Kemarin Terlemah Kedua, Hari Ini Rupiah Terbaik Kedua Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 January 2019 08:37
Kemarin Terlemah Kedua, Hari Ini Rupiah Terbaik Kedua Asia
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pagi ini. Dolar AS hampir bisa didorong ke bawah Rp 14.200. 

Pada Selasa (22/1/2019), US$ 1 kala pembukaan pasar spot dihargai Rp 14.205. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sehari sebelumnya. 


Bila penguatan rupiah terus bertahan, maka mata uang Tanah Air boleh dibilang mampu bangkit dari keterpurukan. Kemarin, rupiah seharian nongkrong di zona merah dan finis dengan depresiasi 0,35%. Bahkan rupiah menyandang 'gelar' sebagai mata uang terlemah kedua di Asia, hanya unggul dari peso Filipina. 


Pagi ini, mata uang Asia masih bergerak variatif. Selain rupiah, mata uang yang juga menguat adalah yen Jepang, won Korea Selatan, baht Thailand, dan dolar Taiwan. 

Namun penguatan 0,11% sudah cukup membawa rupiah masuk ke jajaran elit klasemen mata uang Asia. Rupiah menghuni posisi runner-up, hanya kalah dari won. Kemarin kedua terbawah, sekarang rupiah berada di posisi kedua dari atas. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:15 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Kebangkitan rupiah hari ini didukung oleh sejumlah faktor. Pertama adalah perkembangan harga minyak dunia. Pada pukul 08:19 WIB, harga minyak jenis brent turun 0,19% dan light sweet melemah 0,45%. 

Koreksi ini wajar karena harga si emas hitam sudah melesat tajam beberapa waktu terakhir. Selama sepekan ini, harga minyak brent melonjak 3,33% sementara light sweet melejit 3.19%. Sedangkan selama sebulan terakhir, harga brent melompat 16,62% dan light sweet meroket 17,62%. 

 

Apabila harga minyak sudah memasuki siklus koreksi, maka ini akan menjadi kabar baik bagi rupiah. Sebagai negara net importir minyak, Indonesia tentu diuntungkan jika harga minyak turun karena biaya impor akan lebih murah. 

Akibatnya, defisit transaksi berjalan (current account deficit) bisa dikurangi. Rupiah pun akan punya ruang untuk menguat karena ada lebih banyak pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. 

Selain itu, sepertinya pelaku pasar juga merespons positif antisipasi pemerintah China dalam menghadapi perlambatan ekonomi. Kemarin, Biro Statistik Nasional China merilis angka pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 6,6%, laju paling lambat dalam 28 tahun. 

Untuk menghindari hard landing, pemerintah dan Bank Sentral China (PBoC) berkomitmen untuk menggelontorkan stimulus. Ning Jizhe, Kepala Biro Statistik Nasional China, menegaskan bahwa pemerintah memiliki ruang yang cukup untuk menyuntikkan stimulus. 

"Kami meyakini bahwa China mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup baik pada tahun ini. Perlambatan ekonomi juga sudah menunjukkan perkembangan yang stabil dalam beberapa bulan terakhir," kata Ning, mengutip Reuters. 

Kemudian, investor juga berbunga-bunga melihat data ekonomi yang ciamik di Korea Selatan. Pada kuartal IV-2018, ekonomi Negeri Ginseng tumbuh 3,1% year-on-year. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 2,8% dan dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 2%. 

Perkembangan di Asia Timur memberi optimisme, harapan bagi mata uang Benua Kuning untuk menguat. Rupiah berhasil memanfaatkan momentum tersebut dan menjadi mata uang terbaik kedua di Asia.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular