
Rupiah Masih Menguat, Tapi 'Ngeri-ngeri Sedap'
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 January 2019 08:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Namun rupiah masih harus waspada.
Pada Jumat (25/1/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.150 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun perlu diwaspadai karena penguatan rupiah yang sangat tipis itu rentan berbalik arah. Rupiah masih bisa kapan saja terpeleset ke zona merah.
Benar saja, penguatan rupiah yang sudah tipis itu semakin menipis. Pada pukul 08:17, US$ 1 setara dengan Rp 14.155 di mana penguatan rupiah tinggal tersisa 0,04%.
Kemarin, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,11% di hadapan greenback. Rupiah menguat sendirian, sole survivor, di tengah keperkasaan dolar AS yang menghantam mata uang utama Asia.
Pagi ini, keperkasaan dolar AS masih berlanjut. Greenback menguat terhadap mayoritas mata uang Asia.
Selain rupiah, hanya yuan China, rupee India, dan dolar Singapura yang menguat. Sisanya tidak mampu selamat. Oleh karena itu, rupiah masih harus berhati-hati karena posisinya yang 'ngeri-ngeri sedap'.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:17 WIB:
"Banyak pekerjaan yang sudah diselesaikan, tetapi kami masih bermil-mil jauhnya dari sebuah kesepakatan. Itu tidak terlalu mengejutkan, karena perdagangan adalah isu yang sangat rumit. Namun ada peluang kami bisa mencapai kesepakatan," kata Ross dalam wawancara dengan CNBC International.
Kembali ke realitas yang pahit, pelaku pasar tidak lagi agresif. Ada sedikit aura bermain aman.
Sentimen kedua adalah hasil rapat Bank Sentral Uni Eropa (ECB). Seperti perkiraan, Mario Draghi dan kolega mempertahankan suku bunga acuan refinancing rate di angka 0% dan deposit rate di -0,4%. Namun ada hawa negatif dari hasil rapat ini.
"Risiko yang membayangi Eropa membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi bergerak turun. Sepertinya momentum pertumbuhan ekonomi dalam waktu dekat akan lebih lemah dari perkiraan sebelumnya. Kami akan berdiskusi lagi dan akan mengumumkan proyeksi (pertumbuhan ekonomi) baru pada rapat Maret," kata Draghi dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.
Aura negatif dari Eropa bisa membawa pelaku pasar semakin bermain aman. Pasalnya, perlambatan ekonomi global menjadi risiko yang semakin nyata. Ditambah risiko masih jauhnya damai dagang AS-China, investor bisa semakin ragu-ragu dan enggan bermain dengan aset di negara berkembang Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Jumat (25/1/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.150 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun perlu diwaspadai karena penguatan rupiah yang sangat tipis itu rentan berbalik arah. Rupiah masih bisa kapan saja terpeleset ke zona merah.
Kemarin, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,11% di hadapan greenback. Rupiah menguat sendirian, sole survivor, di tengah keperkasaan dolar AS yang menghantam mata uang utama Asia.
Pagi ini, keperkasaan dolar AS masih berlanjut. Greenback menguat terhadap mayoritas mata uang Asia.
Selain rupiah, hanya yuan China, rupee India, dan dolar Singapura yang menguat. Sisanya tidak mampu selamat. Oleh karena itu, rupiah masih harus berhati-hati karena posisinya yang 'ngeri-ngeri sedap'.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:17 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Investor sepertinya sedang memasang mode berhati-hati karena sejumlah sentimen negatif. Pertama adalah pernyataan Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross yang menyebut damai dagang AS-China masih jauh dari kata terwujud. Perlu proses yang panjang. "Banyak pekerjaan yang sudah diselesaikan, tetapi kami masih bermil-mil jauhnya dari sebuah kesepakatan. Itu tidak terlalu mengejutkan, karena perdagangan adalah isu yang sangat rumit. Namun ada peluang kami bisa mencapai kesepakatan," kata Ross dalam wawancara dengan CNBC International.
Kembali ke realitas yang pahit, pelaku pasar tidak lagi agresif. Ada sedikit aura bermain aman.
Sentimen kedua adalah hasil rapat Bank Sentral Uni Eropa (ECB). Seperti perkiraan, Mario Draghi dan kolega mempertahankan suku bunga acuan refinancing rate di angka 0% dan deposit rate di -0,4%. Namun ada hawa negatif dari hasil rapat ini.
"Risiko yang membayangi Eropa membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi bergerak turun. Sepertinya momentum pertumbuhan ekonomi dalam waktu dekat akan lebih lemah dari perkiraan sebelumnya. Kami akan berdiskusi lagi dan akan mengumumkan proyeksi (pertumbuhan ekonomi) baru pada rapat Maret," kata Draghi dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.
Aura negatif dari Eropa bisa membawa pelaku pasar semakin bermain aman. Pasalnya, perlambatan ekonomi global menjadi risiko yang semakin nyata. Ditambah risiko masih jauhnya damai dagang AS-China, investor bisa semakin ragu-ragu dan enggan bermain dengan aset di negara berkembang Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular