Dolar AS 'Endus' Rp 14.200, Rupiah Terlemah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 January 2019 08:37
Dolar AS 'Endus' Rp 14.200, Rupiah Terlemah di Asia
Ilustrasi Dolar dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Bahkan rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia. 

Pada Senin (21/1/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.180 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin melemah. Pada pukul 08:12 WIB, US$ 1 sudah setara dengan Rp 14.190 di mana rupiah melemah 0,14%. Dolar AS mulai mengendus level Rp 14.200. 

Pagi ini, mata uang Asia senasib dengan rupiah yaitu cenderung melemah di hadapan greenback. Mata uang Benua Kuning yang menguat hanya yen Jepang, won Korea Selatan, dan ringgit Malaysia sementara sisanya tidak selamat. 

Dengan depresiasi 0,14%, rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia. Bukan start yang baik untuk memulai pekan yang baru. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:17 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya rupiah cs di Asia belum bisa lepas dari 'kutukan' pekan lalu. Selama minggu lalu, mata uang Asia tidak berdaya di hadapan greenback. Rupiah, misalnya, melemah 0,92% secara point-to-point

Layaknya pekan lalu, dua sentimen besar masih menggelayuti pasar keuangan Asia. Pertama adalah dinamika Brexit yang belum menemukan solusi. 

Pekan lalu, proposal Brexit yang diusung Perdana Menteri Theresa May ditolak oleh parlemen. Bahkan May sempat menghadapi mosi tidak percaya, meski posisinya tetap aman karena voting parlemen masih berpihak kepadanya. 

Senin waktu setempat, May dijadwalkan kembali ke parlemen untuk membahas Brexit. Liam Fox, Menteri Perdagangan Inggris, menegaskan bahwa parlemen tidak bisa 'membajak' Brexit. Menurutnya, Brexit adalah kehendak 52% rakyat Inggris dan parlemen tidak bisa menghalanginya. 

"Parlemen tidak berhak untuk 'membajak' Brexit. Parlemen berjanji untuk menghormati keputusan rakyat. Sekarang kita bisa melihat ada beberapa anggota parlemen yang menentang keputusan referendum, mengkhianati kehendak rakyat," tegas Fox, mengutip BBC. 

Oleh karena itu, investor patut memantau perkembangan pembahasan Brexit. Diharapkan hasilnya positif, dan Inggris tidak memperoleh No Deal Brexit yang membuat ketidakpastian global menjadi semakin besar. 

Sentimen kedua, masih dari gaduh politik, datang dari AS. Pada pukul 08:27 WIB, pemerintahan AS sudah terjebak dalam penutupan sementara (partial shutdown) selama 29 hari, 20 jam, dan 27 menit. Shutdown terlama dalam sejarah AS modern. 

Presiden AS Donald Trump mencoba berdamai dengan Partai Demokrat dengan menawarkan perlindungan sementara terhadap para imigran. Namun Trump tetap ingin agar anggaran US$ 5,7 miliar untuk penguatan pengamanan perbatasan (termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko) mendapat restu Kongres. 

"Saya menawarkan solusi untuk memecah kebuntuan dan mengusulkan kepada Kongres untuk mengakhiri shutdown sekaligus menyelesaikan isu di perbatasan bagian selatan. Saya menawarkan perlindungan selama 3 tahun bagi imigran muda tanpa dokumen maupun yang memiliki status perlindungan sementara," kata Trump, mengutip Reuters. 

Namun upaya ini kembali kandas karena ditolak oleh Partai Demokrat. Kubu oposisi berpendapat, seharusnya pemerintahan harus dibuka terlebih dulu baru kemudian bicara soal pengamanan perbatasan. 

"Presiden sendiri yang awalnya mencabut proteksi bagi para imigran. Menawarkan perlindungan sebagai alat tawar-menawar bukan sebuah solusi, tetapi penyanderaan," tegas Chuck Schumer, Pimpinan Partai Demokrat di Senat, mengutip Reuters. 

"Penawaran Presiden tidak bisa diterima. Itu tidak mencerminkan niat baik," ujar Nancy Pelosi, Ketua House of Representatives dari Partai Demokrat. 

Berdasarkan kajian Gedung Putih, seperti dikutip Forbes, shutdown akan mengurangi pertumbuhan ekonomi AS sekitar 0,1% setiap minggunya. Sekarang shutdown sudah berlangsung hampir 4 minggu, sehingga pertumbuhan ekonomi AS berpotensi berkurang 0,4%. Sungguh sebuah kesia-siaan. 

Dua sentimen ini tampaknya masih membuat pelaku pasar memilih bermain aman. Hasilnya adalah mata uang Asia kembali mengalami tekanan, tidak terkecuali rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular