Dampaknya Mengerikan, Shutdown Cepatlah Selesai!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 January 2019 12:02
Dampaknya Mengerikan, <i>Shutdown</i> Cepatlah Selesai!
Presiden AS Donald Trump (REUTERS/Kevin Lamarque)
Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, pelaku pasar menyoroti isu penutupan sebagian (partial shutdown) pemerintahan Amerika Serikat (AS). Sebenarnya shutdown sudah berlangsung lebih dari sebulan, tetapi sekarang menjadi semakin serius. 

Pada Kamis (24/1/2019) pukul 11:10 WIB, shutdown sudah berlangsung selama 32 hari, 23 jam, dan 10 menit. Nyaris 33 hari dan merupakan shutdown terlama dalam sejarah AS modern. 


Shutdown terjadi karena belum disepakatinya anggaran untuk tahun fiskal 2019. Presiden AS Donald Trump ngotot ingin menggolkan anggaran pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko senilai US$ 5,7 miliar.  

Pembangunan tembok merupakan salah satu janji kampanye Trump dalam pilpres 2016. Menurut Trump, yang diamini oleh para pendukungnya, para imigran asal Meksiko (terutama yang tidak memiliki surat-surat alias illegal alien) cenderung membuat masalah di AS karena terlibat berbagai tindak kriminal. 

Namun hasil pemilu sela tahun lalu membuat Trump sulit memuluskan anggaran seperti sebelumnya. Sebab, kini kubu oposisi Partai Demokrat menjadi mayoritas di salah satu kamar Kongres AS yaitu House of Representatives. 

Akibatnya, anggaran tahun fiskal 2019 tidak bisa lenggang kangkung begitu saja. Demokrat tidak sepakat dengan pembangunan tembok, yang dianggap tidak manusiawi. Apalagi presiden AS sebelumnya yang berasal dari Demokrat, Barack Obama, punya program yang disebut Dreamers yaitu proteksi bagi anak-anak imigran tanpa dokumen alias gelap. 

Perdebatan soal tembok terus terjadi dan belum selesai sampai sekarang. Gara-gara tembok, anggaran pemerintahan AS secara keseluruhan terbengkalai. 

Tanpa anggaran, sekitar 800.000 abdi negara di AS dirumahkan tanpa menerima gaji (furlough). Selain itu, kontrak-kontrak bisnis antara swasta dengan pemerintah pun terbengkalai.

Shutdown membuat perekonomian AS secara keseluruhan terluka.
 Bahkan sampai ada risiko perekonomian AS bakal mandek karena shutdown.

Dalam wawancara bersama CNN, Kepala Penasihat Ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett mengungkapkan bahwa apabila shutdown berlangsung selama 1 kuartal penuh, maka ekonomi Negeri Adidaya akan tumbuh 0% alias stagnan pada kuartal I-2019.
 "Ya, kita bisa mengalami itu (pertumbuhan 0%)," ungkap Hassett menjawab pertanyaan apakah AS bisa mengalami stagnasi ekonomi. 

Sekarang pelaku pasar pun melirik risiko tersebut. Awalnya sentimen shutdown terbenam karena investor asyik-masyuk dengan prospek damai dagang AS-China yang semakin nyata. 

Namun karena shutdown yang terus berlangsung dan seolah tanpa jalan keluar, pemilik modal pun mulai was-was. Jangan-jangan apa yang dibilang Hassett benar, AS bisa mengalami stagnasi ekonomi gara-gara shutdown. 

Shutdown jelas memperkeruh perekonomian di AS, yang sebenarnya sudah menunjukkan tanda-tanda perlambatan. The Federal Reserves/The Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal IV-2018 sebesar 2,8% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Agak jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 3,5%.

Tanda masalah lainnya adalah data sentimen konsumen keluaran University of Michigan. Pada Januari 2019, sentimen konsumen tercatat 90,7. Jauh turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 98,3 dan menjadi angka terendah sejak Trump terpilih menjadi presiden.

Ditambah shutdown, maka masalah yang ditanggung perekonomian AS kian berat. Tanpa dukungan pemerintah karena ketiadaan anggaran, bukan tidak mungkin ekonomi AS benar-benar bakal mandek. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Saat ekonomi AS betul-betul mandek, apa yang akan terjadi? Agak sulit menilainya, tetapi yang jelas dampaknya tidak main-main. 

AS adalah perekonomian terbesar di planet bumi. Stagnasi ekonomi AS bisa memancing berhentinya arus perdagangan dan rantai pasok global. Jika sang lokomotif tidak bergerak, maka gerbong-gerbong di belakangnya tentu ikut diam.  

Bagaimana dengan Indonesia? Tentu Indonesia akan merasakan dampaknya, dan itu tidak enteng. 

AS adalah negara tujuan ekspor terbesar kedua bagi Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor non-migas Indonesia ke AS mencapai US$ 17,67 miliar atau 10,03% dari total ekspor non-migas. 

Sementara dari sisi investasi, AS juga menjadi salah satu negara penanam modal terbesar di Indonesia. Sepanjang Januari-September 2018, Penanaman Modal Asing (PMA) asal AS adalah US$ 1 miliar dolar yang tersebar di 512 proyek. AS berada di peringkat ke-7.  

Jadi ketika ekonomi AS berhenti bergerak, maka ekspor dan investasi Indonesia akan ikut terhambat. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan tentu menjadi seret. 

Belum lagi kalau kita bicara bagaimana pertumbuhan ekonomi 0% di AS berdampak ke sentimen di pasar keuangan. Ini tentu akan menjadi sentimen negatif yang sangat besar, apalagi kalau sampai peringkat surat utang (rating) AS diturunkan. 

Hassett menegaskan penurunan rating AS masih amat jauh. Namun apabila shutdown terus berlanjut, maka penurunan rating bukan hal yang mustahil. "

Apabila shutdown berlangsung sampai 1 Maret, dan batas utang (debt ceiling) AS menjadi masalah yang tidak terselesaikan, maka mungkin kami akan berpikir mengenai kerangka kebijakan. Apakah itu masih konsisten dengan (rating) AAA," ungkap James McCormack, Head of Sovereign Rating dari Fitch, mengutip CNBC International. 

Ketika obligasi pemerintah AS, instrumen investasi teraman di duna, mengalami penurunan rating, maka bayangkan dampaknya pasar keuangan global. Kepanikan akan tercipta, karena benteng paling aman pun sudah runtuh. 

Saat itu terjadi, maka pelaku pasar tentu tidak lagi berpikir mencari untung di instrumen berisiko. Semua akan mencari selamat masing-masing, melepas aset-aset di negara berkembang. Tentu bukan berita baik bagi IHSG, rupiah, dan obligasi pemerintah Indonesia.

Oleh karena itu, mari kita berharap agar gaduh politik anggaran di Washington segera selesai. Semoga ada jalan keluar yang membuat Trump dan legislatif bisa bertemu. Sebab kalau situasi semakin berlarut-larut, maka shutdown akan menjadi bola salju yang terus membesar dan menggilas semua yang ada di hadapannya.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular