
Harga Minyak Menguat, Tapi Masih Dihantui Brexit
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
18 January 2019 12:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia pada siang hari ini (18/1/2019), masih terus merangkak naik.
Hingga pukul 12:30 WIB, harga minyak Brent kontrak Maret 2019 menguat 0,98% ke posisi US$61,78/barel setelah sebelumnya anjlok 0,23% kemarin (17/1/2019).
Sedangkan minyak jenis lightsweet (WTI) kontak Februari 2019 naik 1,17% ke posisi US$52,68/barel, setelah melemah 0,46% pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Secara mingguan, harga minyak menguat 2% secara point-to-point, sedangkan performa tahunan emas hitam ini tercatat turun sekitar 14%.
Sejauh ini, ada beberapa faktor yang memberikan energi positif terhadap harga minyak dunia.
Pertama, meningkatnya optimisme pasar perihal surutnya banjir pasokan minyak yang selama ini menekan harga minyak bisa dicapai tahun ini.
Seperti yang telah diketahui, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia pada awal Desember 2018 telah bersepakat untuk memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta/barel yang dimulai pada Januari 2019.
Tapi saat itu pelaku pasar tak lantas percaya begitu saja, terbukti harga minyak sepanjang Desember 2018 terjun bebas. Kala itu, investor belum melihat bukti kuat bahwa OPEC benar-benar akan patuh terhadap kesepakatan tersebut.
Barulah pada awal Januari 2019 setelah survei yang dilakukan oleh Reuters mencatatkan penurunan produksi OPEC sebesar 460.000 barel/hari pada Desember 2018, pasar mulai bereaksi. Optimisme investor sontak membuncah, karena memang faktor fundamental keseimbangan pasokan dan permintaan minyak memegang peranan yang sangat penting bagi harga komoditas ini. Tak heran, harga minyak sejak awal tahun hingga saat ini sudah naik sekitar 14%.
Terlebih lagi, kemarin OPEC merilis laporan bulanan yang mengatakan bahwa produksi minyak pada Desember 2018 turun sebesar 751.000 barel. Itu artinya sebelum jadwal pemangkasan pasokan dimulai, OPEC sudah terlebih dahulu inisiatif memperketat keran produksi minyaknya.
Kedua, aura positif damai dagang Amerika Serikat-China yang semakin terang.
Sejak akhir tahun 2018, kedua negara intensif melakukan komunikasi, dan hasilnya cenderung positif. Harapan pasar kian meningkat saat delegasi Washington bertandang ke Beijing pada 7-9 Januari untuk melakukan perundingan secara langsung pada tingkatan wakil menteri. Meskipun hasilnya belum berupa sesuatu yang konkrit, tapi gerak-gerik keduanya mengarah ke hal yang positif.
Kabar terakhir datang dari Biejing, dimana kali ini wakil perdana menteri China, Liu He yang akan terbang ke Washington untuk bertemu menteri keuangan AS, Steven Mnuchin. Kabarnya, agendanya adalah membahas kesepakatan baru terkait tarif yang selama ini berlaku untuk perdagangan kedua negara.
Bila hubungan perdagangan AS-China bisa benar-benar kembali lancar, dampaknya tak main-main. Rantai pasokan dunia bisa ngebut kembali, dan perlambatan ekonomi dunia bisa di rem.
Hingga pukul 12:30 WIB, harga minyak Brent kontrak Maret 2019 menguat 0,98% ke posisi US$61,78/barel setelah sebelumnya anjlok 0,23% kemarin (17/1/2019).
Sedangkan minyak jenis lightsweet (WTI) kontak Februari 2019 naik 1,17% ke posisi US$52,68/barel, setelah melemah 0,46% pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sejauh ini, ada beberapa faktor yang memberikan energi positif terhadap harga minyak dunia.
Pertama, meningkatnya optimisme pasar perihal surutnya banjir pasokan minyak yang selama ini menekan harga minyak bisa dicapai tahun ini.
Seperti yang telah diketahui, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia pada awal Desember 2018 telah bersepakat untuk memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta/barel yang dimulai pada Januari 2019.
Tapi saat itu pelaku pasar tak lantas percaya begitu saja, terbukti harga minyak sepanjang Desember 2018 terjun bebas. Kala itu, investor belum melihat bukti kuat bahwa OPEC benar-benar akan patuh terhadap kesepakatan tersebut.
Barulah pada awal Januari 2019 setelah survei yang dilakukan oleh Reuters mencatatkan penurunan produksi OPEC sebesar 460.000 barel/hari pada Desember 2018, pasar mulai bereaksi. Optimisme investor sontak membuncah, karena memang faktor fundamental keseimbangan pasokan dan permintaan minyak memegang peranan yang sangat penting bagi harga komoditas ini. Tak heran, harga minyak sejak awal tahun hingga saat ini sudah naik sekitar 14%.
Terlebih lagi, kemarin OPEC merilis laporan bulanan yang mengatakan bahwa produksi minyak pada Desember 2018 turun sebesar 751.000 barel. Itu artinya sebelum jadwal pemangkasan pasokan dimulai, OPEC sudah terlebih dahulu inisiatif memperketat keran produksi minyaknya.
Kedua, aura positif damai dagang Amerika Serikat-China yang semakin terang.
Sejak akhir tahun 2018, kedua negara intensif melakukan komunikasi, dan hasilnya cenderung positif. Harapan pasar kian meningkat saat delegasi Washington bertandang ke Beijing pada 7-9 Januari untuk melakukan perundingan secara langsung pada tingkatan wakil menteri. Meskipun hasilnya belum berupa sesuatu yang konkrit, tapi gerak-gerik keduanya mengarah ke hal yang positif.
Kabar terakhir datang dari Biejing, dimana kali ini wakil perdana menteri China, Liu He yang akan terbang ke Washington untuk bertemu menteri keuangan AS, Steven Mnuchin. Kabarnya, agendanya adalah membahas kesepakatan baru terkait tarif yang selama ini berlaku untuk perdagangan kedua negara.
Bila hubungan perdagangan AS-China bisa benar-benar kembali lancar, dampaknya tak main-main. Rantai pasokan dunia bisa ngebut kembali, dan perlambatan ekonomi dunia bisa di rem.
Pages
Most Popular