
Laju Rupiah Melambat, Ringgit Menyalip
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 January 2019 10:27

Perlambatan laju rupiah dan sejumlah mata uang utama Benua Kuning kemungkinan disebabkan rilis data terbaru di China. Biro Statistik Nasional China mencatat, laba perusahaan industri di Negeri Tirai Bambu terkontraksi alias negatif alias turun 1,9% secara year-on-year (YoY) pada Desember 2018. Lebih dalam dibandingkan kontraksi bulan sebelumnya yaitu minus 1,8% YoY.
Sepanjang 2018, pertumbuhan laba industrial China adalah 10,3% YoY. Jauh melambat dibandingkan 2017 yang mencapai 21%.
Sedangkan untuk perusahaan industrial milik negara atau BUMN, pertumbuhan laba pada 2018 berada di angka 12,6%. Juga melambat dibandingkan 2017 yang sebesar 16,1%.
Data ini semakin memberi konfirmasi bahwa perlambatan ekonomi di China adalah sebuah kenyataan. China adalah perekonomian terbesar di Asia, sehingga perlambatan ekonomi di sana akan mempengaruhi seluruh negara termasuk Indonesia.
Bagi Indonesia, China adalah mitra dagang yang amat sangat begitu penting (harus ada hiperbola di sini). Pasalnya, China menjadi negara tujuan ekspor utama.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor non-migas ke China selama 2018 adalah US$ 24,39 miliar. Tumbuh 14,25% dibandingkan 2017, dan China menduduki peringkat pertama dengan pangsa 15% dari total ekspor non-migas.
Apabila ekonomi China melambat, maka ekspor Indonesia akan kena getahnya. Penurunan permintaan dari China tentu sangat mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia secara keseluruhan karena posisinya yang begitu sentral.
Oleh karena itu, ada ekspor Indonesia berpotensi melambat saat ekonomi China tidak lagi melaju kencang. Pasokan devisa dari ekspor akan berkurang, dan rupiah kekurangan modal untuk menguat.
Risiko ini membuat pelaku pasar berpikir ulang untuk mengoleksi rupiah. Sebab, masih ada risiko pelemahan yang menghantui mata uang Tanah Air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Sepanjang 2018, pertumbuhan laba industrial China adalah 10,3% YoY. Jauh melambat dibandingkan 2017 yang mencapai 21%.
Sedangkan untuk perusahaan industrial milik negara atau BUMN, pertumbuhan laba pada 2018 berada di angka 12,6%. Juga melambat dibandingkan 2017 yang sebesar 16,1%.
Bagi Indonesia, China adalah mitra dagang yang amat sangat begitu penting (harus ada hiperbola di sini). Pasalnya, China menjadi negara tujuan ekspor utama.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor non-migas ke China selama 2018 adalah US$ 24,39 miliar. Tumbuh 14,25% dibandingkan 2017, dan China menduduki peringkat pertama dengan pangsa 15% dari total ekspor non-migas.
Apabila ekonomi China melambat, maka ekspor Indonesia akan kena getahnya. Penurunan permintaan dari China tentu sangat mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia secara keseluruhan karena posisinya yang begitu sentral.
Oleh karena itu, ada ekspor Indonesia berpotensi melambat saat ekonomi China tidak lagi melaju kencang. Pasokan devisa dari ekspor akan berkurang, dan rupiah kekurangan modal untuk menguat.
Risiko ini membuat pelaku pasar berpikir ulang untuk mengoleksi rupiah. Sebab, masih ada risiko pelemahan yang menghantui mata uang Tanah Air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular