
Salip Yuan, Rupiah Kini di Puncak Klasemen Mata Uang Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 January 2019 09:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Bahkan kini rupiah mampu mengambil posisi puncak klasemen mata uang Asia.
Pada Senin (28/1/2019) pukul 09:06 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.020. Rupiah menguat 0,43% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Kala pembukaan pasar, rupiah 'hanya' menguat 0,14%. Seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah menebal dan masuk jajaran elit di klasemen mata uang Benua Kuning.
Dengan apresiasi 0,43%, rupiah sah menjadi mata uang terbaik Asia. Sebelumnya, rupiah berada di posisi kedua di bawah yuan China.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 09:08 WIB:
Tingginya produksi minyak AS masih menjadi pemberat harga komoditas ini. Baker Hughes, lembaga riset migas di AS, menyebutkan ada tambahan 10 rig baru di Negeri Paman Sam sehingga jumlahnya menjadi 862.
Tahun lalu, produksi minyak Negeri Adidaya mencapai 11,9 juta barel/hari, rekor tertinggi sepanjang sejarah AS. Jika fasilitas produksi terus bertambah, maka pasokan akan semakin melimpah.
Padahal ada sinyal-sinyal perlambatan ekonomi global. Di China, misalnya, pertumbuhan ekonomi 2018 tercatat 6,6%. Laju paling lambat sejak 1990.
Artinya, permintaan energi berpotensi menurun karena perlambatan ekonomi sementara produksi justru melimpah. Kelebihan pasokan (oversupply) masih menghantui si emas hitam sehingga harganya terkoreksi.
Penurunan harga minyak menjadi berkah buat rupiah. Sebab, ketika harga minyak turun maka biaya impornya menjadi lebih murah.
Akibatnya, tekanan di neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) akan sedikit mereda. Rupiah pun punya ruang untuk menguat karena pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa yang lebih baik.
Bank Indonesia (BI) juga merestui penguatan rupiah. Nanang Hendarsah, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, akhir pekan lalu menyatakan bahwa rupiah masih terlalu murah (undervalued) sehingga ruang untuk menguat cukup terbuka.
"Dengan konstelasi ekonomi dan pasar keuangan global, di mana kebijakan The Fed (The Federal Reserves, bank sentral AS) akan lebih lunak atau dovish, kami optimistis rupiah memiliki peluang untuk terus menguat. Mata uang rupiah masih undervalued, jadi kami akan membiarkan ruang bagi rupiah untuk terus menguat," tegas Nanang kepada CNBC Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Senin (28/1/2019) pukul 09:06 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.020. Rupiah menguat 0,43% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Kala pembukaan pasar, rupiah 'hanya' menguat 0,14%. Seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah menebal dan masuk jajaran elit di klasemen mata uang Benua Kuning.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 09:08 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Harga minyak, yang dalam beberapa hari terakhir naik dan membebani langkah rupiah, kini kembali terkoreksi. Pada pukul 09:10 WIB, harga minyak jenis brent turun 0,05% dan light sweet melemah 0,26%. Tingginya produksi minyak AS masih menjadi pemberat harga komoditas ini. Baker Hughes, lembaga riset migas di AS, menyebutkan ada tambahan 10 rig baru di Negeri Paman Sam sehingga jumlahnya menjadi 862.
Tahun lalu, produksi minyak Negeri Adidaya mencapai 11,9 juta barel/hari, rekor tertinggi sepanjang sejarah AS. Jika fasilitas produksi terus bertambah, maka pasokan akan semakin melimpah.
Padahal ada sinyal-sinyal perlambatan ekonomi global. Di China, misalnya, pertumbuhan ekonomi 2018 tercatat 6,6%. Laju paling lambat sejak 1990.
Artinya, permintaan energi berpotensi menurun karena perlambatan ekonomi sementara produksi justru melimpah. Kelebihan pasokan (oversupply) masih menghantui si emas hitam sehingga harganya terkoreksi.
Penurunan harga minyak menjadi berkah buat rupiah. Sebab, ketika harga minyak turun maka biaya impornya menjadi lebih murah.
Akibatnya, tekanan di neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) akan sedikit mereda. Rupiah pun punya ruang untuk menguat karena pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa yang lebih baik.
Bank Indonesia (BI) juga merestui penguatan rupiah. Nanang Hendarsah, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, akhir pekan lalu menyatakan bahwa rupiah masih terlalu murah (undervalued) sehingga ruang untuk menguat cukup terbuka.
"Dengan konstelasi ekonomi dan pasar keuangan global, di mana kebijakan The Fed (The Federal Reserves, bank sentral AS) akan lebih lunak atau dovish, kami optimistis rupiah memiliki peluang untuk terus menguat. Mata uang rupiah masih undervalued, jadi kami akan membiarkan ruang bagi rupiah untuk terus menguat," tegas Nanang kepada CNBC Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular