk penyelenggaraan PRP tersebut salah satunya berasal dari kontribusi industri perbankan sebagai bagian dari premi penjaminan yang diatur UU LPS. Sedangkan penetapan besaran bagian premi PRP akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) mengikuti prosedur UU LPS.
"Kita tentukan tarif premi yang sesuai dengan ukuran bank dan assessment probabilitas dari bank tersebut," ujarnya
Waktu pembayaran premi PRP tersebut akan dipungut sebelum program restrukturisasi perbankan diaktifkan dengan tujuan untuk mendukung kesiapan sistem dan operasional PRP. Dalam hal ini, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan regulator terkait.
"Dalam PRP kami mengusulkan besaran premi ditetapkan dengan memperhitungkan target fund untuk penanganan krisis dan jangka waktu untuk memenuhi target fund tersebut," ucapnya.
Pencegahan krisis keuangan terutama perbankan harus melalui penguatan industri perbankan dengan tidak menggunakan dana APBN sesuai dengan UU No. 9 Tahun 2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK).
(dru) Next Article Live! LPS Jelaskan Alasan di Balik Penurunan Bunga Penjaminan
Menanggapi hal tersebut, Presiden Direktur PT Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja merasa keberatan. Pasalnya hal ini akan menjadi beban tambahan.
"Seyogyanya tidak dinaikkan [atau ditambah] karena untuk bank sistemik ada ketentuan agar Pemilik-Pengendali yang harus top up equity dan dana bila bank dalam kesulitan," kata Jahja kepada CNBC Indonesia, Sabtu (2/2/2019).
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisoner LPS Halim Alamsyah mengatakan walaupun aturan masih digodok namun sudah dipastikan perbankan harus membayar premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRB) tersebut.
"Premi dalam rangka pencegahan krisis ini ada nanti. Jadi ketika bank yang katakanlah gagal kemudian menimbulkan krisis maka nanti ada dananya," kata Halim usai konferensi pers KSSK di Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Menurut Halim, saat ini aturan masih digodok. Termasuk besaran premi yang harus dibayarkan oleh perbankan.
"Itu dalam rangka membuat cadangan untuk pencegahan krisis. Masih digodok aturannya," tutur Halim.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penetapan besaran premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) akan disesuaikan dengan ukuran dan assessment probabilitas dari bank itu sendiri.
Dijelaskan Sri Mulyani, dana untuk penyelenggaraan PRP tersebut salah satunya berasal dari kontribusi industri perbankan sebagai bagian dari premi penjaminan yang diatur UU LPS. Sedangkan penetapan besaran bagian premi PRP akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) mengikuti prosedur UU LPS.
"Kita tentukan tarif premi yang sesuai dengan ukuran bank dan assessment probabilitas dari bank tersebut," ujarnya
Waktu pembayaran premi PRP tersebut akan dipungut sebelum program restrukturisasi perbankan diaktifkan dengan tujuan untuk mendukung kesiapan sistem dan operasional PRP. Dalam hal ini, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan regulator terkait.
"Dalam PRP kami mengusulkan besaran premi ditetapkan dengan memperhitungkan target fund untuk penanganan krisis dan jangka waktu untuk memenuhi target fund tersebut," ucapnya.
Pencegahan krisis keuangan terutama perbankan harus melalui penguatan industri perbankan dengan tidak menggunakan dana APBN sesuai dengan UU No. 9 Tahun 2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK).
(dru) Next Article Live! LPS Jelaskan Alasan di Balik Penurunan Bunga Penjaminan
Most Popular