
Masihkah January Effect Tersisa Bagi IHSG?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
21 January 2019 16:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Jika di Desember para pelaku pasar mengenal istilah Santa Claus rally yang menunjukkan kecenderungan harga saham naik pada pekan terakhir Desember, maka di Januari pelaku pasar mengenal istilah January effect.
January effect merupakan sebuah fenomena di mana bursa saham AS cenderung menguat pada Januari. Fenomena ini terbukti adanya. Dalam 2 tahun terakhir, indeks saham terpenting di AS yakni S&P 500 selalu membukukan imbal hasil positif secara bulanan pada Januari. Pada Januari 2017, indeks S&P 500 juga menguat 1,79% secara MoM, dan pada Januari 2018, juga naik sebesar 5,62% secara MoM.
Ada beberapa alasan yang mendasari terjadinya fenomena January effect, salah satunya adalah penggunaan bonus akhir tahun oleh masyarakat AS untuk berinvestasi di pasar saham.
Selain itu, January effect juga dipicu oleh faktor psikologis: beberapa investor percaya bahwa Januari merupakan bulan terbaik untuk memulai sebuah program investasi. Ada juga masyarakat yang merealisasikan resolusi tahun barunya untuk mulai berinvestasi sehingga dorongan beli di pasar saham meningkat dan menyebabkan harga terkerek naik.
Fenomena January effect di AS kemudian menjalar hingga ke pasar saham Tanah Air. Bahkan bisa dibilang, Januari merupakan bulan yang manis bagi investor saham di Indonesia.
Dalam 5 tahun terakhir (2014-2018), hanya satu kali Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memberikan imbal hasil negatif secara bulanan pada Januari, itupun hanya sebesar 0,05% (2017).
Sepanjang Januari 2019, indeks S&P 500 telah meroket hingga 6,54%, sementara IHSG naik 4,09% (hingga penutupan perdagangan Jumat akhir pekan lalu, 18/1/2019). Penguatan keduanya terbilang sudah begitu tinggi.
Lantas, masihkah ada remah-remah January effect bagi IHSG?
January effect merupakan sebuah fenomena di mana bursa saham AS cenderung menguat pada Januari. Fenomena ini terbukti adanya. Dalam 2 tahun terakhir, indeks saham terpenting di AS yakni S&P 500 selalu membukukan imbal hasil positif secara bulanan pada Januari. Pada Januari 2017, indeks S&P 500 juga menguat 1,79% secara MoM, dan pada Januari 2018, juga naik sebesar 5,62% secara MoM.
Ada beberapa alasan yang mendasari terjadinya fenomena January effect, salah satunya adalah penggunaan bonus akhir tahun oleh masyarakat AS untuk berinvestasi di pasar saham.
Fenomena January effect di AS kemudian menjalar hingga ke pasar saham Tanah Air. Bahkan bisa dibilang, Januari merupakan bulan yang manis bagi investor saham di Indonesia.
Dalam 5 tahun terakhir (2014-2018), hanya satu kali Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memberikan imbal hasil negatif secara bulanan pada Januari, itupun hanya sebesar 0,05% (2017).
Sepanjang Januari 2019, indeks S&P 500 telah meroket hingga 6,54%, sementara IHSG naik 4,09% (hingga penutupan perdagangan Jumat akhir pekan lalu, 18/1/2019). Penguatan keduanya terbilang sudah begitu tinggi.
Lantas, masihkah ada remah-remah January effect bagi IHSG?
Next Page
Tiga Kali Tembus Level Psikologis
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular