
Ditopang Penguatan Rupiah, IHSG Berhasil ke Zona Hijau
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
24 January 2019 09:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka flat di level 6,451.26, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membukukan penguatan sebesar 0,05% hingga pukul 10:30 WIB ke level 6.454,49.
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,35%, indeks Shanghai turun 0,27%, dan indeks Hang Seng turun 0,26%.
Tekanan bagi bursa saham Benua Kuning datang dari rilis data ekonomi Jepang yang mengecewakan (lagi). Pembacaan awal untuk Manufacturing PMI periode Januari 2019 versi Nikkei diumumkan di level 50, turun dari capaian periode sebelumnya yang sebesar 52,6, seperti dilansir dari Trading Economics.
Angka yang berada pas di level 50 menunjukkan bahwa aktivitas sektor manufaktur di Jepang mengalami stagnasi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Rilis data ini lantas melengkapi rangkaian rapor merah atas ekonomi Jepang. Kemarin, ekspor periode Desember 2018 diumumkan terkontraksi sebesar 3,8% YoY, lebih buruk dari konsensus yang hanya memperkirakan kontraksi sebesar 1,9% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor hanya tumbuh 1,9% YoY, di bawah konsensus yang sebesar 3,7% YoY.
Suntikan energi bagi IHSG datang dari penguatan rupiah. Hingga berita ini diturunkan, rupiah menguat 0,18% di pasar spot ke level 14.150/dolar AS. Koreksi harga minyak mentah dunia menjadi motor penguatan rupiah.
Hingga berita ini diturunkan, harga minyak WTI kontrak pengiriman bulan Maret terkoreksi 0,63% ke level US$ 52,29/barel, sementara brent kontrak pengiriman bulan Maret melemah 0,52% ke level US$ 60,82/barel.
Koreksi harga minyak mentah tentu menjadi kabar gembira bagi rupiah. Koreksi harga minyak mentah dapat membuat defisit perdagangan migas yang menjadi biang kerok bengkaknya defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD) menjadi menipis.
Sebagai informasi, pada kuartal-III 2018 CAD mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014, seiring dengan besarnya defisit perdagangan migas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Ikut Melemah, Rupiah Tembus 14.500 Per Dolar AS
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,35%, indeks Shanghai turun 0,27%, dan indeks Hang Seng turun 0,26%.
Tekanan bagi bursa saham Benua Kuning datang dari rilis data ekonomi Jepang yang mengecewakan (lagi). Pembacaan awal untuk Manufacturing PMI periode Januari 2019 versi Nikkei diumumkan di level 50, turun dari capaian periode sebelumnya yang sebesar 52,6, seperti dilansir dari Trading Economics.
Rilis data ini lantas melengkapi rangkaian rapor merah atas ekonomi Jepang. Kemarin, ekspor periode Desember 2018 diumumkan terkontraksi sebesar 3,8% YoY, lebih buruk dari konsensus yang hanya memperkirakan kontraksi sebesar 1,9% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor hanya tumbuh 1,9% YoY, di bawah konsensus yang sebesar 3,7% YoY.
Suntikan energi bagi IHSG datang dari penguatan rupiah. Hingga berita ini diturunkan, rupiah menguat 0,18% di pasar spot ke level 14.150/dolar AS. Koreksi harga minyak mentah dunia menjadi motor penguatan rupiah.
Hingga berita ini diturunkan, harga minyak WTI kontrak pengiriman bulan Maret terkoreksi 0,63% ke level US$ 52,29/barel, sementara brent kontrak pengiriman bulan Maret melemah 0,52% ke level US$ 60,82/barel.
Koreksi harga minyak mentah tentu menjadi kabar gembira bagi rupiah. Koreksi harga minyak mentah dapat membuat defisit perdagangan migas yang menjadi biang kerok bengkaknya defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD) menjadi menipis.
Sebagai informasi, pada kuartal-III 2018 CAD mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014, seiring dengan besarnya defisit perdagangan migas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Ikut Melemah, Rupiah Tembus 14.500 Per Dolar AS
Most Popular