Global Mulai Kondusif, Bursa Asia Menguat di Awal Pekan

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
21 January 2019 17:37
Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia mengakhiri perdagangan pertama di pekan ini dengan penguatan.
Foto: Ilustrasi Bursa Tokyo (REUTERS/Toru Hanai)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia mengakhiri perdagangan pertama di pekan ini dengan penguatan: indeks Nikkei naik 0,26%, indeks Shanghai naik 0,56%, indeks Hang Seng naik 0,39%, dan indeks Kospi naik 0,02%.

Optimisme bahwa AS dan China dapat mengakhiri perang dagang yang selama ini berkecamuk membuat instrumen berisiko seperti saham menjadi menarik.

Bloomberg melaporkan bahwa China memberikan penawaran untuk menaikkan impor produk-produk asal AS selama 6 tahun ke depan dengan nilai total mencapai lebih dari US$ 1 triliun, seperti dikutip CNBC International.

Penawaran ini diberikan China kala melakukan negosiasi dengan AS di Beijing pada awal bulan ini. Penawaran ini bertujuan untuk membuat neraca dagang China-AS impas pada tahun 2024. Pada tahun 2018, China membukukan surplus neraca dagang senilai US$ 323 miliar dengan AS.

Berita ini beredar setelah Wall Street Journal melaporkan bahwa AS siap menghapus bea masuk untuk berbagai produk impor made in China, walaupun kabar tersebut kemudian dibantah oleh Kementerian Keuangan AS.

Sebagai informasi, Wakil Perdana Menteri China Liu He dijadwalkan bertandang ke Washington pada 30 dan 31 Januari untuk melakukan negosiasi dagang lanjutan dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.

Di sisi lain, penguatan bursa saham kawasan regional dibatasi oleh rilis data ekonomi yang datang dari Jepang, negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia.

Berdasarkan Reuters Tankan Index periode Januari 2019 yang didapat dari survei terhadap perusahaan skala besar dan menengah di Jepang, optimisme pelaku usaha sektor manufaktur turun 5 poin menjadi 18 pada bulan ini, level terendah dalam 2 tahun terakhir.

Melansir Reuters, eksportir mengeluhkan lemahnya permintaan dari China dan AS. Mereka juga menyuarakan kekhawatirannya mengenai perang dagang antar dua negara mitra dagang utamanya tersebut.

Hasil survei yang mengecewakan tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa perekonomian Jepang masih akan menghadapi tekanan yang besar ke depan.

Belum lama ini, inflasi Jepang periode Desember 2018 diumumkan sebesar 0,3% YoY, jauh melambat dari capaian November yang sebesar 0,8% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics. Laju inflasi bulan Desember juga merupakan yang terlambat sejak Oktober 2017.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas) Next Article Bursa Saham Asia Berguguran, Hanya IHSG yang Hijau!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular