
Dolar AS 'Endus' Rp 14.200, Rupiah Terlemah di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 January 2019 08:37

Sepertinya rupiah cs di Asia belum bisa lepas dari 'kutukan' pekan lalu. Selama minggu lalu, mata uang Asia tidak berdaya di hadapan greenback. Rupiah, misalnya, melemah 0,92% secara point-to-point.
Layaknya pekan lalu, dua sentimen besar masih menggelayuti pasar keuangan Asia. Pertama adalah dinamika Brexit yang belum menemukan solusi.
Pekan lalu, proposal Brexit yang diusung Perdana Menteri Theresa May ditolak oleh parlemen. Bahkan May sempat menghadapi mosi tidak percaya, meski posisinya tetap aman karena voting parlemen masih berpihak kepadanya.
Senin waktu setempat, May dijadwalkan kembali ke parlemen untuk membahas Brexit. Liam Fox, Menteri Perdagangan Inggris, menegaskan bahwa parlemen tidak bisa 'membajak' Brexit. Menurutnya, Brexit adalah kehendak 52% rakyat Inggris dan parlemen tidak bisa menghalanginya.
"Parlemen tidak berhak untuk 'membajak' Brexit. Parlemen berjanji untuk menghormati keputusan rakyat. Sekarang kita bisa melihat ada beberapa anggota parlemen yang menentang keputusan referendum, mengkhianati kehendak rakyat," tegas Fox, mengutip BBC.
Oleh karena itu, investor patut memantau perkembangan pembahasan Brexit. Diharapkan hasilnya positif, dan Inggris tidak memperoleh No Deal Brexit yang membuat ketidakpastian global menjadi semakin besar.
Sentimen kedua, masih dari gaduh politik, datang dari AS. Pada pukul 08:27 WIB, pemerintahan AS sudah terjebak dalam penutupan sementara (partial shutdown) selama 29 hari, 20 jam, dan 27 menit. Shutdown terlama dalam sejarah AS modern.
Presiden AS Donald Trump mencoba berdamai dengan Partai Demokrat dengan menawarkan perlindungan sementara terhadap para imigran. Namun Trump tetap ingin agar anggaran US$ 5,7 miliar untuk penguatan pengamanan perbatasan (termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko) mendapat restu Kongres.
"Saya menawarkan solusi untuk memecah kebuntuan dan mengusulkan kepada Kongres untuk mengakhiri shutdown sekaligus menyelesaikan isu di perbatasan bagian selatan. Saya menawarkan perlindungan selama 3 tahun bagi imigran muda tanpa dokumen maupun yang memiliki status perlindungan sementara," kata Trump, mengutip Reuters.
Namun upaya ini kembali kandas karena ditolak oleh Partai Demokrat. Kubu oposisi berpendapat, seharusnya pemerintahan harus dibuka terlebih dulu baru kemudian bicara soal pengamanan perbatasan.
"Presiden sendiri yang awalnya mencabut proteksi bagi para imigran. Menawarkan perlindungan sebagai alat tawar-menawar bukan sebuah solusi, tetapi penyanderaan," tegas Chuck Schumer, Pimpinan Partai Demokrat di Senat, mengutip Reuters.
"Penawaran Presiden tidak bisa diterima. Itu tidak mencerminkan niat baik," ujar Nancy Pelosi, Ketua House of Representatives dari Partai Demokrat.
Berdasarkan kajian Gedung Putih, seperti dikutip Forbes, shutdown akan mengurangi pertumbuhan ekonomi AS sekitar 0,1% setiap minggunya. Sekarang shutdown sudah berlangsung hampir 4 minggu, sehingga pertumbuhan ekonomi AS berpotensi berkurang 0,4%. Sungguh sebuah kesia-siaan.
Dua sentimen ini tampaknya masih membuat pelaku pasar memilih bermain aman. Hasilnya adalah mata uang Asia kembali mengalami tekanan, tidak terkecuali rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Layaknya pekan lalu, dua sentimen besar masih menggelayuti pasar keuangan Asia. Pertama adalah dinamika Brexit yang belum menemukan solusi.
Pekan lalu, proposal Brexit yang diusung Perdana Menteri Theresa May ditolak oleh parlemen. Bahkan May sempat menghadapi mosi tidak percaya, meski posisinya tetap aman karena voting parlemen masih berpihak kepadanya.
"Parlemen tidak berhak untuk 'membajak' Brexit. Parlemen berjanji untuk menghormati keputusan rakyat. Sekarang kita bisa melihat ada beberapa anggota parlemen yang menentang keputusan referendum, mengkhianati kehendak rakyat," tegas Fox, mengutip BBC.
Oleh karena itu, investor patut memantau perkembangan pembahasan Brexit. Diharapkan hasilnya positif, dan Inggris tidak memperoleh No Deal Brexit yang membuat ketidakpastian global menjadi semakin besar.
Sentimen kedua, masih dari gaduh politik, datang dari AS. Pada pukul 08:27 WIB, pemerintahan AS sudah terjebak dalam penutupan sementara (partial shutdown) selama 29 hari, 20 jam, dan 27 menit. Shutdown terlama dalam sejarah AS modern.
Presiden AS Donald Trump mencoba berdamai dengan Partai Demokrat dengan menawarkan perlindungan sementara terhadap para imigran. Namun Trump tetap ingin agar anggaran US$ 5,7 miliar untuk penguatan pengamanan perbatasan (termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko) mendapat restu Kongres.
"Saya menawarkan solusi untuk memecah kebuntuan dan mengusulkan kepada Kongres untuk mengakhiri shutdown sekaligus menyelesaikan isu di perbatasan bagian selatan. Saya menawarkan perlindungan selama 3 tahun bagi imigran muda tanpa dokumen maupun yang memiliki status perlindungan sementara," kata Trump, mengutip Reuters.
Namun upaya ini kembali kandas karena ditolak oleh Partai Demokrat. Kubu oposisi berpendapat, seharusnya pemerintahan harus dibuka terlebih dulu baru kemudian bicara soal pengamanan perbatasan.
"Presiden sendiri yang awalnya mencabut proteksi bagi para imigran. Menawarkan perlindungan sebagai alat tawar-menawar bukan sebuah solusi, tetapi penyanderaan," tegas Chuck Schumer, Pimpinan Partai Demokrat di Senat, mengutip Reuters.
"Penawaran Presiden tidak bisa diterima. Itu tidak mencerminkan niat baik," ujar Nancy Pelosi, Ketua House of Representatives dari Partai Demokrat.
Berdasarkan kajian Gedung Putih, seperti dikutip Forbes, shutdown akan mengurangi pertumbuhan ekonomi AS sekitar 0,1% setiap minggunya. Sekarang shutdown sudah berlangsung hampir 4 minggu, sehingga pertumbuhan ekonomi AS berpotensi berkurang 0,4%. Sungguh sebuah kesia-siaan.
Dua sentimen ini tampaknya masih membuat pelaku pasar memilih bermain aman. Hasilnya adalah mata uang Asia kembali mengalami tekanan, tidak terkecuali rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular